25 | boleh gak?

38.2K 6.5K 4.6K
                                    

Jawaban Rei berhasil bikin Lanang garuk-garuk kepala.

Otomatis, Rei langsung sadar dengan gimana orang-orang dalam studio menatapnya. Dia melongo sebentar, refleks melihat ke arah Jella yang santai saja menyedot milkshakenya—Lanang beserta kru memang menyediakan snack, makanan dan minuman buat semua yang ada di studio hari ini. Tigra balas nyengir. Jenar sudah cemberut.

"Loh... katanya jawabnya harus jujur..."

"It's just a game." Jella mengedikkan bahu.

"Nggak cemburu?" Tigra berpaling pada Jella.

"Ntar juga ada gilirannya lo cemburu pas gue ngomongin Milan. Yah, kalau dapet pertanyaan yang mendukung sih."

"Oh..."

Rei mengerjap. "Hng... ini jadi mau diulang apa gimana? Aku bisa jawab ulang kok..."

"Nggak usah." Jenar bersungut-sungut.

"Jeje, jangan ngambek dong..."

"Nggak ngambek."

"Itu manyun."

"Mulut gue emang begini."

"Awas, nanti kualat terus mulutnya gitu beneran!" Rei meledek, lagi-lagi bikin Dhaka dan Tigra saling menatap.

Bukan apa-apa sih, tapi masih agak asing saja melihat Rei santai banget bersikap jahil kayak gitu di depan banyak orang, yang mana nggak semuanya dia kenal baik. Ini tuh kayak character development, kalau di-compare sama Rei jaman kuliah dulu.

Jenar menghela napas, terus menatap Rei. "Alasannya apa?"

"Sebenarnya tuh aku sempat bingung, Je. Soalnya yang memorable ada tiga. Satu yang sama Tigra, satu yang sama Papa aku, satu yang sama kamu."

"Nih kamu cuma mau hibur aku doang ya?" Jenar menyelidik.

"Dih, kok malah berburuk sangka gitu sih?"

"Habisnya!"

"Aku sempat bingung, tapi kalau dipikir lagi... kayaknya yang sama Tigra."

"Iya, kenapa?"

"Waktu itu di Bandung—"

"Oh... yang itu..." Tigra langsung connect.

"Masih inget?"

Tigra menjawab dari tempat duduknya yang berada di belakang kamera. "Iya, masih inget. Waktu itu kita jalan pas-pas-an lo ulang tahun itu, kan?"

Rei mengangguk. "Iya, ketika pas masih awal banget kita dekat. Itu ulang tahun pertama gue. Sebelumnya, saat SMA, gue biasanya rayain ulang tahun sama Mark, meski nggak pernah pake kue soalnya Mark tau gue nggak suka tiup lilin. Itu ulang tahun pertama gue setelah jadi mahasiswa dan gue udah mikir, 'wah, tahun ini udah jauh dari Mark'. Dia doang yang selalu rayain ulang tahun gue, jadi ya gue nggak expect banyak."

"Terus?" Jenar memburu, nggak mau jadi orang yang 'diabaikan' dalam percakapan.

"Tigra nggak bilang apa-apa, tapi pas kita ke kafe, pas lagi nunggu minumannya dianterin, tau-tau pegawai kafenya pada nyanyiin Selamat Ulang Tahun buat aku. To be honest, aku nggak bisa lupa."

"Bisa dimengerti." Jella manggut-manggut. "Tapi tahun-tahun berikutnya, anak-anak Sadewo kan selalu inget ulang tahun lo."

"Mm-hm, karena kita udah deket juga kali ya? I mean, udah sahabatan gitu."

"Oke." Jenar mengatupkan kedua telapak tangannya. "Next question?"

"Kamu belum jawab."

A Bunch of Daddy ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang