20

44.4K 1.9K 35
                                    

Saat aku masih kecil, aku pernah menanyakan pada papa apa pekerjaannya. Papa mengatakan kalau dia bekerja sebagai Kepala Divisi Perencanaan Konstruksi di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang Properti. Waktu itu aku hanya mengangguk, walaupun sama sekali tidak mengerti maksudnya.

Dan, aku tidak menyangka kalau orang yang dihadapanku ini CEO sekaligus pemilik perusahaan itu. Karena setauku bos papa adalah pria seumuran papa atau mungkin lebih tua dari papa. Karena aku pernah bertemu dengan beliau saat aku dan mama menemui papa di kantor.

"Ini semua saya lakukan demi kamu!"

Ahhh! Kata-kata itu membuatku tak berkutik. Aku meneliti mimik wajah pak Revan yang terlihat serius mencoba mencari tau maksud dari ucapannya itu.

Apa segitu inginnya dia menyiksaku hingga dia bahkan rela membuang waktu dan uangnya hanya untuk berpura-pura jadi guru demi mengikutiku?

Mungkin dia adalah pengusahan gabut yang kurang kerjaan. Apa pekerjaannya sebagai pengusaha tidak berat, sampai dia tidak punya kegiatan yang lebih berguna?

"Apa bapak stalker?" kata-kata bodoh itu malah yang terlontar. Tentu saja dia stalker.

Dia masih menatapku datar dengan wajah serius itu. Membuat suasana menjadi canggung.

"Apa yang membuatmu berpikir seperti itu?" dia membuang nafas panjang kemudian melanjutkan."Coba kamu pikir untuk apa saya melakukan hal gila seperti ini, yang sama sekali bukan gaya saya. sementara pekerjaan saya banyak, dan bahkan tidak punya waktu untuk tindakan bodoh ini, tetapi tetap saja saya melakukannya!"

Aku semakin tidak mengerti dengan jalan pikir pak Revan. Dan untuk apa dia mengatakan itu padaku.

Pak Revan berjalan mendekat membuatku takut refleks mundur.

Dia meraih bahuku menahan agar aku tetap di posisiku.
"Saya..."

"Bapak gila!" potongku cepat. Kontan tatapan matanya berubah tidak senang.

Pak Revan melepaskan tangannya dari bahuku. Kemudian tertawa dengan raut wajah aneh.

"Ya! Saya memang gila. Dan saya akan tunjukan gila itu seperti apa!" ucapnya sembari menatapku tajam.

Dengan gerakan cepat dia meraih tengkukku kemudian menempelkan bibirnya dengan bibirku. Melumat bibir atas dan bawah bergantian. Gerakannya terasa kasar dan menuntut membuatku kesulitan bernafas. pasti bibirku akan membengkak.

Sekuat tenaga aku mendorong dadanya hingga ia terpental kebelakang. Aku mengusap bibirku yang basah dengan punggung tangan dan menatapnya dengan tatapan marah.

PLAK!

Satu tamparan aku layangkan di pipi kanan pak Revan hingga dia mengahadap ke kiri.

Dia mengelus pipi bekas tamparanku, kemudian perlahan dia menoleh ke arahku dengan Iris matanya terlihat menggelap.

"Brengsek!" gumamku dengan nafas memburu. Pipiku merah padam akibat emosi.

Dia terkekeh, wajahnya terlihat menyeramkan walaupun dia sedang tersenyum membuatku sedikit takut tapi aku mencoba untuk tetap tenang.

Seketika wajah itu berubah menyeramkan, lalu ia mendorong bahuku, membuat aku yang sedang lengah terperanjat hingga terbaring di atas sofa panjang.

Saat aku hendak bangkit, secepat kilat dia berada di atasku seraya mata elang itu menatapku tajam.

Ia menyeringai, menunduk hingga hidung kami hampir bersentuhan.

"Kamu bilang saya brengsek, heh?" desisnya membuatku merinding.

