Mereka mulai menyiramku, memotong rambutku asal, menjambak hingga aku merasakan ubun-ubunku sakit, menumpahkan saus dan kecap ke kepalaku.

Ironis

Aku tak bisa mendeskripsikan begitu banyak yang kualami, terlalu trauma untukku putar kembali setiap kejadian memalukan itu.

Disaat posisiku seperti itu yang aku harap Alga datang menolongku, seperti kisah romansa lainnya, namun hingga semua pembullyan itu berakhir Alga tidak datang, dia tidak datang untuk menolongku.

Aku meringkuk dan menangis dalam diam, meratapi diriku yang sudah tak berbentuk seperti sebelumnya.

Mereka bertiga pergi dan hanya meninggalkan satu kalimat yang selalu ku ingat.

"Inget ya, lo itu cuman jadi perantara antara Alga sama Cika aja, oh iya, lo juga gak usah ngarep dia bakal nolongin, dia lagi have fun sama Cika sahabat lo sendiri!"

Gabby dan kedua temannya tertawa sebelum akhirnya pergi, itulah kalimat yang membuatku sedih.

"Kenapa ... gue gak bisa bahagia, kenapa nasib gue begini, kenapa ... hiks, sakit banget denger lo sama yang lain, Ga, sakit banget."

Aku meringkuk dalam isak tangis, sebelum akhirnya aku melangkah keluar dan pulang ke apartemenku.

Keesokan harinya aku melihat alga sudah berubah, dia menjauh, menjaga jarak demi kekasihnya yaitu sahabat aku sendiri.

Cika adalah sahabatku sejak pertama kali masuk SMA sama seperti Alga. Namun, sekarang dia menjauh dariku.

Benar-benar jauh dariku sama seperti alga yang menjauh. Alga juga pindah tempat duduk, disitu aku tau posisiku hanyalah sebagai Perantara.

Flashback Off🔒

Bayangan masa lalu itu menusukku kembali, dia begitu jauh, berubah itu karena aku, karena jika aku tidak ada maka semua tidak akan terjadi.

Aku membuka laci dan menampilkan album kenangan yang memang seharusnya sudah kuberikan untuk alga dihari ulang tahunnya dulu.

Aku membuka laci dan menampilkan album kenangan yang memang seharusnya sudah kuberikan untuk alga dihari ulang tahunnya dulu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Hiks contohnya begitu ya kira-kira, awokawok biar ada bayangan dikit.)

Aku menatap sebelum akhirnya kumantapkan hatiku untuk memberikannya, kuharap dia mau membalas perasaan ini walau hanya sedikit.

Aku coba menge-chatnya. Berharap dia membalas pesan kali ini.

(Wkwk Oma mager ngetik, yes, jadi begitulah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Wkwk Oma mager ngetik, yes, jadi begitulah.)

Aku bersiap-siap untuk menuju lokasi terlebih dahulu, ada rasa senang alga mau membalas dan bersedia untuk datang.

Saat aku sudah sampai dan memilih tempat dimana aku dan dia duduk nantinya, setelah dapat tempat yang menurutku nyaman, aku langsung memesan secangkir kopi hitam panas.

Menunggu memang membosankan jadi aku membuka kembali album yang berada di atas meja, mengulang setiap kenangan ditemani secangkir kopi hitam panas yang baru saja datang.

"Andai gue gak ada di dunia ini, semua gak akan terjadi. Gak akan ada yang tersakiti, gak ada yang pergi, gak akan ada yang terluka dan gak akan ada yang memori kenangan buruk. Apa gue harus pergi jauh supaya semuanya kembali baik-baik saja?!" gumamku yang membuka lembaran berikutnya.

Namun, aku melihat alga yang sudah berjalan ke mejaku. Aku segera menutup dan menyembunyikan album itu kebawah meja.

Alga duduk. "Gue gak bisa lama-lama, jadi to the point aja lo mau apa manggil gue kesini?" tanyanya.

"Gu-e cuman mau kasih sesuatu yang seharusnya gue udah dari SMA kasih ke elu, semoga suka ya, Ga," ujarku sembari menyerahkan album yang tadi aku sembunyikan. Alga mengambilnya dan menatap kembali ke arahku.

"Udah?" tanyanya yang aku jawab dengan anggukan. Tak ada ucapan terima kasih atau basa-basi lainnya.

Alga bangkit dan melangkah. Namun, sebelum pergi terlalu jauh aku ingin mengatakan sesuatu yang sudah lama aku pendam.

"Ga, kenapa lo jauhin gue, salah gue apa? jawab, Ga." Alga berhenti melangkah.

Aku menatap punggungnya, menunggu jawaban yang seharusnya sejak dulu ku nantikan. Alga berbalik dan menatapku dengan lekat.

"Lo nanya yang seharusnya lo sendiri udah tau apa jawabannya dan sekarang lo tanya kenapa, lol banget, Nes." Setelah Alga berkata seperti itu dia pergi, meninggalkanku dengan penuh tanya.

"Kenapa semua orang dari dulu selalu ngasih teka-teki yang gue gak tau dan gak gue mengerti, Arghhh ...." geramku mengacak-acak rambut frustasi.

Ini diluar dugaan, ini benar-benar menyulitkan dan penuh teka-teki. Apa yang sebenarnya terjadi, lalu kenapa harus aku yang seperti ini, kenapa ... kenapa?

"Gue cape gini terus," lirihku yang langsung meninggalkan cafe karena beberapa pengunjung menatap heran ke arahku.

•••
"Jika memang ini adalah yang terbaik, biarkan saja menjadi misteri daripada aku harus menelan pahit yang bertubi-tubi."--Nesa Gladys--
•••

.
.
.
.

Hiks itu dulu ya, ders.
Semoga suka, janlup buat kasih vote sama spam buat kelanjutan ceritanya, thankyou💕

PUPUS ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang