Part 12

33 12 10
                                        

Selamat membaca jangan lupa tinggalkan vote and comment✔

Di apartemen yang besar, seorang pria muda sedang menatap buku Sains nya yang banyak sekali catatan dari gadis mungil teman satu tim lombanya. Tulisan yang rapi serta dengan gaya tulisan yang unik membuat buku Sains yang awalnya suram menjadi sedikit lebih berwarna.

"Lain kali kalau nulis tuh di aesthetic in kak, biar lucu,"

"Ihh gak gitu caranya, harusnya gini nih,"

"Sel darah merah harusnya eritrosit bukan leukosit, terus ini ciri cirinya,"

"Huuu kak Dion, bukan gitu gambar darahnya, gini nih liat ya,"

Suara menggemaskan nya selalu berputar ditelinga Dion. Tangan mungilnya selalu menarik buku catatannya demi memberi warna pada setiap sub materi.

Dion terkekeh mengingatnya. Namun, perasaan kesal kembali menerjang nya. Bisa bisanya dia dipermainkan oleh Hanin. Seharusnya dia menepati janjinya, atau jangan jangan dia pergi bersama Gio dan melupakan dirinya?

Tapi rasa yang mendominasi nya saat ini adalah rasa khawatir. Entah kenapa hatinya seperti tersayat secara perlahan. Setiap ia merebahkan kepalanya di meja dan mencoba menutup mata, kilasan ingatan aneh muncul. Sosok gadis seperti sedang menangis dengan darah bercucuran.

"Gue kenapa sih," gumamnya sendiri.

Dion berjalan menuju lemari es dan mengambil sekaleng soda, lalu meminumnya. Mencoba menghilangkan emosi, namun ponselnya berdering. Dion berjalan mengambil ponselnya dan melihat siapa yang berani menelfonnya malam malam.

"Bunda," ucap Dion.

"Hallo, assalamu'al-,"

"Sayang bantu bunda, anak temen bunda hilang!" Ujar bunda dari sana memotong ucapan Dion.

"Wait, ada apa sih bun coba jelasin," pinta Dion. Bunda menjelaskan awal mula Hanin akan menginap dan telfon dari temannya yaitu ibu Hanin alias Rosa.

Betapa terkejutnya Dion atas penjelasan ibunya. Perasaan aneh yang ia rasakan ternyata bukan khayalannya ternyata memang sesuatu terjadi pada adik kelasnya itu.

"Oke bunda, Dion cari dia sekarang," ujar Dion yakin.

"Jangan sayang, bahaya sudah malam kamu cari dia pagi aja ya?" Cegah bunda.

"Tapi bun-"

"Kamu sayang dia kan, kalau ia dengerin kata bunda, bunda yakin dia sekarang nunggu kamu tapi dengan keadaan yang baik sayang," jelas Bunda. Dion terkejut lagi atas penjelasan bunda.

"Siapa yang suka dia bunnn," geram Dion.

"Haha, kamu pikir bunda gak tau, dari suara kamu tadi kamu keliatan banget peduli dan khawatir sama dia, udah gak usah bandel cari dia besok pagi aja ya, jangan memaksa," ucap terakhir bunda sebelum ponsel dimatikan sepihak.

Dion menatap ponselnya sambil mengernyitkan dahi.

"Bunda sotoy" kata Dion jengkel.

Dion duduk dikursi belajarnya lagi. Merogoh laci belajarnya mencari sesuatu. Tangannya menjelajahi semua laci, hingga laci paling bawah ia menemukan kotak merah muda.

Dion membuka nya dengan denyut jantung tak beraturan.

Shitt, gini aja deg degan, batin Dion mengumpat.

Setelah ia buka, Dion menemukan secarik surat, satu lembar foto dirinya dan gelang hitam. Dion menatapnya sendu. Dia kembali mengingat dimana setelah dirinya ditembak oleh adik kelasnya itu lalu aksi pembulian kepada nya terjadi.

Don't judge me! [Terbit]Where stories live. Discover now