End

355 23 12
                                    

"Hai Lumine. Bagaimana keadaanmu?" Tanya Barbara pada suatu sore.

"Hai Barbara. Aku baik-baik saja kok. Makasih ya udah nolong aku kemarin," kata Lumine masih terbaring di tempat tidur.

"Sama-sama Lumine. Coba aku lihat lukamu... Oke, nggak ada yang aneh, semua normal. Seharusnya 3 hari lagi kamu sudah bisa pulang," kata Barbara sambil menggunakan Visionnya untuk mengobati luka Lumine.

"Sekali lagi terima kasih ya Barbara," kata Lumine menggenggam tangan Barbara.

"Sama-sama Lumine. Salam ya buat kakakmu," kata Barbara sambil melirik ke arah Aether yang tertidur di pinggir tempat tidur Lumine. Saat Barbara melihat Aether, Lumine menyadari wajah Barbara menjadi merah. "Dia kakak yang baik ya. Dia nggak pernah beranjak dari sisimu."

"Iya dia memang kakak yang baik," kata Lumine sambil mengusap kepala Aether.
"Iya," kali ini pandangan Barbara seperti menerawang ke masa depan. "Ah! Hampir lupa. Ini makanan dan obatmu. Sementara kamu cuma bisa makan ini ya. Jangan maksain tubuhmu buat makan yang berat dan jangan nekat. Sembuh dulu baru makan enak. Paham?"

"Ahaha, iya Barbara. Tenang aja. Aku pasti nurut kok," kata Lumine.

"Ya sudah, aku tinggal ya. Kalau butuh apa-apa jangan sungkan buat manggil aku," kata Barbara sambil melangkah pergi.

"Siap Bu Barbara, hehe," canda Lumine. Barbara hanya melambaikan tangannya sebelum menutup pintu kamar Lumine.
Baru sebentar Barbara meninggalkannya, pintu kamarnya kembali terbuka. Kali ini Xiao yang masuk, walau Lumine berharap itu Childe.

"Lumi. Bagaimana kamu?" Tanya Xiao.

"Aku baik kok Xiao, tadi Barbara sudah periksa aku," kata Lumine mencoba duduk, tapi tidak bisa.

"Sudah, jangan paksain dirimu. Istirahat," Xiao lalu duduk di samping Lumine.

"Iya, luka-lukamu gimana Xiao? Tanya Lumine melihat beberapa plester di wajah Xiao.

"Tidak masalah, hanya luka kecil," Xiao kembali terdiam. Dia sangat ingin berbicara panjang lebar dengan Lumine, bercanda dan tertawa bersama, tapi setiap dia bersama Lumine, lidahnya terasa terkunci dan dia tidak bisa berkata apa-apa.

"Syukurlah kalo baik-baik aja, cuma aku ya yang luka parah, hehe," Lumine mencoba bercanda dengan Xiao, tapi justru membuat ekspresi Xiao semakin menggelap. "Maaf."

"Bukan salahmu. Ini salah Childe," kata Xiao geram.

"Jangan, jangan salahkan dia. Aku yang tiba-tiba masuk ke arena. Ini semua salahku," kata Lumine sambil mengelus lengan Xiao, berharap bisa menenangkan laki-laki itu.

"Kalau dia datang akan aku hajar dia."

"Udahlah Xiao. Kenapa sih kalian selalu bertengkar?" Tanya Lumine.

"Itu—itu karena..." Xiao tidak bisa menyelesaikan kalimatnya.

"Aku ingin agar kamu dan Aether bisa menerima Childe. Karna aku benar-benar menyayanginya," Lumine akhirnya yakin dengan perasaannya.

"Lalu, bagaimana dengan aku?" Tanya Xiao.

"Bagaimana dengan kamu? Kamu salah satu kakak ku yang paling berharga selain Aether. Aku juga menyayangi kalian berdua," jawab Lumine.

"Ta—tapi aku tidak. A—aku tidak menganggapmu sebagai adikku," kata Xiao. Mendengar perkataan Xiao, hati Lumine terasa sakit.

"Tapi kenapa? Aku salah apa? Kita sudah bertahun-tahun berteman. Aku udah melihat kamu seperti kakak kandung ku," Lumine benar-benar tidak menyangka Xiao akan mengatakan hal ini. Dia tidak mengira apa yang dia rasakan selama ini, tidak dirasakan juga oleh Xiao.

FanFiction ChilumiTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon