34

34K 1.5K 43
                                    

Melihat mobil Pak Revan terparkir di halaman, aku berjalan ke sana. Membuka pintu dan masuk ke dalam.

"Kenapa nggak ikut sarapan di rumah Pak?" tanyaku setelah memasang seatbelt. Bukan karena ingin dia ikut sarapan bersama kami, hanya saja aku sedikit heran Pak Revan tumben tidak masuk, biasanya dia tidak tahu malu menerobos dan sarapan bersama kami.

Tak mendengar ada yang menjawab, aku menoleh menemukan Pak Revan yang terus memandangiku. Matanya menyipit dan tatapannya fokus di wajahku.

"Kenapa ya Pak? Ada yang salah sama wajah saya?" aku kembali bertanya. Buru-buru aku mengambil ponsel di saku seragam, membuka kamera untuk melihat penampilanku.

Tidak ada yang salah, wajahku terlihat baik-baik saja, tidak ada bedak yang kurang rata aku juga nggak pake make up sehingga Pak Revan nggak mungkin marah karena melanggar peraturan sekolah.

"Apa yang kamu pake di bibir kamu?"

Refleks aku menyentuh bibirku, aku ingat kalau tadi aku pake lipbalm yang kemarin aku dan Tania beli di Mall.

"Ini lipbalm Pak," jawabku.

"Hapus!"

Aku menganga mendengarnya. "Kok di hapus Pak? Ini cuma lipbalm! Warnanya juga nggak keliatan jelas banget! Nggak melanggar peraturan sekolah!" belaku, karena memang lipbalm yang ku pakai hanya untuk melembabkan bibir dan warna pink-nya juga soft banget dan nggak keliatan kayak pake liptint atau lipstik. Sulit bagi orang melihat warnanya kecuali dia berada dekat di hadapanku.

"Tetap hapus! Ini juga melanggar peraturan!" ucapnya.

"Nggak mau! Orang lain juga pake nggak pernah di hukum pak!"

Rahangnya mengeras matanya tak pernah lepas menatap bibirku.

"Hapus sekarang atau saya yang hapus? Ucapnya penuh penekanan.

Aku menggeleng, "nggak bisa Pak ini cu-"

Aku terperanjat ketika Pak Revan
Menarik tengkukku mendekat. tak berpikir dua kali ia malah mendekatkan mulutnya, menghisap bibirku, dan lidahnya terus membelai-belai setiap sudut bibirku.

Mataku mengerjap, di saat kenyalnya bibir Pak Revan menubruk keras permukaan bibirku. Rasanya tidak sakit hanya saja aku terkejut.

"Kau sengaja memakainya sebelum menemuiku?" tanyanya setelah ia melepas tautan bibir kami.

"Anda terlalu percaya diri Pak!" kataku dengan napas sedikit memburu.

"Saya menyukainya!" ia mendaratkan sebuah kecupan di bibirku.

Lagi ia mengecup bibirku. "Manis," lanjutnya.

Aku memutar bola mata jengah. Tadi dia maksa hapus sekarang malah bilang dia menyukainya. Dasar aneh.

Kepala Pak Revan kembali menunduk, jarak wajahnya dengan wajahku semakin memendek.

Aku meletakkan telapak tanganku di mulutnya, membungkan bibir Pak Revan lalu mendorong wajahnya menjauh. Berhenti Pak! Saya bisa telat ke sekolah!"

Kekehannya terdengar. Ia mengangguk-angguk. "Benar, kita berangkat sekarang!" ujarnya. Tak lama kemudian, Pak Revan menginjak gas melajukan mobilnya menuju sekolahku.

Selama perjalanan tidak ada yang bersuara, hanya suara mesin mobil yang terdengar. Pak Revan bahkan tidak menyalakan musik untuk membunuh keheningan ini.

Setelah sampai, Pak Revan menghentikan mobilnya tepat di depan gerbang.

Tidak mau berlama-lama bersama Pak Revan, aku membuka pintu keluar dari dalam mobil tanpa pamit.

Mr.Teacher Pervert [Completed] Where stories live. Discover now