Cakra adalah teman sekelas Divney, anak nakal yang selalu membuat onar itu lumayan dekat dengan Divney.

"Lo kenapa?" heran Divney.

"Nara! Nara, Div!"

Sontak mendengar nama sahabatnya disebut langsung membuat Divney melotot panik, pasalnya Nara adalah sahabatnya sejak SMP.

"Nara? Nara kenapa?" panik Divney.

"Di bawa ke toilet!"

"Hah? Sama siapa?"

"Sherly dan gengnya," jawab Cakra, yang langsung membuat Divney memergik kaget, lalu buru-buru berlari menuju ke toilet.

Sherly adalah ketua dari sekumpulan lima gadis yang terkenal akan kekejamannya dalam membully, kali ini masalah apa yang ditimbulkan oleh Nara sampai-sampai ia berurusan dengan Sherly.

Menerobos masuk ke dalam kerumunan lautan manusia yang tengah asik menonton pembullyan di hadapan mereka, Divney langsung mematung saat ia mendapati Nara tengah beradu argumen dengan Sherly.

"Kakak lo itu lonte, dua hari yang lalu dia tidur sama pacar gue!" teriak Sherly, yang langsung mendapat sorak histeris dari anak-anak yang lain.

Divney menatap nanar ke arah beberapa gadis yang tengah mengerumuni Nara itu, Divney sedikit tercengang, karena selama ini hanya dia yang tahu tentang pekerjaan Sinta, kakak dari sang sahabat.

"Lo yang lonte! Kakak gue gak kaya gitu!" balas teriak Nara, raut tak terima tampak jelas di wajah gadis berkulit putih itu.

Mendengar perdebatan itu rasanya membuat hati Divney langsung menjadi remuk, pasalnya ia juga tahu latar belakang sang sahabat.

Nara dan Kakaknya sudah menjadi yatim piatu sejak 10 tahun yang lalu, dan sejak saat itu Sintalah yang mencari nafkah untuk kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Namun, Nara tidak tahu pekerjaan apa yang dimiliki oleh sang Kakak, bahkan Nara tidak tau jika Divney dan Sinta saling mengenal.

"Tutup mulut lo!" teriak Sherly, dan langsung mendorong bahu Nara sampai gadis berkulit putih itu tersungkur.

Mendekat ke arah Nara, Sherly jongkok lalu menjambak rambut Nara, membuat gadis itu memejamkan mata, meringis menahan sakit.

Plak!

Tak tahan melihat sahabatnya dipukuli namun tetap diam saja, pada akhirnya Divney memutuskan untuk menghampiri Sherly dan Nara.

Seketika Sherly memasang wajah panik, menghentikan aktivitasnya. Sedangkan empat gadis yang lain saling beradu tatap, sebelum pada akhirnya bubar dan lebih memilih masuk ke dalam kerumunan menjadi penonton. Mereka tidak mau berurusan dengan Divney.

"I-ini bukan uruan lo, lebih baik lo gausah ikut campur!" sahut Sherly.

Dengan wajah datar dan mata yang sudah memerah, Divney menyorot lurus menatap penuh amarah ke arah Sherly.

"Dia sahabat gue, lo ganggu dia, itu sama aja lo gangguin gue!" jawab Divney.

Plak!

Dengan enteng Divney memukul wajah Sherly, bukannya membalas gadis itu malah tampak pasrah wajahnya dipukuli oleh Divney. Sedangkan Nara, ia mengukir senyum miring, memperhatikan sahabatnya tengah memukuli Sherly.

"Lo pikir, lo keren ngelakuin itu?" tutur Divney, sembari memukul wajah Sherly.

Sherly hanya bisa berdiri mematung membiarkan Divney memukuli wajahnya, ia ingin melawan, tapi tampaknya rasa takut terhadap Divney lebih tinggi dari keberaniannya.

"Lo pikir, dengan status lo sebagai anak kepala sekolah, lo bisa seenaknya bully orang lain?" tanya Divney, rautnya masih datar, tak lupa setiap ia selesai berbicara ia memukul wajah Sherly dengan begitu enteng.

Srak!

"Aw!" jerit Shelry ketika Divney menjenggut rambutnya.

"Lepas, Div! Gue gak ada urusan sama lo, ah, sakit! Lepas!" erang Sherly.

Tersenyum tipis. "Lo bilang, kakaknya Nara tadi apa?" tanya Divney.

Sherly diam saja, lalu Divney semakin kencang menjenggut rambut Sherly.

"Kalo gue tanya, jawab!"

"L-lonte ...."

"Lo tau 'kan latar belakang kehidupan gue udah jadi rahasia umum di sini gara-gara siapa? Selama ini gue diem, bukan karena gue gak tau ... gue cuma cari waktu yang tepat, dan gue rasa sekarang waktunya udah tepat," kekeh Divney.

Gadis itu melepaskan rambut Sherly, lalu melangkah masuk ke dalam salah satu pintu toilet.

"Sini!" suruh Divney.

Sherly menggelengkan kepala, tanda tidak mau, dan langsung dibalas tatapan kesal oleh Divney.

"Mau gue samperin atau ke sini sendiri?"

Meneguk saliva, akhirnya dengan rasa cemas bercampur takut, Sherly menuruti ucapan Divney, ia masuk ke dalam toilet bersama Divney.

"Nar, mau ikut?" tawar Divney kepada sang sahabat dengan senyum merekah, memberikan kesan ngeri dari semua anak yang menyaksikan.

"Boleh," jawab Nara dengan senyum simpul, lantas ikut masuk ke dalam toilet, lalu setelah itu pintu toilet di tutup, menimbulkan rasa penasaran dari semua orang.

Sherly mau di apakan???

To Be Continued....

Bad AssociationWhere stories live. Discover now