"Pa-pak! Menjauhlah dari saya!" ucapku sedikit berteriak.

"Tidak akan!" jawabnya. Lalu dia mendekatkan bibirnya ketelingaku. Ku rasakan lidahnya yang basah dan hangat itu menyapu kulit telingaku. Kemudian menggigitinya pelan membuatku tanpa sadar melengguh.

"Lepaskan saya brengsek!" aku terus saja mendorongnya menjauh serta kakiku menendang udara dengan gerakan tidak beraturan.

Pak Revan seolah tuli, malah menurunkan bibir dan lidahnya mengikuti lekuk leherku. Bibir dan lidahnya bergantian mengecup dan menjilati leherku.
Tubuhku terasa panas dan kepalaku mendadak pusing.

"Pak saya mohon, lepaskan saya pak" pintaku memelas dengan suara yang bergetar. Tanganku memegang lengannya, mendorongnya, berharap agar dia segera bangkit.

Mataku memanas dan terasa buliran air menumpuk di pelupuk mata dan akan terjatuh membasahi pipi jika aku berkedip sedikit saja.

"Jangan sentuh saya bajingan! TOLONG! SESEORANG TOLONG!" teriakku panik. Rasanya aku ingin menertawai diriku. Mana mungkin mereka mau menolongku kalau berurusan dengan si kaparat ini.

"Ssssstt, diam dan nikmati saja baby!" ujarnya lalu kembali memagut bibirku. Dia menjilati kemudian melumatnya. Lama-kelaman gerakannya semakin liar dan lidahnya mencoba menerobos masuk tetapi aku menutup rapat bibirku.

Dia menggigit bibir bagian bawah, membuatku terkejut dan refleks membuka mulut. Tak menyia-nyiakan kesempatan, pak Revan langsung menelusupkan lidahnya dan menari-nari di dalam mulutku.

Merasa sudah kehabisan nafas, pak Revan melepaskan tautan bibir kami membentuk jalinan air liur.

Dia memandangiku dengan mata elangnya serta dada yang naik turun.

Sedetik kemudian dia kembali mendekatkan bibirnya. Tetapi aku menoleh ke samping hingga bibirnya malah mendarat di pipi.

"Sayang sekali, padahal saya ingin menciummu di bibir" ujarnya lalu berkali-kali mengecup pipiku.

Tangan pak Revan mulai merayap ke puncak dadaku, meremasnya lembut. Seketika aku berteriak. Pegangan tanganku di lengan pak Revan semakin kencang.

"Berhenti! Hiks!" aku menangis kencang, telapak tanganku berkeringat dingin serta tubuh yang gemetar ketakutan.

Ku rasakan pak Revan menegang. Wajahnya terlihat terkejut. Perlahan dia melepaskan tangannya.

Dengan cepat aku bangkit, bergeser mundur ke belakang sejauh mungkin darinya hingga punggungku terantuk lengan sofa.

Aku menyilangkan kedua tanganku di depan dada sembari menatapnya berang.

"Ara, saya..."

"Berhenti di situ! Jangan mendekat!" aku memperingati kala pak Revan hendak bergeser ke arahku.

"Maaf" gumamnya. Air mataku bertambah mengalir dengan deras bersama dengan ia yang mengangkat tangannya hendak menyentuhku.

Buru-buru aku menepisnya.
"JANGAN SENTUH SAYA BRENGSEK!" teriakku emosi.

Mengahapus air mata dengan punggungku tangan, aku kembali berucap." Jangan pernah tunjukkan wajah bapak dihadapan saya!" desisku sembari menatap pak Revan dengan sisa-sisa air mata yang mengenangi pelupuk mata.

Tanpa menunggu jawaban, lantas aku berlari menuju pintu kemudian membukanya dan langsung keluar dari ruangan itu.

* * *

Tbc....

Hohoho! Gimana menurut kalian part ini?

Jangan lupa vote dan komen ya!



Mr.Teacher Pervert [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang