e m p a t p u l u h s a t u

73.4K 9.3K 420
                                    

Hari minggu yang cerah, namun tidak dengan suasana hati Divney. Dari kemarin malam gadis itu tak kunjung keluar dari kamar, ia mengunci pintu dan membiarkan lampu tetap mati.

Gadis itu duduk di meja riasnya, memandangi pantulan bayangannya yang terlihat remang. Tampak gadis dengan rambut berantakan, mata sembab, menatap miris ke arah kaca.

"Gue mau kehidupan gue yang normal," paraunya dengan rasa cemas.

Tok... Tok...

Hingga tak lama kemudian, suara ketukan pintu membuat Divney memergik kaget, tak beranjak dari duduknya ataupun menyahut, gadis itu memilih untuk tetap diam saja.

"Gue ada urusan mendadak ke luar kota, gue mau bangun usaha baru, gak jelas juga kapan baliknya, soal kebutuhan lo ntar gue transfer!" seru suara dari depan pintu.

Mendengus kasar, Divney membanting lipstik di tangannya ke arah kaca, yang mengakibatkan kaca menjadi retak.

"Lo kenapa, anjing? Mabok?!" teriak Angelina, menggedor-gedor pintu.

"Pergi aja! Gausah perduliin gue! Gue bisa ngehadepin semua masalah gue sendiri!" balas Divney dengan spontan, gadis itu berhasil meluapkan amarahnya kepada sang Ibu.

Terdiam beberapa saat, Angelina menaikan satu alisnya, menyorot heran ke arah pintu yang masih tetap terkunci. Ia merasa seperti ada yang aneh dengan sang putri.

"Lo butuh duit? Kemarin gue dapet 600 juta, ntar gue kirimin ke lo yang 100-nya, terserah mau lo apain tuh duit," tutur Angelina.

Namun tidak dijawab oleh Divney, menghela napas lirih, Angelina geleng-geleng kepala, meraih koper di samping kakinya, lantas melenggang pergi menuruni anak tangga.

Suara mobil terdengar menjauh dari halaman, seketika itu pula Divney menjerit sekuat-kuatnya, sampai suara gadis itu terdengar menggema ke setiap penjuru ruangan.

Brugh

Divney menyungkurkan tubuhnya sendiri ke lantai, menjambak rambut kesal. Bahkan disaat seperti ini, tidak ada tempat baginya untuk menceritakan sesuatu yang sudah tidak bisa ia pendam sendirian. Gadis itu butuh seseorang.

"Gue gak butuh duit, gue cuman pengen bahagia. Udah!" erangnya, menahan tangis disaat air mata sudah berjatuhan membasahi lantai.

Beringsut duduk, dengan tangan sedikit gemetar, gadis itu meraih sebungkus rokok di atas meja rias, lantas merangkak menuju ke kamar mandi, menyalakan air lalu masuk ke dalam bath-up.

Rasa cemas yang tidak bisa ia utarakan, membuatnya bingung tanpa alasan. Gadis itu berendam di dalam bath-up dengan air yang terasa sangat dingin, sesekali menyesap rokok di tangannya, mata sayunya menatap lurus ke atap-atap plafon, sampai tidak sadar jika perlahan matanya memejam.

***

Gadis dengan bibir pucat pasi itu mulai melangkah memasuki gerbang, tubuhnya gemetaran, sepertinya ia sedang sakit, karena semalaman Divney tidak beranjak dari dalam bath-up yang berisikan air dingin.

Namun, ada yang aneh dengan hari ini, suasana sekolah tampak sepi, padahal Divney rasa dirinya sudah berangkat terlalu siang 10 menit sebelum jam masuk kelas, sedangkan jam masuk kelas di mulai pada pukul 08.00 pagi.

Untuk beberapa saat Divney menyorot heran ke arah beberapa anak yang berlarian ke suatu arah.

"Hei," panggil Divney kepada salah satu anak yang berlarian. "Pada mau ke mana, sih?"

