Bergadang

0 2 0
                                    


Ditulis pada 7 April 2021, bertepatan dengan Hari Kesehatan.

Selamat membaca. Jangan lupa like dan komen.

Malam itu, sekitar pukul sepuluh, Dian hendak tidur. Namun, adiknya meminta hotspot wi-fi. Data seluler harus dinyalakan agar hotspot wi-fi bisa tersambung. Dian mah tidak peduli kuotanya dipakai untuk apa saja. Jika melakukan korupsi kuota, ia serahkan hal itu kepada Tuhan. Bukannya perbuatan baik atau buruk pasti ada imbalannya?

Mumpung data seluler nyala, Dian membaca komik online dan sesekali menengok media sosial hijau. Ia duduk di kursi belajar, sedangkan adiknya berada di kasur.

Dian menghela napas pelan. Ia mencoba untuk menahannya sebentar lagi. Masih tetap membaca komik online dan melihat pesan media sosial hijau.

Satu jam kemudian, jarum jam hampir menunjukkan pukul tengah malam. Namun, Kella yang ditunggu Dian tak kunjung mematikan wi-fi. Sekali lagi Dian menghela napas, kali ini dengan berat. Kapan dia selesai? tanyanya dalam hati kepada diri sendiri sambil melirik adiknya.

Besok adalah promosi aplikasi belanja online. Mungkin karena itu Kella tidak mau melewatkan momen tersebut. Biasanya, dari tengah malam sampai dua jam kemudian, aplikasi tersebut memberikan promosi yang paling meriah. Maksudnya, barang dan harganya menggoda banyak orang.

Jarum detik tidak berhenti berjalan, hingga jadilah menit. Pukul satu kurang seperempat, mata Dian telah mengantuk. Matanya juga lelah memandang layar. Namun, keberadaan Kella di kasurnya tidak bisa membuatnya tergerak untuk tergeletak. Kasur itu memang agak lebar, tetapi ada barang yang tertumpuk di samping Kella. Tidur di lantai juga tidak mungkin, karena belum dibersihkan selama beberapa hari. Tidur di depan kamar atau bisa dibilang di depan TV juga enggan, karena ... entahlah, ia tidak mau saja.

Ya Allah, kapan hamba-Mu ini bisa tidur? keluhnya membatin dengan menyembunyikan ekspresinya dari Kella. Ia pun menguatkan dirinya sendiri untuk bertahan dari HP.

Tiba-tiba azan subuh berkumandang. Saat itu pula, Kella sudah tidak membutuhkan hotspot wi-fi dari Dian. Alhamdulillah, hati Dian sangat bersyukur. Tubuhnya kini bisa terbaring di kasur. HP-nya? Dibiarkan terisi baterainya. Salat subuh? Kalau ia salat, ia akan mendapat dosa.

Lelap Dian tidak terbangun walau pagi sudah menyapa. Ia merasa bodoh amat tidak sarapan dan tidak memasak nasi, sayur, dan gorengan.  Kalau ke pasar, biasanya bapaknya. Ia menjadi enggan ke pasar karena takut tidak bisa menjadi pembeli yang bijak, bahkan ia tidak melakukan tawar-menawar di pasar tradisional dengan alasan biar cepat. Alasannya tidak ke pasar lagi karena ia pernah dimarahi bapaknya karena membeli barang mahal padahal ia memakai uang sendiri yang didapat saat hari raya. Akan tetapi, ia tetap berani membeli sesuatu sesuka hatinya dengan uangnya sendiri.

Hoam ....

Menjelang zuhur, ia baru bangun tidur. Kondisinya badannya lemas. Ia makan siang untuk memulihkan tenaganya.

Ha-ha ... hacuh.

Saat sore hari, badannya malah menunjukkan gejala pilek-batuk. Ia mencoba mencegahnya sebelum terlambat. Kata pepatah, sedia payung sebelum hujan. Dian memperbanyak porsi makanannya dan minumannya.

Keesokan harinya, hal tidak diharapkan terjadi. Hidungnya tersumbat. Batuk kadang menyerangnya. Lewat pukul sembilan, sakit benar-benar menjadi ujian hidupnya. Di satu sisi, ia menyesal karena tidak menjaga tubuh agar tetap sehat. Di sisi lain, ia senang karena Tuhan akan menghapus dosanya. Syaratnya cuma satu, bersabar menghadapi musibah tersebut.

Ya Allah, kuatkan hamba untuk melewati ujian-Mu ini, doanya dalam hati.

Tamat

Selamat membaca. Jangan lupa like dan komen.


STT Where stories live. Discover now