Tapi bukan itu yang membuatnya semangat. Semangat Bumi jadi meningkat setelah Runa tersenyum ke arahnya. Sungguh. Tadi ... dia benar-benar melihat Runa tersenyum. Selain senyuman, Runa juga memberikan ucapan semangat. Ya, walau kali ini ucapan itu di tujukan untuk semua tim. Tapi satu hal yang pasti senyum Runa hanya untuk dirinya.

Oh, ya apa kalian tau? Satu senyuman dari Runa tadi sudah membawa keberuntungan untuk Bumi. Dia berhasil mencetak nilai dengan beberapa kali memasukan bola ke dalam ring basket.

Permainan dalam babak ke dua ini berhasil membuat posisi tim basket SMU Virendra unggul beberapa poin. Hampir semua pemain merasa senang. Hanya ada satu orang yang merasa ini adalah kesalahan.

Gue gak akan biarin lo menang. Itu sebabnya gue harus ngelakuin ini.

Gavin mendrible bola dengan cekatan. Manik matanya terus saja mengawasi keberadaan Bumi. Bumi berdiri di depan ring basket sambil berteriak agar Gavin mengoper bola ke arahnya.

Seolah, tak mendengar suara Bumi. Gavin terus saja berusaha melindungi bola yang ada di tangannya. Tubuh Gavin bergerak dengan cepat, kepalanya terus tertunduk. Semakin dekat dia dengan ring basket, maka tujuannya akan semakin mudah untuk tercapai.

Gavin tersenyum. Dengan mata dipenuhi binar dia melompat dan berusaha melakukan shoot. Tapi nahas, hal yang Gavin lakukan bukannya menambah poin. Gavin malah menabrak Bumi. Tabrakan yang cukup keras membuat Bumi terjatuh dengan posisi tangan yang tertindih.

"Arghhh!" Bumi berteriak. Kalau tidak salah dia mendengar ada sedikit bunyi. Tidak. Ini tidak boleh. Tangannya tidak boleh patah saat ini.

Bumi membalikkan posisi tubuhnya. Dia memegang pergelangan tangan kanannya. Sakit. Ini sangat menyakitkan.

Petugas PMR segera berdatangan. Runa dan Juna ikut melihat keadaan Bumi. Bumi masih merintih saat dokter sekolah memeriksanya.

"Bumi tidak bisa lanjut bertanding. Tangannya patah, ini memerlukan penanganan di rumah sakit. Bahkan tangannya harus di gips untuk beberapa waktu." Dokter Rino, salah satu dokter di sekolah menjelaskan.

Bumi menggeleng-gelengkan kepalanya. "Enggak! Saya gak mau ke rumah sakit. Saya harus bertanding dok. Ini babak yang penting bagi saya." Bumi mencoba bangun. Dia menyangga tangan kanannya menggunakan tangan kirinya. Langkah kakinya perlahan terayun guna mengambil bola basket.

"Bumi Stop! Gak usah maksain diri lo sendiri. Kalo lo gak mau ke rumah sakit, biar dokter spesialis tulang yang ke sini." Ile sedikit berteriak. Kaki kanannya menahan bola basket yang akan diraih oleh Bumi.

Bumi terdiam. Dia tidak jadi membungkuk untuk mengambil bola basket itu. Kini manik kelabu itu menatap Ile intens.

"Gue bisa gantiin lo. Gue bakal berusaha yang terbaik supaya sekolah kita menang. Lo gak perlu khawatir."

Bumi bisa melihat keseriusan di wajah Ile. Dia tidak meragukan kemampuan Ile sedikit pun. Masalahnya adalah menang dan kalah dalam pertandingan ini akan berhubungan langsung dengan Samuel.

Segera Bumi melirik El. Dia terlihat diam saja, bahkan dengan tenangnya dia membalas tatapan dari Bumi seolah berbicara 'Let see, who's the winner?'

"Oke. Gue serahin tim kita ke elo." Bumi menepuk pundak Ile. Dia mengukir senyuman yang membuat Ile ikut tersenyum. Ile seolah lupa bahwa tadi dia sempat cemburu buta pada Bumi.

Posisi kapten yang Bumi berikan pada Ile semakin membuat hati seseorang merasa panas. Dia mengepalkan kedua tangannya. Bahkan sampe akhir gue tetep gak bisa jadi kapten. Kalo gitu, lebih baik tim kita kalah.

Setelah Ile menjadi kapten dari tim SMU Virendra. Pertandingan kembali di mulai. Bumi sendiri sudah dibawa ke UKS guna mendapat perawatan lebih lanjut.

Bad Boy and Silent Princess [END]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon