Hangatnya tangan itu masih terasa. Saat ini Rey menatap tangannya sendiri yang menangkup di samping, seolah ada tangan Clara di sana yang kian menghilang.

"Nggak usah buru-buru, Rey. Kamu bisa sukai aku pelan-pelan, aku bisa nunggu."

Rey masih ingat saat Clara menepuk pelan kepala sisi sampingnya, gadis itu terlihat sangat bersemangat dan bahagia.

Rey hanya tersenyum simpul menanggapi ucapan Clara, senyum yang seolah dipaksakan, seperti ada kekosongan di matanya.

Seandainya saja, jika saat itu Rey lebih tegas lagi dan menyuruh Asa menjauhi Elvan. Apakah mungkin kehidupan Asa akan sedikit berubah?

Rey tidak tahu, karena yang dia lakukan saat itu justru menjauh dan mulai menanam rasa bencinya pada Asa secara perlahan.

"Huwek!" Asa mual, dia langsung menutup bibirnya dan berhenti berlatih voli.

"Huwek!" Mualnya semakin parah dan membuat beberapa murid refleks mengalihkan perhatiannya ke tempat Asa berada, termasuk Rey.

Asa menyapukan pandangannya ke sekeliling, banyak orang yang menatapnya bingung. Tidak mau membuat keadaan semakin absurd, Asa langsung berlari keluar dari gedung olahraga.

"Huwek!"

Asa berusaha memuntahkan isi perutnya di closet duduk, posisinya berjongkok di depan closet dengan kepala menunduk di atas closet. "Huwek!"

Tidak ada yang keluar, tetapi Asa merasa sangat mual. Tubuhnya terasa berat dan sedikit bergetar, kepala tiba-tiba terasa berputar, dia pun menggeleng pelan agar fokusnya kembali lagi.

Asa menekan guyuran closet sambil mengusap bibirnya menggunakan lengan jaket seragam olahraga. Dia keluar dari bilik toilet ujung, lalu berjalan mendekati wastafel panjang.

Gadis itu membasuh wajahnya berkali-kali, kemudian terdiam dan membiarkan kran wastafel menyala.

Asa mengamati bekas-bekas luka yang menghiasi tangannya, terasa sangat menyakitkan. Bukan, bukan lukanya, melainkan hatinya.

***


Nggak mungkin, kan? Asa kini sedang berjalan keluar kelas, bel pulang baru saja berbunyi, dia mencari sesuatu di internet karena merasa aneh.

Tidak! Ini tidak mungkin! Semuanya pasti kebetulan, Asa merasa mual, pusing, lelah, sering buang air kecil, dan tidak nafsu makan. Semua itu pasti hanya kebetulan! Dia, dia mungkin hanya kelelahan belajar dan kurang tidur!

Detik yang sama, Rey berdiri di jajaran motor yang terparkir menutupi motornya. Dia terpaksa menunggu pemilik motor agar motornya yang berada di depan itu dapat keluar dengan aman.

Tempat parkir mulai ramai, di jalan menuju gerbang juga terlihat penuh dengan anak-anak Cassy.

Namun, dalam satu kesempatan, Rey masih dapat melihat Asa yang berjalan cepat keluar gerbang. Moment itu mengingatkannya pada masa lalu, tepatnya satu setengah tahun yang lalu...

"Asa!" panggil Rey di tempat yang sama.

"Ih ngapain dipanggil, dia mau kencan sama Elvan." Clara datang dan memeluk lengan Rey.

"Hah, mereka udah jadian?"

Clara mengedikkan bahunya, seolah tidak peduli. Dan benar saja, Elvan terlihat mengikuti Asa dari belakang. Cowok itu menahan lengan Asa yang hampir keluar dari gerbang sekolah.

DASA (END)Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum