01 - Malam itu, di bawah bulan

83 21 12
                                    

ⓥⓔⓧ

Jika ada satu hal yang bisa ia ubah, maka Rona akan menyatakan perasaan sejujurnya. Namun, itu hanya "jika" dan ia tak punya keberanian untuk itu.

Langkah Rona terhenti di tengah jembatan. "Hah?"

Adik sepupunya, Ani, ikut berhenti. "Hah kenapa?"

"Kamu bilang apa tadi?" tanya Rona memastikan dengan senyuman yang semakin lama semakin luntur.

"Ghazi pacaran dengan Inara."

Bibir Rona membentuk lengkung sempurna ke bawah. Matanya hampa menatap sosok Ani di depan sana. Semangat menggebu-gebu yang ia bawa jauh dari kota seketika menguap bersama angin malam.

Rona menghela napas panjang. Sudut matanya menangkap rumah Inara yang akan mereka lewati. Andai dia mengungkapkan perasaannya dengan benar, akankah Ghazi menjadi miliknya?

"Kakak nggak papa? Kakak 'kan suka Ghazi."

Si gadis lekas menekan telunjuk di bibir Ani. "Siapa bilang? Kakak nggak suka dia, kok."

Bohong. Kedua mata Rona membentuk bulan sabit yang dipaksakan. Ujung bibirnya bergetar menarik senyum. Namun, kegelapan di jembatan mencegah siapapun melihatnya.

"Tapi, tahun kemarin ... Kakak bilang-" ucapan Ani terpotong ketika Rona menyambar.

Rona mengambil beberapa langkah ke depan, sebelum berhenti sambil menatap bulan. "Itu tahun lalu. Dalam setahun, hati seseorang bisa berubah pesat."

Rambut sebahu Rona berkibar, menutupi matanya yang berkaca-kaca. Ia tersenyum lagi kepada Ani dari balik bahunya. "Aku nggak ... suka Ghazi."

ⓥⓔⓧ

Inara berpikir. Seandainya ia tidak egois, apakah ia akan berani keluar dan bertatap muka dengan Rona?

Dari celah kecil gorden jendela, Inara mengintip ke jalan setapak di depan rumahnya. Rona dengan wajah masamnya memasukkan tangan ke saku hoodie. Di sampingnya ada Ani yang dengan semangat menjelaskan macam-macam gorengan yang akan mereka beli.

Inara menggigit bibir. Setahun sekali saja ia bisa bertemu dengan Rona, seorang gadis ramah dari kota. Beberapa bulan yang lalu, mereka putus kontak. Yaa ... setelah ia memutuskan untuk berpacaran dengan Ghazi.

Jilbab yang agak melorot diperbaiki letaknya oleh Inara. Matanya masih lekat mengawasi Rona yang sedang memilih-milih gorengan. Gadis itu tampak berbincang akrab menggunakan bahasa daerah sini yang baru ia kuasai. Ada banyak orang yang bertanya kabar dan ingin tahu sedikit tentang kehidupannya di kota.

Rona memang populer. Inara ingat banyak pemuda yang bertanya tentang "temannya dari kota". Banyak pemuda yang nongkrong di warung bibi Rona demi meminum es buatan si gadis. Namun, mata Rona hanya tertuju pada Ghazi.

Ghazi yang sekarang telah menjadi miliknya, gadis yatim piatu bernama Inara.

Ponsel Inara berdering nyaring. Inara tersentak dan lekas memungut ponselnya, mendapati chat dari Ghazi. Tepat saat itu juga, Rona berbalik badan. Gadis itu menatap ke jendela, seolah bisa bertukar pandang dengan Inara yang sekarang bersembunyi di balik gorden.

Nar, mau jalan-jalan?

Begitu isi chat dari Ghazi. Inara mengetukkan jari ke badan belakang ponsel, menimbang keputusan.

Nggak, ga bisa ...

Ketikan Inara menggantung. Ia teringat lagi kepada Rona yang masih mengobrol asyik dengan warga sekitar.

... Ada Rona di depan rumah.

Tak ada balasan lanjutan dari Ghazi, walaupun pesan itu sudah dibacanya. Inara mengusap wajah. Kenapa mereka harus menghindari Rona? Apakah hubungan ini salah?

ⓥⓔⓧ

VEXWhere stories live. Discover now