Dengan napas ngos-ngosan, anak perempuan dari kalangan adik kelas Divney itu menunjuk ke sebuah lautan manusia, tempat semua anak berkerumun.

"A-anu, a-ada yang mau bunuh diri, Kak," jawabnya dengan napas tersengal.

"Siapa?"

"Kak Bella," pungkasnya lalu kembali berlari menghampiri kerumunan.

Seketika Divney tertegun dengan mata menyipit, rasa bingung dan penasaran langsung menyelimutinya, lantas gadis itu langsung berlari, membelah kerumunan, mendongakan wajah dan mendapati Bella sudah berdiri di rooftop gedung sekolah.

"Divney!" teriak Bella dari atas rooftop.

"Sekarang lo udah puas, 'kan? Lo udah puas liat gue hancur, hidup gue hancur, semua karena lo! Lo pasti puas banget? Dan kalian semua, pasti kalian juga seneng 'kan? Kalian bahagia jadiin gue bahan olokan. Emang kenapa kalo gue lonte? Emang pekerjaan gue ganggu hidup kalian? Hah! Oke, sekarang gue bakal nurutin komentar kalian, gue akan mati sekarang juga! Lonte miskin yatim piatu kek gue emang gak pantes berbaur sama anak orang kaya kek kalian! Bener kata kalian, gak guna gue hidup, karena hidup gue cuma jadi sampah masyarakat!" teriak Bella.

Sontak saja semua tatapan langsung tertuju ke arah Divney, membuat gadis itu makin memasang raut bingung.

"Jadi lo yang udah nyebarin video ini?" sahut Tristan yang tiba-tiba sudah berada di samping Divney, menunjukan layar ponselnya.

Membulatkan mata dengan bibir menganga lebar, Divney terperanjat kaget ketika sebuah akun tak dikenal mengunggah sebuah video Bella yang tengah melayani seorang lelaki tua di sebuah hotel, pada grup sekolah.

BRUGHH!!!

"Aaaaaarrrggghhh!!!"

Warga sekolah langsung dibuat menjerit histeris, sesaat setelah Bella benar-benar terjun bebas dari atas rooftop, dan terjatuh tepat di bawah kaki Divney.

Cipratan darah segar mengenai kaki Divney, gadis itu mematung dalam posisinya, kini lantai lapangan basket sudah dialiri oleh darah yang keluar dari kepala Bella.

Gadis yang sudah dalam keadaan sekarat itu membulatkan mata merahnya, setetes cairan merah menetes dari sudut mata, Bella tersenyum tipis ke arah Divney yang masih tetap tertegun.

"Lo menang," lirihnya, lalu memejamkan mata.

"Bella!" teriak Pak Hendar kaget bukan main, lantas beberapa saat kemudian suara mobil ambulan datang memberi bantuan.

Semua guru ikut berkumpul, Bella digotong menuju ke dalam mobil ambulan, sedangkan semua anak masih tertegun tak percaya dengan apa yang baru saja mereka lihat.

"Divney, lo udah keterlaluan!"

"Lo gak berhak menghakimi kehidupan Bella kaya gini!"

"Ini gak adil, Bella juga butuh keadilan!"

"Kalo Bella mati lo juga harus mati!"

"Kasihan Bella!"

"Dia cuman yatim piatu!"

"Dia cuman butuh uang buat kehidupan sehari-harinya!"

"Dan itu gak ngerugiin lo sama sekali, 'kan?"

"Divney! Gue gak nyangka lo sekeji itu!"

"Mending lo aja yang mati!"

"Dasar cewek gak punya hati!"

Seruan kontra dari semua orang membuat telinga Divney hampir tuli, kepalanya pusing, gadis itu memegangi telinganya erat-erat.

"Gue gak nyebar video ituuu!" jerit Divney.

Lalu suasana hening.

Selang beberapa saat seseorang menyahut, "Karena gue yang nyebarin!"

To Be Continued....

Bad AssociationWhere stories live. Discover now