Perang yang Lain - Bagian 2

624 58 18
                                    

anyway, makasih banyak banyak buat kalian yang gak beranjak, meski aku sering hilang sejenak. :*



Perang yang Lain-2

Sementara itu, di sisi lain bangunan SMA Cavendish, si empu ransel sedang berjalan menyusuri koridor lantai empat—kompleks laboratorium Sains; Fisika, Kimia, dan Biologi. Dirangkulnya bahu sang teman SMP sembari menjelaskan ruangan demi ruangan, dan diselingi obrolan tentang Lexi.

"Jadi, lo udah lama jadian sama cewek itu?" si teman SMP—Angelo bertanya.

"Gak jadian, sih. Kami cuma deket." Itzan menjawab, melepas rangkulannya pada bahu Angelo.

"Lo tapi sayang sama dia, kan? Soalnya gue lihat, dia udah kelelep tuh sama pesona lo." Angelo membuntuti Itzan yang membukakan pintu laboratorium Kimia.

"Kelelep, lo kira gue sungai?"

Angelo hanya tertawa kecil, memandang sekeliling ruangan.

"Ya, kalau lo jadi gue, lo bakalan sayang gak sama Lexi?"

Angelo mengalihkan pandangannya dari rak gelas ukur pada Itzan. Lelaki yang masih mengenakan jas kebanggaan SMA Cavendish itu bersidekap. "Gue, jadi lo? Ngelirik Lexi sebagai cewek pun gue ogah."

Itzan mengernyit. "Hei ..."

"Itzan, seriusan, dia kayak angkuh banget, gak sih?"

"Kalau ini karena pertemuan pertama kalian, ya lo coba maklum kan bisa. Gak semua cewek—"

"Tapi biasanya, nih, ya, adat orang kenalan tuh ya paling gak senyum ramah, kek, kalau gak mau salaman. Lo tau, lo lihat gak raut dia pas lo ngenalin gue ke dia?"

"Ya mana gue lihat dia, gue kan lihat lo, Njel!"

"Ck! Dia tuh lihat gue, kayak dia ini anaconda, dan gue ini cuma ulet bulu yang kayak—oh, ini cowok bukan level gue."

"Cih! Mana ada kayak gitu."

"Iya, Itzan! Angkuh banget. Fake a smile, kek, kalau pun dia gak suka. Kasih kesan pertama yang ramah, kek?!"

"Ya, lo coba dong, jangan judge person by kesan pertama. Lagian, ya, gue mending sih kayak Lexi, gak pakai fake-fake segala."

"Okay." Angelo mengangkat kedua tangannya ke udara. Berbalik, menatap deretan rak gelas ukur kembali, ia melanjutkan, "So in conclusion, lo juga udah kelelep sama si cewek angkuh itu."

Itzan hanya merotasikan kedua irisnya, enggan menanggapi. Dalam hati, ia mulai resah, merasa jika teman baiknya dan gadis yang mulai ia suka tidak akan bisa bekerja sama.

Moga gak akan pecah perang antara Angelo dan Lexi. Karena kalau sampai iya, ada perang di antara mereka, gue bakalan pusing sampai ngantuk, bingung mau jadi panglima perang kubu mana.

**

2 Minggu lalu

Lelaki kurus tinggi itu mematut dirinya di depan cermin kamarnya. Diliriknya seragam sekolah barunya yang baru saja diberikan sang mama. Kemudian, pandangan lelaki itu kembali pada sosok yang sama persis dengannya itu. Ia mendekatkan pandangan, menatap tajam pada refleksi iris hitam pekatnya. Menghela udara panjang hingga membuahkan kabut pada cermin, Angelo Benavent mantap berujar pada dirinya sendiri.

"Get rid everything in front of your sight, Angelo. Being number one and make your parents proud is your priority, from now on. After all those hard works they have done to you. You have to paid them back!" Kemudian, kepala lelaki itu mengangguk mantap, menyisir rambutnya ke belakang dengan jemarinya. Senyum tipis pun ia tampilkan untuk dirinya sendiri.

Breakeven (Ex, Lover, Enemy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang