|CHAPTER 48| TENTANG MARATUNGGA II

Start from the beginning
                                    

Cakrawala kemudian berdiri, ia menggandeng Gabi. Mengantarkan anak itu sampai pintu pagar rumahnya.

"Dada... Hati-hati pulangnya ya Gabi..." Cakrawala melambai-lambaikan tangan seraya tersenyum.

Melihat hal tersebut, Maratungga semakin terisak.

"Bang Mara kenapa nangis? Badan Bang Mara sakit banget ya?"

"Ayo, masuk ke dalem, Bang." Cakrawala menuntun Maratungga. "Bang Mara udah minum obat?" tanyanya.

Maratungga hanya mengangguk.

"Bang Mara mau Cakra buatin apa?"

Maratungga menggeleng. Ia tidak ingin apa-apa.

——

Pukul setengah satu malam Maratungga bangun karena haus. Ia berjalan keluar kamar untuk mengambil air di dapur. Namun, saat keluar kamar perhatiannya mendadak beralih pada kamar Cakrawala. Ia mendengar suara sesenggukan.

Maratungga menarik tuas pintu kamar Cakrawala, namun pintu tersebut tidak terbuka karena terkunci dari dalam.

Maratungga lupa, setiap malam kamar Cakrawala memang selalu terkunci. Ia tidak jadi ke dapur, melainkan ke kamar Tigu untuk mengambil kunci cadangan.

Usai mendapatkan kunci cadangan itu, Maratungga membuka kamar Cakrawala. Ia tertegun saat melihat darah bercecer di depan pintu kamar, dan ketika ia telusuri ternyata Cakrawala duduk di pojokan kamar, membekap mulut sendiri supaya tangisnya tidak keluar dan tangan kanannya mengalirkan darah.

"Cakra!"

Panik, Maratungga menghampiri Cakrawala. Ia berjongkok. Seketika perhatiannya fokus pada luka sayatan di pergelangan tangan Cakrawala.

"Kamu habis ngapain?! Ha?!"

Tubuh Cakrawala bergetar, air matanya keluar, dan isak tangisnya masih terdengar meskipun mulutnya telah ia bekap.

Maratungga berdiri untuk mengambil kotak obat yang ada di dalam lemari kamarnya. Setelah itu ia kembali lagi.

Maratungga meraih tangan Cakrawala.

Mata Maratungga berkaca-kaca.

"Maafin Cakra hiks!.... Cakra bisanya cuma nyusahin Bang Mara..."

"Maafin Cakra... hiks!"

Maratungga membalut luka sayatan di pergelangan tangan Cakrawala dengan perban.

"Cakra mau ikut Bunda... hiks!"

"Tapi tiba-tiba Cakra inget sama Bang Mara... hiks!"

"Maafin Cakra..."

"Cakra inget, kalo Cakra pulang sama Bunda nggak ada yang rawat Bang Mara... hiks!"

"Maafin Cakra..."

Air mata Maratungga jatuh. Ia lantas menarik Cakrawala ke dalam pelukannya. Mendekapnya dengan sangat erat.

"Tahap akhir dari menyakiti diri sendiri adalah tindakan bunuh diri."

"Bawa Cakrawala ke rumah sakit jiwa..."

"Udah malem, Cakra bobok, ya?"

Masih dalam dekapan Maratungga, Cakrawala mengangguk. "Cakra mau bobok, tapi nggak bisa... hiks!"

2. NOT ME ✔️ Where stories live. Discover now