Moment

37 2 0
                                    


Seoul, 04 Desember 2009

Namanya Yuna, Kang Yuna. Malam itu salju turun lumayan deras, hingga dinginnya terlalu menusuk sampai ketulang, tidak berkurang meski dia sudah melapisi tubuhnya tengan sweater, jaket dan juga mantel tebal.
Sambil menenteng bungkusan kertas berisi ubi panggang yang dibeli di persimpangan, Yuna berjalan menuju halte tempat dimana dirinya biasa menunggu sang Ibu turun dari bus.

"Ahh dingin" keluhnya sambil menghembus angin dari mulut mungilnya "Ibu, cepatlah sampai" tambahnya

"Ibu....Ibu" tiba tiba terdengar suara rintihan dari sekitar, dan langsung saja hal itu menarik atensi Yuna yang secara otomatis melihat kearah asal suara

Tampak seorang anak laki-laki yang jika melihat dari postur tubuhnya, mungkin saja dia seusia dengan Yuna. Anak itu duduk sambil mendekap badannya dengan kedua tangannya sendiri sambil terisak. Sepertinya dia menangis.
Yuna sedikit memutar badan untuk memperhatikannya. Anak laki-laki bermantel tebal dengan warna dongker itu menatap takut kebawah.

Baru saja dirinya ingin melangkah menghampiri, suara decitan bus terdengar karena berhenti tepat didepan gadis itu. Dia langsung memperhatikan bus yang dia yakini adalah bus yang ditumpangi sang ibu.

"Uri ttal" dan benar, itu benar ibunya yang langsung memanggil begitu turun dari pintu bus (putriku)

"Ibu" Yuna menyambut dengan perasaan yang selalu merasa lega jika sudah melihat ibunya

"Kan sudah ibu bilang, untuk menunggu ibu dirumah. Disini pasti dingin sekali" ucapnya cemas seraya memastikan resleting mantel putrinya sudah terpasang sampai atas

Langsung saja Yuna menggandeng tangan wanita paruh baya kesayangannya itu "Aku bosan dirumah, lagipula aku sedang ingin makan ubi panggang ini dengan ibu" jawabnya menyengir menunjukkan kantung kertas yang sedang dia peluk

Pun Ibu tersenyum pasrah mendengarnya "Baiklah, ayo kita pulang" katanya membuat putrinya mengangguk

"Hiks..."

Isakan itu kembali terdengar, membuat Yuna dan ibunya sama-sama tidak jadi melangkah. Yuna baru ingat ada anak laki-laki itu.

"Astaga" seru ibu yang sedikit terkejut ketika melihat anak laki-laki itu, tanpa pikir panjang ibunya langsung menghampiri

"Nak, kau sedang apa disini" wanita paruh baya itu bertanya dengan hati-hati

Ragu-ragu anak laki-laki itu mengangkat kepalanya, melihat Ibu Yuna dan Yuna secara bergantian. Wajah mungilnya dengan mata yang meski berbentuk tajam tetap tidak menutupi ketakutan pada sorotnya kala itu. Yuna merasa sedikit terkesima melihatnya. Dalam hati dia bertanya, Bagaimana bisa ada seorang anak laki-laki yang terlihat cantik dan tampan diwaktu yang bersamaan.  Meski dalam keadaan yang sedang menangis seperti itu.

"Ya Tuhan, wajahmu merah sekali. Kau pasti kedinginan" seru ibu Yuna yang terdengar khawatir dengan mengkatupkan kedua tangannya pada pipi anak itu

Yuna hanya terdiam memperhatikan reaksi anak laki laki itu. Dia tampak bingung, tapi setidaknya dia berhenti menangis.
Tiba-tiba matanya mengarah pada Yuna. Mata mereka bertemu.

Satu detik, dua detik, tiga det.....

"Kenapa kau sendirian ditempat dingin ini, dan lihatlah" ucapan Ibu Yuna terhenti ketika tangannya memegang telapak tangan anak itu "tanganmu sampai sedingin ini, kau bisa sakit. Nak, kau dengan siapa disini? Rumahmu dimana, biar bibi mengantarmu pulang"...

Anak laki-laki itu terdiam, matanya yang masih penuh kebingungan dan ketakutan hanya memandang mereka berdua secara bergantian. Bibirnya mengkatup dengan bergetar.

Miracle of HeartWhere stories live. Discover now