15. Reasons

469 111 9
                                    

"Kenapa kamu segini berjuangnya untuk seorang manusia, Hyunjin?" 

Pertanyaan Heejin, mau tak mau muncul lagi ke kepala Hyunjin. Si laki-laki vampir itu menatap satu gerbang tinggi di hadapannya. Gerbang dengan cat putih dan keemasan itu adalah gerbang menuju Di Ninfa, tempat Hyunjin mencari bunga yang bisa menormalkan bau darah Seungmin. 

Seungmin. Manusia yang dikira Hyunjin datang dari masa lalunya. Sudah hampir Hyunjin jatuh berlutut saat dia kembali lihat wajah yang manis itu, tapi keberuntungan berpihak pada kaki kokohnya. Sempat terbesit ingatan-ingatan kecil tentang satu sosok yang pernah menjadi pusat hidupnya, dulu, seratus tahun yang lalu. 

***

Seungmin sedang melamun di jendela. Dia merindukan kakek-kakek vampirnya yang tampan. Begitu bel istirahat berbunyi, Seungmin cepat-cepat menggeret kursinya ke dekat jendela. Di luar sedang hujan, jadi dia tidak bisa dan tidak mau nongkrong di atap sekolah yang terbuka. 

"Bau kamu beda daripada manusia lain, ya."

Kemudian Seungmin dengar satu suara berat di belakang punggungnya.  Anak itu menoleh dan menemukan Lee Felix, seorang pangeran dari satu kerajaan vampir vegetarian yang sedang pertukaran pelajar ke sekolah Seungmin. 

"Oh, halo." Seungmin menyapa dengan ramah. Dia melambai. 

Felix tersenyum, menarik kursi dan duduk di sebelah Seungmin. Seungmin memerhatikan gerak-gerak si vampir dengan was-was. 

"Nggak ingin makan aku?" tanya Seungmin. 

Felix terkekeh. Taringnya mencuat sedikit dari balik bibirnya. Dia kemudian menggeleng. "Enggak, tuh."

"Kok bisa?" tanya Seungmin. Kepalanya dimiringkan saking penasarannya. 

"Karena aku vampir vegetarian. Aku memang nggak pernah minum darah manusia. Darah rusa juga aku nggak minum." Felix menerangkan. Senyum percaya diri terpatri di wajahnya. Seungmin lumayan takjub karena menurutnya, Felix punya warna seterang cahaya mentari.

"Kok bisa?" Seungmin bertanya lagi. Perilaku Seungmin mengingatkan Felix akan Richard, si sepupu di istana yang masih berusia lima tahun. Sukanya menanyakan hal-hal kecil dengan serius. 

"Sudah dilatih dari awal," kata Felix. 

Mulut Seungmin membulat. Walau dia masih penasaran, tapi dia tidak akan bertanya lagi. Dia juga tahu bagaimana rasanya dilatih, walau mungkin pelatihannya untuk tujuan yang berbeda. 

"Omong-omong, aku Kim Seungmin," ujar Seungmin. Dia mengulurkan tangannya untuk dijabat Felix. 

Felix tidak langsung menjabat. Dia kaget dengan mata yang membulat. "Masih hidup?" Bibirnya refleks megucap. 

Seungmin cemberut karena tangannya dibiarkan menggantung. "Kalau yang kamu maksud Kim Seungmin mantannya Kak Hyunjin, beda orang. Aku baru delapan belas tahun." Dia memutar badannya yang tadi menghadap Felix, kembali ke jendela besar yang ditetesi air. 

Felix buru-buru meminta maaf, tapi Seungmin keburu abai dengan keberadaannya. Dari tempatnya duduk, Felix memerhatikan wajah samping Seungmin. Rambutnya memang berbeda, yang ini terlihat lebih lembut seperti awan. Akan tetapi untuk fitur wajah dari alis, bentuk mata (beserta bulu matanya), hidung, bibir, hingga ke tulang pipi dan dagu, semuanya betulan mirip. Sama persis, bagai pinang dibelah dua. 

Lucu sekali, bisa bertemu dengan satu reinkarnasi manusia yang sama persis baik penampilan, sampai ke nama juga. Well, the perks of being undead, kalau Felix bisa bilang. Tapi dia agak takut juga. 

"Kak Felix, aku merasakan sesuatu yang nggak enak dari kamu. Tolong berhenti pikirin itu," komentar Seungmin tiba-tiba. Dia masih enggan memandang Felix, tapi dia bisa tahu kalau Felix punya perasaan kurang nyaman saat itu.

Ditegur begitu, Felix terkekeh. Wah, dia bertemu satu manusia yang unik. "Aku cuma keinget gimana Seungmin yang dulu meninggalkan Hyunjin. Agak serem," katanya. 

Oke, Seungmin akui dia penasaran. Pupilnya bergerak ke ekor mata, melirik Felix tapi tidak mau terlalu kentara. Ceritanya dia masih ngambek karena Felix tidak menerima jabatannya tadi. 

"Serem kenapa?" tanya--bisik Seungmin. 

Kekehan kembali lolos dari mulut Felix. "Ah, you don't want to know," ucapnya. 

"Ck." Seungmin mendecak. Wah, puncak kekesalan. Sudah kesal, makin ditambah pula. Hmm, Felix memang bukan vampir dengan ancaman, tapi jelas dia tidak bisa menghadapi Seungmin. 

Seungmin berdiri. "Yasudah! Kalau nggak mau cerita, nggak usah ungkit dari awal!" Dia berseru, kemudian pergi sambil sedikit menghentak kaki. 

"Sepupu Richard, apakah itu kau?" Felix menggumam. 

***

"Kak Heejin, purnamanya tanggal berapa?" Seungmin bertanya. Dia duduk di kursi jamur sekarang. Kursi jamur itu ada di taman sekolah. Bentuknya satu meja bulat dengan atap jamur dan bangku yang sama bulat di sekelilingnya. Duduk di sini tidak membuat Seungmin terkena air hujan, makanya dia suka. 

"Tanggal lima belas, Seungmin." Di seberang ponsel Seungmin, ada Heejin yang sedang di Perancis. 

"Sekarang masih tanggal 30. Memangnya, bulannya nggak bisa disuruh purnama lebih cepat, Kak?" tanya Seungmin lagi. 

Heejin terkekeh. "Nggak bisa, dong."

"Ih, bisain. Kak Heejin coba deh bilang ke bulannya. Kak Heejin kan cantik kayak bintang, bintang kan berteman dengan bulan," kata Seungmin. Bercanda, tapi tidak juga. 

Dengar gombalan Seungmin, Heejin tertawa lagi. Wajahnya memerah karena malu. Anak manis seperti Seungmin, ternyata bisa gombal juga, pikirnya. 

"Emang kenapa Seungmin mau buru-buru?" tanya Heejin. 

Tangan Seungmin yang sedang tidak memegang telepon, bergerak di atas meja, memisahkan satu ekor semut dari pasukan lain yang sedang berbaris. "Nggak kenapa-kenapa. Kak Hyunjin berarti baliknya masih lama, ya? Kayaknya di Italia nggak ada sinyal."

"Hyunjin suka malas buka ponselnya, Seungmin. Kalau kamu mau, aku bisa kasih telepati buat dia. Dia baru pergi satu hari, loh. Masa kamu sudah rindu?" goda Heejin. 

Seungmin menggeleng keras. Biar saja Heejin tidak bisa lihat, yang penting dia sudah menolak semua kalimat Heejin barusan. 

"Salah, Kak Heejin. Kak Hyunjin sudah pergi 24 jam, itu lama!" seru Seungmin ke telepon di genggamannya. 

Heejin banyak tertawa karena tingkah Seungmin. "Ya sudah, aku tanyakan saja apa dia baik-baik saja, ya. Nanti aku hubungi kamu lagi. Aku nggak akan bilang kalau kamu rindu, kok. Tenang saja," tawar Heejin. 

"Bilang aja." Seungmin berbisik.

"Apa, Seungmin?" tanya Heejin.

"Bilang aja ke Kak Hyunjin kalau aku kangen. Biar dia balik ke sini sekarang, aku nggak akan marah." Seungmin berkata. 

"Dia nggak bakal mau balik kalau belum ketemu bunganya, tapi pasti aku bilang kalau Seungmin sudah rindu karena ditinggal 24 jam."

"Merci beaucoup, Kak Heejin," ucap Seungmin. 

Heejin bilang sama-sama, kemudian menutup telepon untuk mengirim telepati ke Hyunjin. Tepat setelah telepon ditutup Heejin, bel pelajaran selanjutnya berbunyi. Seungmin bergegas memasukkan ponsel ke kantung, kemudian berlari kembali ke kelas. 

Dia akan belajar dengan rajin agar pikirannya bisa dialihkan dari Hyunjin. 

***


.a/n

pakabs *wink*

Between Bloods. // SeungjinOn viuen les histories. Descobreix ara