01. Bertemu Kembali

408 23 0
                                    


"Kia! Beliin Mama cabe dong! Tukang sayur udah di depan tuh!"

Kiara yang sedang rebahan menghembuskan napasnya. Baru saja membaringkan badan, udah di suruh lagi.

"Ck, apalagi sih, Ma? Mau rebahan sebentar aja gak bisa." sungut Kiara ketika sudah sampai di dapur.

"Alaah, bentar doang kok. Nih, cabe rawit 10.000," kata Mamanya sambil menyodorkan uang. Kiara merampas uang di tangan Mamanya dengan kesal lalu berjalan pergi.

"Kalo di suruh tu senyum! Jangan cemberut!" teriak Mamanya yang membuat langkah Kiara terhenti dan berbalik kembali menghadapnya.

"Gini?" tanya Kiara sambil menampilkan senyum termanisnya.

"Ya gak gitu juga kali," kata mamanya yang seketika bergidik melihat senyum Kiara seperti senyum joker.

Kiara berlalu begitu saja, setelah membuka pagar rumahnya, dia berjalan ke arah tukang sayur yang sudah di kelilingi ibu-ibu komplek.

"Bang, cabe rawitnya 10.000 ya," kata Kiara pada tukang sayur.

"Siip Neng," balas tukang sayur.

"Eh, Kiara! Belum kerja juga ya? Duuh kasian banget sih. Udah sarjana malah jadi pengangguran. Liat dong anak saya, baru lulus sarjana langsung dapat kerja," celoteh seorang ibu-ibu.

Kiara menatapnya sambil tersenyum walau di dalam hati dia mendongkol

"Ya syukur dong, Buk. Udah sarjana langsung dapat kerja," balas Kiara.

"Iya dong, gak kaya kamu," kata ibu itu yang membuat Kiara menghentikan pergerakan untuk membayar cabe.

"Maksud Ibu apa?" tanya Kiara.

"Lah, emang iya kok. Kamu tu cuma buang-buang duit aja sekolah, eh akhirnya malah pengangguran," balas ibu itu yang membuat Kiara tersulut emosi.

"Emang anak Ibu kerja dimana?" tanya Kiara.

"Saya gak tau anak saya kerja dimana, yang penting pokoknya dia udah kerja dan ngasih duit ke saya," balas ibu itu yang membuat ibu-ibu di sekitarnya berbisik-bisik.

Kiara terdiam. Dia pernah melihat Ana, anak ibu ini. Ana selalu berdiri di tepi jalan jika menjelang malam dengan baju kurang bahan, hingga nanti ada mobil mewah yang menjemputnya.

"Kita liat nanti Bu. Di antara kami, nasib siapa yang nantinya akan menyedihkan," kata Kiara.

"Maksud kamu apa?"

"Pikir aja sendiri," kata Kiara lalu melangkah pergi.

Kiara berjalan ke rumahnya dengan bersungut-sungut. Bukan kehendaknya menjadi pengangguran, dia sudah mencoba melamar kerja di beberapa kantor, tapi hasilnya nihil.

Langkahnya terhenti ketika melihat orang-orang banyak mengangkut barang masuk ke rumah kosong di samping rumahnya.

"Siapa yang mau pindah?" batin Kiara bertanya. Dia berjalan mendekat mengamati orang-orang yang mengangkut barang.

"Woii! Minggir dulu!! Berat nih!" Kiara terlonjak mendengar teriakan seseorang dan langsung menatap orang yang berteriak tadi.

Brak!

"Lo!"

"Lo!"

Keduanya saling tunjuk. Kiara menatap laki-laki yang seumuran dengannya itu dengan tatapan tajam.

"Ngapain lo disini? Jadi kuli angkut?" tanya Kiara bersedekap dada dengan cabe di tangannya.

"Sembarangan! Ini tu rumah gue!" hardik laki-laki tadi. Kiara yang mendengarnya terkejut.

"Ru-rumah lo?"

"Iya lah!"

"Ngapain lo pindah kesini?! Atau jangan-jangan lo sengaja ya ngikutin gue?" tuduh Kiara.

"Sembarangan lo! Mana sudi gue ngikutin lo!"

"Idiiih, gaya lo." cibir Kiara.

"Udah ah! Pergi sana lo! Itu ngapain bawa cabe segala? Mau ngasih gue? Sorry gue gak mau!"

Kiara baru tersadar ketika laki-laki itu mengingatkannya.

"Duuh! Mati gue! Gara-gara lo ni, gue jadi lupa!"

"Kok gue sih?! Lo sendiri kali yang pikun!"

"Enak aja lo!" hardik Kiara lalu berlalu pergi.

Sebelum pergi, Kiara menyempatkan diri berbalik melihat punggung laki-laki tadi yang perlahan hilang di balik pintu.

"Lo Ngapain muncul lagi sih? Dengan begitu sama aja lo membuka luka lama gue yang belum mengering," lirih Kiara pada diri sendiri, lalu berjalan menjauhi rumah tetangganya tersebut.

Dia lalu berjalan ke rumahnya sambil sesekali menendang kerikil kecil di jalan. Pikirannya terus berkelana kemana-mana, sebanyak ini orang di bumi tapi kenapa harus Alam yang menjadi tetangganya?

Kiara masuk ke dalam rumahnya lalu berjalan ke arah dapur dimana Mamanya sedang memasak.

"Nih, Ma. Cabenya!"

"Astagfirullahadzim! Kamu tu ya Kia! Kalau masuk itu nyapa dulu! Ini main masuk aja kaya demit."

"Mana ada demit secantik ini," kata Kiara dengan percaya diri.

Mamanya mencebik ketika Kiara memuji diri sendiri, entah mengapa dia mendapatkan anak yang tingkat kepedeannya tinggi, walaupun apa yang dikatakan Kiara ada benarnya juga.

"Itu ngapain di samping rumah berisik? Ada tetangga baru?" tanya Mamanya ketika tidak sengaja mendengar beberapa instruksi suara.

"Iya," balas Kiara lalu berjalan ke kamarnya.

_____ Bersambung _____

TETANGGAKU MANTANKU Where stories live. Discover now