Kehadirannya - Bagian 2

373 57 14
                                    

Iya, sama. Aku juga gak bisa benci sama Aldeva.

Tapi enggak. Nanti aku akan bikin kalian benci sama Aldeva, pada waktunyaaaa.



Kehadirannya-2

"Dev, lepasin aku." Lagi, Lexi berujar dingin.

Bukannya melepaskan, Aldeva malah semakin erat memeluk Lexi. Dibisikkanya kembali pengakuan rindu itu, sambil mencium singkat puncak kepala Lexi.

Iris Lexi terpejam. Sebongkah kerinduan yang tadi sempat terkubur oleh kejutan yang diberikan Itzan, naik ke permukaan. Seolah meminta Lexi untuk mengakui bahwa ia pun mengharapkan kehadiran lelaki yang sedang merengkuhnya ini di hari ulang tahunnya.

Tapi tidak. Ini tidak boleh terjadi. Lexi tidak ingin kembali tenggelam pada kesedihan jika ia terus membiarkan Aldeva merengkuhnya. Maka, ditepisnya rengkuhan Aldeva. Lexi menatap lelaki itu tajam. Menggeleng, Lexi mengangkat satu tangannya.

"Cukup, Dev. Please, pulang. Ini udah malam," ucap Lexi, mengayunkan langkah meninggalkan Aldeva. Baru dua langkah, lengannya ditarik kuat hingga gadis itu kembali ambruk dalam rengkuhan Aldeva. "Dev, aku mohon jangan kayak gini. Lepasin aku!"

Aldeva menggeleng, semakin erat memeluk Lexi. Ia tidak akan membiarkan gadis kesayangannya pergi. Tidak. Mungkin ia sudah tidak memiliki hubungan lagi dengan Lexi. Namun, ia telah memiliki rencana untuk kembali mengajak Lexi menjalin hal baru. Hal yang akan didasari oleh ketulusan. Aldeva berjanji kali ini. Ia akan memperbaiki semuanya.

"Aku gak akan lepasin kamu. Gak akan pernah."

Ck! Lexi sekuat tenaga mendorong tubuh Aldeva. Berhasil, rengkuhan itu terurai. "Don't you dare to touch me again, Dev. Or I never wanna see you again!" hardik Lexi.

Aldeva menelan saliva, mendengar peringatan yang baru saja Lexi ucapkan. Itu bukan gertakan. Itu seperti sebuah janji. Oh, lihat sorot Lexi yang semakin tajam menatapnya. Gadisnya sedang marah. Dan, Aldeva tidak tahu apakah ini akan berhasil seperti sebelumnya. Namun, ia akan mencoba.

Secepat kilat, Aldeva menarik tengkuk Lexi dan mencium bibir yang sangat ia rindukan itu.

"What the fuck, Dev!!" Lexi berseru marah, mendorong Aldeva sampai lelaki itu terdorong mundur beberapa langkah.

"Lexi... aku minta maaf. Aku—"

"Ya, aku sekarang miskin. Tapi bukan berarti aku gak punya harga diri! Bukan berarti kamu bisa seenaknya ngelakuin apa pun itu yang kamu mau, hanya karena orang tua kamu bisa lakuin apa aja untuk menutupi kesalahan kamu. Pergi, dan jangan temuin aku lagi." Lexi berujar marah, melangkah lebar-lebar meninggalkan Aldeva. Beberapa kali menepis tangan Aldeva yang berusaha meraihnya, Lexi lalu membanting pintu ruang tamu, menutupnya rapat. Diabaikannya gedoran dan panggilan Aldeva di luar. Lexi sudah benar-benar kewalahan. Ia tidak ingin kehilangan kendali.

Ah! Sialan!

**

Manik cokelat terang itu tinggal beberapa watt saja. Kantuk sudah melandanya sejak tadi belajar Math bersama Lexi tadi. Namun, sebisa mungkin Itzan mencoba bertahan. Ia memiliki janji yang harus ia tepati—bernyanyi untuk sang tuan puteri yang berulang tahun hari ini.

Itzan menghela napas panjang. Ia kembali menguap lebar. Ditatapnya kasur yang sedari tadi seolah sudah merayunya dengan bisikan janji-janji yang membuat Itzan tergiur.

"Argh! Dia lagi ngapain sih?!" Itzan menggerutu, meraih ponselnya hendak menghubungi Lexi. Saat gadis itu lebih dulu meneleponnya. "Setengah dua belas, baru telepon? Dia abis ngapain coba?!"

Breakeven (Ex, Lover, Enemy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang