22. Dua Sisi

406 36 2
                                    

Nuansa baru saja memejamkan matanya ketika suara ketukan di pintu kamarnya menggema. Dia berdesis pelan, namun tak urung kelopak matanya terbuka dan melirik ke arah pintu kamarnya yang sudah terbuka. Cewek itu berdecak ketika melihat siapa orang yang mengganggunya di jam istirahat ini.

Bara Tjahyadi.

Bara melangkah masuk lebih dalam ke kamar Nuansa dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celananya. Dari pandangan Nuansa, entah mengapa sosok kakak sepupunya itu berjalan seperti layaknya seorang model professional dengan tubuh tegapnya. Terlebih bisa dibilang, Bara mempunyai tampang di atas rata-rata. Jangan lupakan raut wajah datarnya itu yang menambahkan kesan seksi. Hell, kalau Bara tahu pikiran Nuansa yang memuji kakak sepupunya itu, sudah pasti Bara akan besar kepala. Seketika Nuansa langsung mendengus dalam hati.

Nuansa beranjak bangun, lalu membenarkan posisi duduknya menyandar pada kepala ranjang. "Sekarang apalagi? For your information, lo mengganggu waktu istirahat gue, Bang."

Bara duduk di tepi kasur, matanya menyusuri tubuh Nuansa dari ujung rambut sampai ujung kakinya. Lantas berdecak pelan melihat adik sepupunya itu tidak baik-baik saja. "Seharusnya itu jadi kalimat gue, Nuansa Tjahyadi! Sekarang apalagi yang buat lo kayak gini? Masih bertindak sok jadi pahlawan buat nyelametin orang? Percuma ada Taruna di samping lo. Apa perlu gue pecat dia sebagai gantinya?"

Nuansa menatap Bara dengan sinis. "Lo sentuh Taruna, lihat apa yang bakal gue lakukan sama aset-aset perusahaan lo."

Bara tersenyum miring. "Easy, Sist, easy. Itu juga bakal berdampak sama lo. Perusahaan gue, perusahaan lo juga. Jangan lupain, lo juga masih jadi pemegang saham kedua terbanyak di perusahaan." Dia mengacak-acak pelan rambut Nuansa. Membuat cewek itu menepis tangan Bara dengan sebal.

"Balik ke pembahasan kita tadi," kata Bara. "Mau jadi apaan lo kayak gini? Setiap gue lagi perjalanan bisnis, selalu nerima kabar, lo yang cedera karena tawuranlah, cedera karena kecelakaanlah. Abis ini apa, Sa? Lo sekarat? Kayaknya, lo mau terus buat gue jantungan ya, Sa."

Dengan refleks Nuansa menepuk bibir Bara dengan sedikit kencang. "Cangkemu. Minta banget gue slepet ya, Bang."

"Sakit, anjir!"

"Wakil CEO kok ngomongnya kasar."

"Cuma ada lo doang, santai."

Nuansa memutar bola matanya malas.

Suara ketukan pintu terdengar sekali lagi, tak berapa lama sosok Lila masuk setelah diizinkan oleh Nuansa. Lila membungkuk sedikit guna menghormati keduanya.

"Kenapa, La?" tanya Nuansa.

"Nona Muda, Tuan Selatan ingin bertemu dengan Anda. Tuan Muda sudah berada di ruang tamu lantai dua, apakah Nona ingin menemuinya atau tidak?"

Bara mengernyitkan dahinya saat menatap Nuansa, sedangkan cewek itu mengedikkan bahunya tak tahu. Selatan sama sekali tidak mengabarinya jika dia ingin berkunjung, oh mungkin saja sudah, tapi Nuansa tidak mengecek ponselnya lagi. "Suruh dia ke sini aja. Saya tunggu."

"Baik, Nona." Lila pamit pergi.

"Ada apaan lagi dia ke sini? Mau jenguk doang kayak waktu itu?" tanya Bara dengan mengejek. Nuansa memukul pelan lengan Bara.

"Jangan begitu. Waktu itu dia bantuin ngompres cedera gue. Lumayan, tau diri sedikit." Nuansa terkekeh, begitu juga Bara.

Suara ketukan pintu kembali terdengar. Selatan masuk setelahnya, dia terlihat membawa dua buah kantong plastik. Perkiraan Nuansa, salah satunya berisi buah-buahan dan satunya berisi salep seperti waktu itu. Padahal cedera yang Nuansa terima sekarang tidak begitu parah seperti yang lalu.

SELATANWhere stories live. Discover now