Bab 04 - Pak Budi, Joshua dan Ayahnya

Start from the beginning
                                    

     Hingga di sela-sela perbincangan haru itu, mereka berdua dibuat terperanjat dari kasur dengan kemunculan suara dentuman yang menghempas ke tanah. Joshua mencuat kepala pada jendela dan mendapati Budi sedang sibuk menurunkan beberapa perabotan rumah dari atas mobil pick up.

     Dia memutuskan keluar tak mengindahkan Hendra yang sedang kebingungan dan mengekor dari belakang.

     Tanpa instruksi panjang, dengan cekatan tangan-tangan langsung mengambil barang dari tangan urakan pria itu dari atas pick up lalu menurunkan ke bawah, disusul barang muatan lain seperti kasur, jam dentang, vas bunga, kipas angin, meja berlaci, dan beberapa kardus yang bertumpuk-tumpuk.

     Kemudian masing-masing dari mereka bertiga memasukkan beberapa barang ke dalam, dari ruangan satu ke ruangan lain dan meletakkan sesuai yang diarahkan oleh sang pemilik rumah.

     Sebagian isi rumah klasik itu memang kosong-melompong, sejak Joshua dan Hendra baru memasukinya. Terlihat barang-barang itu menjadi penambah dari kekosongan di dalam setelah mereka menaruh beberapa di antaranya.

     "Haduhh, gara-gara saya malah jadi ngerepotin kalian berdua," ungkap Budiman tak enak hati, menggaruk-garuk kepala yang tak gatal.

     "Nggak masalah Pak, anggap saja ini sebagai balas budi kami"

     Joshua mewakilkan diri menimpali, karena saat ini Hendra yang berada di bagian teras rumah masih saja bergelut dengan beberapa kardus yang tak tahu harus ditaruh dimana.

Budi langsung memberi arahan kepada Hendra, kemudian mereka berlalu  menuju ke suatu ruangan.

     Tinggal Joshua sendiri, menyibukkan diri dengan berkeliling bagian ruang tamu. Di sana terdapat jejeran pigura foto hitam putih yang tersusun di atas meja dan juga dua sampai tiga foto ukuran sedang terpampang di dindingnya.

     Joshua bisa merasakan nuansa kekeluargaan di tiap foto dengan latar yang berbeda.

     Terutama terdapat presensi Budiman dengan Mbok Susi di tengah-tengah kerumunan orang yang merupakan keluarga besar pria tersebut.

     Sesaat Joshua mengerutkan dahi, menyipit kedua mata ketika menangkap presensi yang familiar di salah satu foto bersama Budi. Entah itu sebuah kebetulan atau kekeliruan. Tangannya meraih pigura foto itu kemudian mendekatkan pandangan sembari mengecek apakah yang diduganya benar atau bukan? Sesekali mengelap debu-debu yang menghalau pandangan melalui ibu jarinya  kemudian bergumam, "Nggak mungkin."

     "Joshua?"

     Dia tersentak lalu bergegas meletakkan kembali pigura foto itu ke tempat semula.

     "Eum ... Pak."

     "Ya? Ada yang ingin kamu butuhkan?"

     Joshua menggeleng cepat.

     Dia bermaksud untuk menanyakan hal ini, tapi entah kenapa pikirannya seakan membuntu dan tak ada sesuatu yang ingin dikatakan selain mengiyakan semata.

     Pria renta itu menepuk dahi, terkekeh pelan yang malah seperti meledek dirinya yang salah tingkah.

     "Oalah toh ... Lim Joohwa. Kenapa saya bisa lupa. Kamu kan putranya Evans Chandra!"

     Budi masih terkekeh geli pada dirinya sendiri.

     Joshua langsung ternganga, dan beralih pada pigura foto tadi yang terdapat dua presensi yang merangkul satu sama lain, yaitu ayahnya dan juga Budiman.

Jendela Joshua (End)Where stories live. Discover now