[4] Missed Communication

Começar do início
                                    

"Patah hati."

"SAMA DONG!" Bola mata bulat Alta berbinar. Keceriaannya terbit dan seketika lupa rasa sakit di hatinya. "Diputusin? Diselingkuhin? Di-PHP-in? Diduain?"

Ryandra menggeleng. "Patah hati sama skripsi."

Bibir Alta mengerucut. Sedikit kecewa, tapi keceriannya tidak pudar. "Pertemuan dua orang yang sedang patah hati. Kita kayak di film-film atau novel-novel ya? Sweetbanget kita!"

Ryandra berjengit. Cewek drama!Tadi dia iba melihat cewek ini sendirian, tapi siapa sangka otaknya sedikit gila. Pikiran Ryandra sudah cukup kacau, dia tidak ingin menambah masalah. Ryandra bangkit dari kursi, siap ambil langkah seribu, tapi Alta mencekal pergelangan tangannya.

"Jangan pergi, please." Alta menggigit bibir. Suaranya jadi lembut. "Sekali ini aja, gue pengen tahu rasanya punya temen pas lagi galau."

Tatapan Ryandra jatuh pada bola mata bulat Alta yang berkaca-kaca. Sebuah ingatan dari dimensi waktu yang berbeda menyergapnya tiba-tiba. Ingatan yang sama tentang permintaan untuk tidak pergi.

"Gue janji nggak cerewet lagi. Gue nggak minta apa-apa kok. Diem-dieman juga nggak apa-apa. Tapi jangan pergi." Kali ini Alta menarik Ryandra dengan kedua tangan.

"Oke."

Alta mengerjap. Bibirnya bergerak-gerak lambat. Seolah tidak yakin permohonannya diterima. Yang orang tahu, hidup Alta selalu ramai oleh cowok-cowok yang hilir mudik silih berganti. Yang orang tidak tahu, setiap kali patah hati dia tidak punya tempat berbagi. Alta berteman dengan sepi, tersedu bersama sunyi.

Perlahan, Alta melepaskan cekalannya pada lengan Ryandra. Ketika cowok itu benar-benar duduk di sebelahnya, bibir Alta melengkungkan senyum. Anehnya, air matanya justru menetes. "Terima kasih," ucapnya tulus.

Tidak ada suara sedu. Tidak ada yang mengadu soal kebodohan mantan atau keganasan dosen pembimbing. Keduanya sama-sama bungkam, tapi itu cukup menjadi pelipur hati.

Sejak itu, Alta tidak pernah lagi menangis sendiri saat patah hati. Dan sejak itu juga, Ryandra langsung lupa kalau dirinya pernah sekacau ini karena skripsi.

oOo

Ryandra berbaring di atas bean bagfavorit Alta di kamarnya. Otaknya memutar ingatan pada pertemuan pertamanya dengan Alta. Bibirnya menyisipkan senyum. Alta yang ceria, kadang polos, dan seringnya ceroboh. Selama ini Ryandra selalu menjadi anak terakhir yang menerima perhatian dari kakak-kakaknya juga ibunya. Namun, dihadapan Alta dengan segala rengekan dan sifat kekanak-kanakannya, membuat Ryandra merasa penting dan dibutuhkan.

Ryandra tidak mengingkari rasa nyaman yang menyelusup perlahan dalam diam di dadanya. Sekali lagi, di atas kepentingannya sendiri, Ryandra ingin memprioritaskan ibunya. Dia ingin segera mandiri dan lepas dari beban ibunya.

Alta bukan sebuah beban, tapi belajar dari kegagalan rumah tangga orangtuanya karena ketidakmapanan finansial, Ryandra tidak ingin mengulang kesalahan yang sama. Setiap orangtua membesarkan putrinya dengan segala cara agar anaknya bahagia. Bagaimana mungkin suatu hari nanti dia menyukai seseorang, menawarkan cinta dengan cara, 'mau nggak lo hidup menderita sama gue?'

Bullshit!

Di sisi lain, Ryandra juga kerap bertanya, apakah Alta menginginkannya? Kebiasaan Alta gonta-ganti cowok bukan hanya membuatnya terbakar, tapi juga menyulut kekhawatiran. Jika benar mereka menjalin hubungan, apakah Ryandra mampu membuat Alta berhenti gonta-ganti cowok, atau Ryandra hanya menjadi korban kelabilan Alta?

Ryandra menatap langit-langit yang kosong. Menjadi tempat curhatan Alta membuat Ryandra yakin dirinya memahami cewek itu melebihi cowok-cowok Alta. Dia tahu apa yang harus dilakukan saat Alta merengek, saat Alta sedih, saat ingin membuat cewek itu tertawa atau bahkan membuatnya menangis. Alta mungkin mudah berganti pacar, tapi Ryandra satu-satunya sahabat yang dia punya. Itu artinya, cewek itu nyaman bersamanya. Untuk saat ini, Ryandra bisa mengabaikan kekhawatiran soal perasaan Alta.

Namun sekali lagi, saat ini prioritasnya adalah studi dan ibunya. Sedangkan Alta, biarkan cewek itu lebih dewasa dalam menyikapi sebuah hubungan. Sebagai sahabat, Ryandra bisa memaklumi Alta, tapi berandai-andai sebagai pacar, Ryandra tidak bisa menoleransi kegagalan hubungan karena sikap immatureAlta.

Ryandra ingin bersama Alta, tapi dia tidak bisa menjanjikan apa-apa saat ini, entah nanti. Jika suatu hari nanti hidupnya lebih pantas untuk membuat sebuah janji, semoga belum terlambat baginya untuk menjelaskan kesalahpahaman ini. Namun untuk saat ini, biarlah kesalahpahaman ini menjadi jalan bagi Ryandra untuk tetap ada di sisi Alta dan menunggu cewek itu menjadi dewasa. Dia masih bisa berkompromi dengan kecemburuan yang menyulut setiap kali Alta dekat dengan cowok lain. Dan ini pilihannya untuk menjadi pengecut yang menjaga Alta dalam diam. Mungkin perasaan Ryandra kelewat dangkal hingga dia terlalu pengecut untuk mengungkapkannya, hingga dia memilih menelan kekhawatiran dan kecemburuan, hingga dia bahkan tidak berani menakar kedalaman perasaannya sendiri.

Suatu hari nanti, gue bakal menebus segalanya, Ta. Semoga saat itu nggak terlalu terlambat buat kita.

oOo

A Fault in Our Love (exclusive on Gramedia Digital)Onde histórias criam vida. Descubra agora