8. Epilog 🍎

560 115 33
                                    

Terima kasih guys udah temani sampe part ini. Cerita ini akan selesai ya. Sampai jumpa di karya baruku yang berjudul Alessio. Much love ❤❤

🍎🍎🍎

Bergetar, dengan tangan yang bergetar Lucky menyibak selimut itu. Cowok di balik selimut, masih setia memejamkan mata. Ia tidur dengan damai. Ia telah berpulang.

Waktu pertemuan yang begitu singkat terjadi di kisah Lucky Apple. Di mana ada pertemuan, di situ juga ada perpisahan. Dan, sudah waktunya Apple mengucapkan selamat tinggal kepada kita semua.

"Pak," lirih Lucky.

Nasib telah menjadi bubur. Ribuan penyesalan tidak akan menghidupkan Apple kembali. Cowok songong itu mati, karena menyelamati Lucky.

"Aduh, jangan bercanda, Pak." Lucky mengusap air matanya yang mulai mengalir. "Gak lucu tau."

"Pak." Lucky menggoyangkan tubuh Apple pelan. "Bangun dong. Jangan tidur mulu."

Tidak ada jawaban. Lucky menghela napas kasar.

"Hati Lucky kok sakit ya rasanya? Baru pertama kali lihat orang meninggal. Apa yang harus kulakukan? Apa nangis tersedu-sedu?"

Air mata Lucky mulai membasahi selimut penutup tubuh Apple yang dingin.

"HUWAAAAAAAA!!"

"Buset!" Kang parkir menutup telinga. Suara mewek Lucky terdengar cempreng dan menusuk.

"Udahan yuk Lucky, kita keluar. Biarkan tim jenazah membereskan jasadnya." Nana menyentuh kedua bahu Lucky lembut, tapi Lucky masih setia nangis di samping Apple.

"Pak Apel, Lucky takut setelah bapak mati ini, kehidupan berikutnya jadi apel beneran." Masih sempat-sempatnya Lucky mengatakan hal itu di tengah tangisannya.

BRAK!

"Saya dengar anak saya masuk rumah sakit. Bagaimana kabarnya?" Seorang pria paruh baya berdiri di ujung pintu dengan gagah. Ia mencari keberadaan anaknya dan dapat ia temui dalam sekian detik. Pria itu spontan berlari ke arah anaknya yang terbaring di atas brankar.

"Avokad. Kamu datang juga." Nana mengusap punggung suaminya itu.

"Hei, bangun Apel!" Avokado menampar pelan wajah anaknya, tapi tidak ada respon.

"Dia udah pergi ...," sahut Nana kecil. Wanita itu berusaha untuk kuat. Tidak meneteskan air mata.

"Apa yang sebenarnya terjadi?!" Dengan tatapan tajam, Avokado mencari jawaban di mata Nana.

"LUCKY!" Suara Lucky mencuri perhatian Avokado.

"Gara-gara mau selamatin Lucky, pak Apple jatuh dari genteng. Tapi Lucky punya saran deh, Pak. Itu temboknya masa pendek banget. Gak heran Pak Apple bisa terjun bebas di sana. Mendingan cepat tinggiin, deh. Lebih bagus tingginya sampai nyentuh langit. Atau gak, sediain parasut gitu. Jadi kalau ada yang lagi di sana bisa pakai parasut untuk berjaga-jaga."

"Saran yang bagus. Nanti akan saya pertimbangkan." Avokado mengangguk-angguk kemudian tersontak. "Eh, saya bukan mau bahas hal itu, tapi saya mau minta tanggung jawab kamu! Hei bocil labil, gimana caranya kamu kembaliin nyawa anak saya? Hah?!"

Benar sekali. Lucky harus membayar nyawa Apple pakai apa? Mobil? Rumah? Tidak, Lucky itu kan kismin.

Lucky menggigit bawah bibir. Akhirnya ia membuat keputusan. Matanya jelatan untuk mencari sesuatu. Ah, itu dia!

Lucky segera meraih pisau buah di atas meja. "Bunuh Lucky, Pak alpukat. Lucky bayar pakai nyawa Lucky!"

Avokado tercengang sama sikap Lucky.

"Buruan, Pak. Tuh ada tante pisang sama kang parkir jadi saksi mata. Kalau bapak bunuh Lucky, nggak akan masuk penjara karena ini permintaan dari saya."

Boleh juga anak ini, Avokado ngebatin. Avokado kagum sama rasa tanggungjawabnya Lucky dari masalah.

"Jangan bunuh dia, Avokad. Saya nggak mau tanganmu ternodai." Nana menarik Avokado supaya menjauh dari Lucky. Lalu, mengambil pisau dari tangan Lucky. "Berikan tante pisaunya. Jangan main-main. Itu bahaya."

"Jangan buat saya merasa hutang nyawa, Tante Pisang." Lucky mengeluarkan satu pisau yang entah ia dapat dari mana lagi. Banyak amat Bund pisaunya.

"Kalau Om Alpukat nggak mau tangannya ternodai, gapapa biar Lucky sendiri." Lucky tersenyum getir kemudian mengusap wajah Apple.

"Pak Apel, Lucky segera menyusul biar nggak kesepian di sana. Tau gak, sih? Dari dulu hidupku selalu ketimpah sial, tapi semenjak ada Pak Apple, hidupku nggak pernah sial lagi. Kalau sekarang Lucky disuruh hidup tanpa pak Apple, rasanya percuma. Lucky akan ketimpah sial lagi. Lucky lelah sama kesialan-kesialan ini."

"Untuk Tante Pisang, makasih ya udah bantuin Lucky pas lagi kesusahan cari kerja," sambung Lucky tersenyum kepada Nana.

"Jangan ngelakuin hal bodoh, Lucky. Berikan tante pisaunya ya."

"Jangan dekat-dekat! A-atau enggak, Lucky tancapkan pisau ini di badan pak Apple." Ancam Lucky sembari mengarah pisau ke atas perut Apple.

Apple be lyke: gue udah mati aja masih mau dibunuh. Sialan lo, Lucky.

"Aduh, jangan dong." Kali ini Avokado memohon.

"Iya, jangan pliiiis. Dia tuh anak yang paling narsis, paling jaga penampilan, jangan bikin luka di tubuhnya atau nggak dia bakalan marah-marah." Nana berusaha mendekati Lucky sembari bicara.

"Jangan dekat-dekat!" Lucky mengikis jarak pisau dengan perut Apple.

"I-iya. Tante mundur."

"Bagus." Lucky tersenyum untuk terakhir kalinya. "Lucky, duluan ya."

Belum ada yang sempat merespon, Lucky sudah mengayunkan pisau dan menancapkannya ke perut. Detik berikutnya darah segar mengalir.

Mata semua orang membola. Mereka benar-benar shock melihat tingkah Lucky.

"Ku-kuburkan sa-ya di-di sebelah pak Apple," pesan akhir dari gadis yang menyamar jadi laki-laki itu. "Kisah Lucky Apple telah usai."

~Hasemeleh hasemeler hasemelek hasemerem. Lucky Apple Tamat~

🍎🍎🍎

Hallo all, kaget gak lihat cerita ini udah tamat?
Hehe.
Kaget gak kaget, faktanya memang cerita ini udah selesai. Cukup sampai sini aja.

Mau gimana lagi? Tokoh utamanya juga udah meninggoy. Author mau sibuk, gak sempat buat cerita.

Pertemuan Lucky Apple yang konyol, kisah mereka yang lucu, semoga terus dikenang kalian yaaa 🍎🍎

Makasih banyak ya untuk kalian udah baca cerita ini sampai selesai.

Babay. Sampai jumpa di ekstra part ya.
Masih ada ektra part biar ceritanya enggak kependekan 🍎

Next, ekstra part 👇

Lucky Apple [Pindah Ke Joylada]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang