Bab 05 - Urusan Hendra

Start from the beginning
                                    

Hendra yang mengintip dari balik tirai seketika menepuk jidat. Ingin sekali bilang ke Joshua kalau cara orang Medan berbicara rata-rata seperti itu.

"Aku udah ngomong baik-baik sama kau. Terus kau bilang aku ngegas?!?"

Kedua alis Joshua menaut ke bawah, bibirnya bergemetaran begitu pria itu menaikkan nada bicara beberapa oktaf.

"Bukan begitu, om. Maksud saya—"

Belum Joshua menyelesaikan kalimatnya, si pemimpin sudah lebih dulu meninju bagian wajahnya hingga membuat tubuh kurusnya ambruk ke tanah.

Hendra yang menyaksikan itu memelotot ngeri. Dia sudah menduga dari awal bahwa sesuatu yang buruk pasti terjadi.

Pemimpin itu membungkukkan diri ke arah Joshua yang dalam keadaan terlungkup.

"Dek ...."

Pria itu mencoba menggoyangkan tubuhnya.

"Dek ...."

Sayangnya, tak ada tanda-tanda pergerakan di sana.

Sesaat si pemimpin tersentak, kembali berdiri tegak. Wajahnya terlihat bercucuran keringat. Sampai salah satu anak buahnya bertanya, "Kenapa, Boss?"

"Gawat, adek itu pingsan."

"Jadi gimana, Boss?" desak anak buahnya yang lain yang terlihat panik. "Bahaya kalau sampai tahu orang tuanya. Bisa-bisa nggak cuma kau, kami semua bisa kena imbasnya!"

"Ah, sudahlah, biarkan saja dia," perintah si pemimpin dengan nyali yang menciut. Mereka berlima ketar-ketir berlarian seperti sekumpulan pengecut yang tak berani bertanggung jawab.

Hendra memastikan keadaan luar sudah aman, buru-buru memapah temannya yang tertidur di tanah. Rasa kesal, jijik, kasihan bercampur aduk menjadi satu. Namun, dia merasa bersalah karena membiarkan temannya dipukuli di depan matanya sendiri.

***

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***

"Bisa-bisanya pingsan ditonjok sama preman," ledek Hendra sambil menggeleng-geleng kepala.

Joshua terpaku di atas kasur, merapatkan kaki ke badannya lalu memeluknya erat agar angin malam yang berhembus dari luar jendela tidak menggelitik tubuh. Awan-awan berarak ke sebelah barat kemudian sang rembulan lekas terlihat sedang melambai ke arahnya seolah senang melihat kehadiran pemuda itu lagi.

"Sudahlah, Hen."

Joshua langsung membenamkan wajah di antara kedua kakinya.

"Gara-gara kamu pingsan, preman-preman itu pada panik terus kabur."

Hendra tertawa begitu renyah. Joshua langsung mendongak dan menatap pemuda di seberangnya dengan skeptis.

"Nggak mungkin rasanya mereka mencarimu tanpa alasan. Pasti ada sesuatu yang membuat mereka marah. Sebetulnya ada masalah apa kamu dengan preman-preman itu?"

Tawa Hendra seketika terhenti. Dia memalingkan wajah ke arah lain. Beranjak dari kasur lalu berjalan menuju ke ambang pintu. "Nggak penting, bukan urusanmu."

"Hen! Bilang saja padaku!"

Ketika Joshua ingin turun dari kasur, pintu kamar pun terbuka. Terlihat Budiman yang keheranan melihat mereka berdua saling bersisih tatap seperti dua anak kecil yang sedang berkelahi.

Budi hanya menyampaikan bahwa makan malam sudah siap di atas meja dan menunggu mereka agar mau menyusulinya. Pintu kemudian tertutup. Hendra menghela nafas panjang, seraya menghilangkan keraguannya.

"Oke, oke. Aku punya utang dengan preman-preman itu. Cuma aku belum bisa bayar sekarang. Jadi, aku berusaha untuk mengumpulkan uang agar mereka nggak menerorku kayak tadi."


Hlm 05 | Jendela Joshua

Jendela Joshua (End)Where stories live. Discover now