Teguran Tuhan Merubah Hidupku - Zennyarieffka

91 11 0
                                    

Cerita ini ditulis oleh penulis Wattpad Stars Zennyarieffka
Silakan kunjungi profilnya untuk menemukan cerita menarik lainnya.

***

Teguran Tuhan Merubah Hidupku
Oleh
Zenny Arieffka

Hai, namaku Aliya. Aku hanya ingin berbagi sedikit cerita dengan kalian. Cerita hidup yang pernah menimpaku dan mungkin tak akan pernah kulupakan sepanjang hidupku.

Semua bermula, saat usiaku 18 tahun. Aku adalah anak satu-satunya dari keluarga yang cukup berada. Semua keinginanku dituruti oleh kedua orang tuaku, membuatku menjadi sosok yang manja, suka seenaknya sendiri, dan juga ... sering menyepelekan orang.

Kasih sayang yang dicurahkan oleh kedua orang tuaku memang cukup berlebihan. Aku tidak bisa mandiri, dan tak jarang, aku juga menjadi sosok pembangkang bagi kedua orang tuaku. Semua itu karena ayah dan ibuku yang hampir tak pernah menegurku meski aku salah.

Aku memiliki banyak teman, banyak pujian dan penghargaan yang kudapatkan karena mungkin status sosial yang kumiliki juga mempengaruhi hal itu. Aku merasa tak terhentikan. Aku merasa bahwa bahwa saat itu, semuanya ada dalam genggaman tanganku. Tak ada yang bisa menjatuhkanku, tak ada yang bisa merenggut semua ini dariku.

Aku mulai lupa diri, dan aku mulai lupa untuk bersyukur ....

Suatu hari, teguran itu datang. Ketika tiba-tiba aku mendapatkan kabar bahwa ayahku mendapatkan serangan jantung. Dia dilarikan ke rumah sakit karena tak sadarkan diri. Ibuku mulai menangis, dia bahkan tak menghiraukan aku yang tampak shock dengan kabar itu.

Ya, bagaimana tidak. Ayahku masih bugar di usianya yang baru menginjak Lima puluhan. Dia masih suka olahraga, makan-makanan sehat, dan sejenisnya. Tapi, kenapa tiba-tiba dia mengalami serangan jantung? Ini tak masuk akal.

Ibuku masih tak berhenti menangis, bahkan ketika ayahku sudah dipindahkan ke ruang ICU. Ibuku setia berada di sisinya, meski ayahku tampaknya tak ingin membuka matanya.

Jujur saja, ini adalah pertama kalinya aku mengalami pukulan seperti ini. Seumur hidupku, aku merasa semuanya tampak sangat sempurna. Aku tak pernah memikirkan hal-hal seperti ini akan terjadi. Nyatanya ... semua ini benar-benar terjadi ....

Aku hanya bisa mematung menatap ibuku yang menangis, sesekali menatap ayahku yang masih terbaring tak sadarkan diri ....

Hari-hari mulai berlalu. Ayahku tak menunjukkan kemajuannya. Biaya rumah sakit mulai membengkak. Ibuku bahkan harus menjual beberapa aset keluarga untuk biaya rumah sakit. Aku merasa bahwa hidupku mulai berubah. Beberapa teman mulai menjauhiku, yang lain bersikap seolah-olah tak melihatku jika aku berada di sekitar mereka. Hidupku berbalik 180 derajat.

Aku marah! Aku kecewa! Tapi, aku tidak tahu harus menumpakannya pada siapa. Semuanya terjadi begitu saja, aku tak mungkin marah kepada ayahku yang masih berjuang antara hidup dan matinya. Aku juga tak mungkin memarahi ibuku yang masih setia untuk percaya bahwa ayahku akan sembuh dan kembali seperti sedia kala meski harus menghabiskan semua yang kami punya ....

Akhirnya, aku memutuskan untuk menyendiri. Menjauh dari teman-teman yang tampaknya tak ingin berteman denganku. Aku masih memiliki teman, tapi hanya satu dua, dan aku bersyukur bahwa mereka masih mau berteman denganku ketika keadaanku sedang seburuk ini.

