Arc 10 - Sadis -

524 60 6
                                    

Sudah beberapa hari semenjak kesepakatan Mira dan Ara tempo hari. Ara pun sudah kembali menjadi seperti Ara yang sebelumnya. Ia mau menjalani latihan tambahan, bahkan ia sudah kembali duduk di sebelah Chika. Tentunya hal ini membuat Chika senang. Ada yang kembali, berarti ada juga yang harus pergi. Setelah Ara yang sebelumnya berlaku aneh, kini giliran Mira. Meski Mira masih mau mengikuti sesi latihan tambahan, namun Chika merasa kalau Mira tengah menghindarinya. Tentunya hal ini membuat Chika overthinking  selama beberapa hari lalu, terlebih lagi Mira berubah setelah insiden 'itu'.

Mira sendiri tak sebenarnya sangat tak rela jika harus menjauhi Chika, terlebih lagi setelah ia tahu tentang sifat asli dari Ara. Tapi bagaimanapun ia tak bisa egois, jangan sampai hanya karena keinginan pribadinya, nama sekolah dan juga usaha teman-temannya hancur begitu saja. Semakin memikirkan hal itu, membuatnya semakin kesal. Bahkan tanpa sadar ia menggebrak mejanya, dan membuat seisi kelas menatap heran kepadanya. Termasuk guru yang tengah mengajar.

"Amirah?! Kamu kalo mau buat ribut mending keluar saja," ucap guru tersebut.

"Ta- tapi bu-" 

"Sudah cepat, keluar!" perintah sang guru.

Mira hanya bisa mendengus kesal. Bisa-bisanya amarah Mira tersulut hanya karena memikirkan betapa liciknya Ara. Mira menyeret tungkainya entah kemana, sampai akhirnya ia duduk di tepian lapangan. Mira menatap lurus pada murid-murid yang tengah bermain basket disana. Entah kenapa ia menjadi teringat akan sosok mantannya, Vivi. Mira pun jadi teringat perkataan Vivi yang bilang bahwa Ara adalah orang yang licik. Dan karena itulah, Mira merasa ia perlu meminta maaf karena sempat menuduh Vivi salah. 

Tapi bukankah kalau ia mengaku salah karena tak percaya dengan ucapaan Vivi itu artinya hubungan mereka masih bisa diselamatkan?

Mira menggeleng, "gue cuma mau minta maaf, bukan balikan," batinnya.

Bel istirahat pun berbunyi, semenjak kesepakatannya dengan Ara, Mira pun jarang pergi ke kantin. Alasannya hanya satu, ia tak mau bertemu dengan Chika. Sebenarnya Chika sendiri tak tinggal diam ketika Mira mendiamkannya. Entah sudah berapa pesan dan telepon dari Chika yang ia terima setiap harinya, namun Mira memilih untuk mengabaikannya. 

Kini Mira sudah berdiri di depan kelas Vivi. Seperti yang sudah ia niatkan sebelumnya, ia ingin meminta maaf pada Vivi. Mira mencoba mencari keberadaan Vivi dari tempatnya berdiri. Namun ia sama sekali tak menemukan keberadaan Vivi.

"Lo ngapain Mir?" ucap seseorang yang tiba-tiba saja muncul dan mengagetkannya.

"Eh, Niel, ngagetin aja," jawab Mira sambil terus mengusap dadanya akibat hal tadi.

"Lo ngapain?" tanya Oniel sekali lagi.

"Vivi kemana ya?"

Oniel mengernyitkan dahinya, "lo berdua bukannya udah putus?"

"I-iya sih, cuma gue lagi ada perlu ama dia. Lo tau dia dimana sekarang?"

Bukannya menjawab, Oniel malah melipat kedua tangannya di depan dadanya, "ada perlu apa emangnya?" selidik Oniel.

"Ya masalah pribadi lah, lo kenapa kepo sih?" seru Mira yang mulai jengah karena sikap Oniel.

"Dia ga masuk," jawab Oniel singkat.

Mira mendengus kesal, "bilang kek dari tadi," ia mengehentakkan kakinya dan berniat untuk pergi dari sana.

"Udah tiga hari Vivi ga masuk, dia dirawat," 

Mendengar perkataan itu, Mira menghentikan langkahnya dan kembali berjalan mendekati Oniel.

"Dia sakit apa?"

TortuousWhere stories live. Discover now