AMERTA.

10.9K 958 43
                                    


Bangun jam 3 pagi dan kepikiran buat nulis ini dong, yuk kasih 🌟🌟 sama komentar manteman ❤❤

Btw,
BABY ❌
SWEETEST MOMENT ✅

Tapi, bisa berubah sesuai mood penulisnya 😎

***

"Maaf ya, Mya enggak tahu kalau Mama Papa mau ke sini, jadi masaknya enggak banyak," tutur Mya merasa sungkan karena saat Paramitha memasuki dapur—ibu mertuanya itu menemukan piring-piring berisikan udang tepung serta kerang dara sisa Dewa masih tergeletak di permukaan meja, Mya belum sempat merapikan karena sudah pusing duluan memindahkan beberapa barangnya ke kamar Dewa secara kilat.

Paramitha tersenyum. "Enggak apa-apa, mama ke sini cuma ngecek kalian aja kok, enggak nyangka kalau lagi makan malam, maaf banget ya sampai ganggu."

"Bener, My. Mamanya Dewa tiba-tiba aja pengin mampir ke sini, ya papa enggak bisa menolak dong," imbuh Cokro.

Mya, Paramitha, serta Cokro duduk di sof ruang tamu, sedangkan Dewa duduk pada sisi sofa di sebelah istrinya.

"Oh ya, ini tadi mama sempet beli kue, enak banget lho." Paramitha meletakan totte bag di permukaan meja, tadi benda tersebut tergeletak di pangkuannya. "Belinya di toko kue favorit mama, Dewa pasti tau kan, Nak?"

"Iya, Ma."

Cokro menyesap kopi hitam yang dibuatkan sang menantu, untung saja Mya memiliki simpanan kopi tersebut—meski Dewa bukan penikmatnya, untuk jaga-jaga saja, toh kenyataannya tetap berguna, tadi Paramitha sempat meminta teh kamomil, tapi Mya tentu tak memiliki teh jenis itu, alhasil teh celup biasa yang terpaksa ia hidangkan bersama piring ceper berisi beberapa potong kue—yang kebetulan sore tadi sempat dibelinya di supermarket.

Sungguh, kehadiran Cokro serta Paramitha yang tiba-tiba membuat si pemilik unit serta istrinya kocar-kacir seperti baru saja kebanjiran. Untung kunci kamar Mya berfungsi dengan baik, Dewa sudah menyimpannya di saku celana, dan ia sudah mempersiapkan alibi jika Paramitha mungkin berniat mengecek kamar tersebut, sejauh ini belum melakukannya.

"Wa, emang kamu enggak ada niat buat beli rumah semi permanen aja—daripada di apartemen terus, kalau Mya hamil kan capek bolak-balik keluar masuk naik lift, terus jalan lagi di lorong, kurang efektif, Wa," ujar Cokro seraya menatap sekitar, tampak rapi sesuai ekspektasinya, aroma citrus dari pengharum ruangan membaui indra penciuman mereka.

"Em, nanti aja dulu kalau udah ketemu yang cocok," sahut Dewa seraya menggaruk pelipisnya menggunakan telunjuk.

"Mama setuju sama saran papa, mending secepatnya aja kalian cari rumah, jangan di apartemen lagi. Mama yang udah makin tua gini juga capek kalau keluar masuk apartemen, iya kalau Dewa-nya ada, kalau enggak kan cuma buang-buang tenaga. Bener kan, Pa?" Paramitha meminta dukungan dari Cokro yang lantas mengangguk.

"Kalau misal budget yang jadi kendala, papa masih bisa bantu kok, Wa."

Dewa menggeleng seraya tersenyum canggung. "Enggak usah, Dewa masih bisa sendiri kok, lagian cari rumah yang cocok kan pakai waktu, aku sama Mya mesti harus setuju semuanya, kami belum punya waktu buat cari-cari soal itu."

"Tuh kan, My. Sikap suami kamu seperti itu, kalau papanya mau menolong pasti ditolak." Paramitha berbisik, tapi ia sengaja membuat yang lain mendengar seraya melirik pemilik nama yang ia sebutkan. "Waktu itu juga papanya sempat tawarin mobil, tapi Dewa tolak juga. Lihat sekarang—masih pakai motor terus kan, kasihan Mya tiap hari kena debu ke mana-mana naik motor."

Mya tersenyum mendengarnya. "Mya enggak apa-apa, Ma. Bukan masalah sama apa yang Dewa punya, yang jadi tujuannya sekarang adalah kita berdua bisa membangun rumah tangga ini lebih baik lagi atau enggak ke depannya. Materi bukan suatu hal yang ingin Mya tuntut dari Dewa, punya suami yang baik udah cukup kok buat Mya, Ma."

Jika, Mungkin (completed)Where stories live. Discover now