Waktu mulai berlalu ... ayahku membuka matanya lagi ketika semua yang kami miliki telah benar-benar habis. Bahkan, untuk tempat tinggal saja, aku dan ibuku harus menumpang di rumah tanteku. Ayahku mulai sadar, tapi kesehatannya tak bisa pulih secepat yang kami inginkan.

Kalian tahu apa yang kurasakan saat itu? Aku merasa lega, aku merasa bahagia, tapi aku juga merasa sedih.

Aku lega karena perjuangan ibuku yang setia pada ayahku dan percaya bahwa ayahku akan kembali pada kami ternyata tak sia-sia. Dia benar, ayah akan kembali meski harus menghabiskan apa yang kami miliki.

Aku bahagia, ketika melihat ibuku menangis penuh haru sembari menciumi pipi ayahku. Selama ini ... aku hampir tidak pernah melihat hal itu. Bukan karena ayah dan ibuku tak pernah melakukannya, tapi karena aku yang tak pernah memperhatikan mereka. Kulihat Ibu sangat bahagia, seakan-akan separuh nyawanya yang terbang kini kembali lagi padanya. Aku seakan-akan melihat bagaimana wujud cinta sejati yang sebenarnya, aku seakan-akan ditunjukkan bahwa selama ini, aku dibesarkan dengan cinta dan kasih sayang yang tulus namun aku malah tumbuh menjadi pribadi yang sebaliknya, sombong, dan tak pernah bersyukur ....

Kemudian ... aku merasa sedih, bukan sedih dalam artian yang buruk, tapi sedih karena aku sadar bahwa selama ini aku belum menjadi anak yang baik untuk mereka ....

Aku hampir kehilangan ayahku saat aku belum bisa memberikan kebahagiaan untuknya, padahal selama ini, dia berjuang untuk membuatku bahagia. Bayangkan saja jika dia tak bisa bertahan, mungkin aku akan sangat menyesal ....

Kini .... beberapa tahun berlalu setelah kejadian itu, kehidupanku sudah berubah. Keluargaku yang dulunya memiliki usaha pertokoan, memiliki rumah besar, dan beberapa aset mahal, kini hidup sederhana di sebuah rumah kontrakan di pinggiran kota.

Ayahku sudah sembuh, dan dia mulai membangun kembali usahanya, dari nol, tentunya. Ibuku mulai membuat bisnis makanan rumahan, sedangkan aku... aku sudah cukup puas ketika bisa melihat mereka berdua bahagia dan menua bersama. Eitts, jangan salah. Aku juga sudah bekerja, aku bukan lagi anak manja yang tidak mandiri dan suka membangkang seperti Aliya beberapa tahun yang lalu. Aku sudah menjadi seorang penulis artikel di sebuah website besar di negeri ini. Mungkin, hasilnya tak banyak, tapi aku mensyukurinya.

Tujuan hidupku kini hanya satu, yaitu membuat kedua orang tuaku bahagia sebelum Tuhan mengambil mereka dariku. Karena kini, satu hal yang kupercaya, bahwa tak ada yang kekal di dunia ini.

Jika kalian pernah merasakan hal seperti yang kurasakan saat itu, atau mungkin, jika kini kalian sedang merasakannya, kuharap kalian bersyukur dan tak terlena dengan apa yang kalian punya hingga melupakan siapa kalian dan dari mana kalian berasal. Karena ... aku tidak mau apa yang kualami juga kalian rasakan.

PS. Apa kalian bertanya tentang teman-temanku sebelumnya? Seorang sahabat pernah berkata, bahwa untuk memiliki teman sejati, kalian harus melewati seleksi alam. Apa yang kualami beberapa tahun yang lalu merupakan seleksi alam tersebut. Jadi, jika saat ini kau sedang terpuruk dan teman-temanmu sedang pergi menjauhimu, jangan sedih, seleksi alam sedang terjadi di lingkar pertemananmu ....

Ramadan: Komunitas dan StarsWhere stories live. Discover now