Chapter #3

315 129 89
                                    

Vote dulu ya sayang ....

.
.
.
.

•••

Hari ini kami berempat berkumpul di sebuah cafe setelah selesai matkul. Kami menaiki kendaraan yang berbeda.

Alga dan Desi menaiki motor, sedangkan aku dan Bagas menaiki mobil yang tentunya Bagaslah yang menebeng padaku, tapi dia yang mengambil alih setir dan aku sebagai pemandu jalannya.

Sekarang kami sudah duduk dan memesan pesanan kami kepada pelayan di cafe. Hingga suara dehaman Alga memecahkan keheningan.

"Jangan pada diem-dieman dong," ujar Alga melirik Desi.

Mengapa aku tahu tentu saja kejadian itu ada di depan mataku sendiri jadi aku tahu.

"Lama banget sih minumannya dateng." Desi menopang dagunya.

Aku yang melihat suasana itu sungguh muak dan menyesakkan, aku membuka sosmed di ponsel daripada harus melihat orang yang dicinta mencintai sahabatku.

"Taro dulu napa Nes, hapenya," titah Bagas yang hanya aku angguki, tanpa aku turuti.

"Btw kalian udah ada rencana buat liburan gak nih?" sambung Bagas yang membuat kami bertiga menatapnya.

"Kalo gue sama Nesa udah milih pantai pas waktu ditelfon dulu ya, kan, Nes ?" tutur Desi yang ku-iya-kan.

"Lo kalo maen hape terus mending gak usah ikut kumpul aja!" Alga menatap tajam ke arahku yang kubalas tatapan tajam juga.

"Ya udah kalo gitu gue balik, bye." Aku bangkit dan meninggalkan mereka bertiga yang masih berdiam di tempat.

Sesampainya aku di parkiran teriakan Bagas dan Desi membuat langkahku terhenti.

"Nesa!" Aku menoleh dan menatap mereka yang setengah berlari ke arahku.

"Nes udahlah omongannya si alga jangan di denger," kata Desi yang di-iyakan oleh Bagas.

"Yuk balik ngumpul lagi, udah dong jangan cemberut, senyum dikit aja," pinta Bagas yang aku turuti dengan menampilkan deretan gigiku yang membuat Desi dan Bagas terkikik melihat tingkahku.

"Nah gini kan' enak diliat gak usah jauh-jauh ke margasatwa." Aku melotot mendengar ucapan Bagas yang langsung kuhadiahi cubitan yang membuatnya meringis kesakitan.

"Udah wey jangan uwu-uwuan, gue jadi mupeng nih." Desi memanyunkan bibir seolah benar-benar iri pada tingkah kami, aku tak menggubris ucapan desi dan lebih baik diam.

Sedangkan batin terus memberontak akan ucapan desi. "Andai lo tau des, guelah orang teriri yang pengen berada di posisi lo, dimana di sayang pria yang gue cintai."

Namun, perkataan itu tak mampu kuucapkan dan berakhir dipendam dalam hati kembali, aku hanya bisa tersenyum miris melihat diri ini semakin teriris.

"Udah ayok sampe kapan kita disini mulu," ajak Bagas kepada kami berdua yang kami berdua angguki.

Setelah aku kembali berkumpul sudah tersedia beberapa pesanan yang tadi kami pesan.

PUPUS ✅Onde histórias criam vida. Descubra agora