1. "Saya kan, maunya kamu."

4.8K 178 8
                                    

Arunika kembali menyapa dunia, hangat sinarnya menyengat lembut kulit Wafa. Menikmati terpaan anila yang begitu sejuknya.

Sudah dua tahun Wafa memutuskan untuk mengubah dirinya.

Wafa kini memakai pakaian syar'i. Awal memulainya, Wafa selalu mendapat kecaman dari orang-orang disekitarnya. Namun, keluarganya selalu mendukung apa yang menjadi cita-cita Wafa. Dan ya, Wafa bersyukur memiliki mereka.

Wafa juga mengambil keputusan untuk keluar dari pekerjaannya waktu itu. Sebab di tempat itu, dirinya tak bisa untuk diterima, hanya karena perubahan yang terjadi pada dirinya. Dan pada akhirnya, dengan mantab wafa meninggalkan pekerjaan itu. Meninggalkan gaji yang mungkin setara dengan harga satu mobil.

Cibiran demi cibiran pun memenuhi hari-harinya.

Katanya,

"Wah, percuma kalo gitu dong, ninggalin gaji yang segede itu."

"Mba Wafa mah apa atuh, malah ninggalin pekerjaannya."

"Kamu itu kenapa sih, Wa? Kok malah keluar dari pekerjaanmu?"

"Oalah neng...neng..gimana sih, kamu? Ntar rugi, lhoh."

"Kasihan ya. Padahal udah dikasih enak, lhoh. Masih aja kurang."

Namun, itu tak membuat Wafa gentar dengan keputusannnya ini. Wafa kembali bangkit. Meskipun terkadang tertatih-tatih. Lagipula, jika Wafa terus menerus memedulikan mereka, Wafa tidak akan bisa bertumbuh. Memang, mereka siapa?!

Dan ya, apa mereka tau apa yang kita inginkan? Kan ya, ngga. Jadi, buat apa kita ragu untuk kembali memulai niat baru?

Namun kini, Alhamdulillah. Meskipun Wafa keluar dari tempat awal dimana ia bekerja, sekarang Wafa mampu menjadikan orang lain sebagai pekerja. Bahasa halusnya, Wafa menjadi bos diantara para pegawainya.

Wafa membangun sebuah cafe yang ia rintis sejak satu tahun yang lalu. Memang tidak mudah. Tapi nyatanya, atas kehendak dan Kuasa dari-Nya, Wafa bisa.

Cafe yang Wafa rintis pun selalu ramai dengan anak-anak muda di kota metropolitan ini. Jakarta. Tempat penuh cerita bagi Wafa. Ya, Wafa tinggal di kota Jakarta. Tempat yang selalu ramai dengan kendaraan-kedaraan yang berlalu lalang. Bagi Wafa, kota ini memiliki keunikan sendiri untuknya.

Salah satunya, Jakarta dikala sepi terlihat seperti luar negeri. Terlalu lebay? Ah, tidak juga. Memang nyatanya seperti itu.

Oh iya, sampai mana tadi? Kembali lagi dengan Wafa. Wafa menatap gemas lelaki tampan di depannya ini, yang sayangnya selalu membuatnya naik pitam. Bagaimana tidak? Lelaki ini selalu saja menghampiri dirinya ketika berada di cafe. Padahal, Wafa ini sepertinya ya biasa saja. Apalagi, lelaki di depan Wafa ini adalah salah satu pengusaha muda kaya raya.

Awalnya sih, Wafa senang. Senang karena mendapat pelanggan setia. Namun setelah mengetahui maksud dari lelaki ini, kok ya sebel. Lelaki tampan ini menyukai dirinya. Ya karena itulah ia betah berada di cafe ini.

"Kamu ngga bosan, gitu ya?" sarkas Wafa.

"Assalamu'alaikum, Mbak Wafa," sapa lelaki itu, diselingi senyuman manis yang sejak tadi terpatri.

Langkah Sebuah Cinta-LSCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang