27

2.6K 236 55
                                    

Waduuhh saya diserang hehe.
Sebelumnya kan aku udah pernah bilang kalau cerita ini gak menjanjikan bakal happy ending:(
Ya gimana???? wkwkwk aku harus apa??

Tenang aja, di part ini santai kok, so enjoy!!!

***

SMA kelas 2...

Ian dan Aga sedang bersantai mengisi kekosongan mereka. Harusnya, hari ini Ian ada latihan basket. Tapi, karena pak Jordan sedang sibuk, jadinya diundur besok. Saat ini mereka sedang berada di kamar Ian.

Aga rebahan di atas kasur Ian sementara Ian di atas sofa. Mereka sejak tadi sibuk membicarakan masa depan mereka. Apa yang akan mereka lakukan jika sudah dewasa nanti.

"Yan, lo ntar kuliah?" tanya Aga.

Ian menghela nafas kemudian menatap Aga. "Udah 1000 kali lo nanya itu ke gue!" jawab Ian. "Iya!!!" lanjutnya menjawab pertanyaan Aga.

Karena Aga termasuk orang yang pelupa, dia hanya tersenyum kikuk. Ia memiringkan tidurnya dan kini menghadap Ian. Ia menatap sahabatnya itu.

"Lo mau jadi apa?" tanya Aga lagi.

"Teknik."

Aga mengangguk. Dia juga sebenarnya sudah berpikir untuk kuliah di luar negeri. Bahkan, Aga sudah mencari-cari beasiswa untuk bisa kuliah di sana.

"Kenapa lo gak nyoba HI?" tanya Aga lagi.

"HI IPS tolol! gue kan IPA! kalo lo, iya bisa, lo aja ngambil HI."

"Lah? emang IPA gak boleh? boleh-boleh aja kali."

"Ya... gue kan mau ngejar jalur undangan."

"Oh... yaudah semoga gak keterima biar lo ngambil HI," Aga terkekeh yang kemudian langsung menerima lemparan benda dari Ian.

"Temen macam apa lo? doain temennya yang enggak-enggak," bentak Ian.

Aga masih tertawa di atas kasur. "Loh? kok yang enggak-enggak? HI itu menjanjikan loh pekerjaannya? diplomat, duta, dll, siapa tau lo kerja di kedutaan ntar?"

"Gak! gue gak mau keluar Indonesia."

Saat itu juga senyum Aga memudar perlahan. "Kenapa?" tanyanya. Dia pun masih setengah-setengah untuk mencari beasiswa ke luar negeri itu.

"Gue mikir kalo ntar terjadi apa-apa sama orang tua gue, gue gak bisa apa-apa, dengar suara mereka aja gue gak bisa, gue harus melihat visual mereka secara langsung."

Tak ada lagi kata yang bisa Aga ucapkan. Dia hanya terdiam. Sebenarnya, niat untuk kuliah di luar negeri sudah ia tanamkan sejak kelas 1 SMA. Aga memang selalu memikirkan masa depannya. Bahkan, kalah orang bertanya Aga jadi apa, dia bisa jawab sekarang juga. Dia berbeda dari remaja yang lainnya. Walaupun dia pelupa atau bahkan sedikit bebal. Tapi dia masih bisa diatur.

Setelah tiga bulan Ian dan Aga saling berjauhan. Aga pun mulai mendaftarkan dirinya. Ia mengikuti beasiswa untuk tahun depan di universitas terkenal di London. Dia juga sudah membicarakannya ke wali kelas serta orang tuanya. Hanya satu orang yang belum dia kasih tau dan ia bingung cara memberitahunya.

Ian & Aga ✔️Where stories live. Discover now