12. Bendera perang telah dikibarkan.

Start from the beginning
                                    

Ia sedang memasak pasta sore ini. Dirinya masih terlihat salah tingkah di dapur. Ia bingung, bagaimana nanti kalau bertemu dengan Gabriel dan Ray lagi? Bertatapan saja mungkin tak bisa. Malu sekali.

"Masakin gue juga dong," Ucap Ray yang tiba-tiba sudah ada di dekat Anna. Gadis itu langsung tersentak kaget.

"Ngapain di sini? Udah sanaaa ajaaa." Anna mendorong pelan bahu Ray.

"Kenapaa?" Ray menggoda Anna.
"Malu, ya?"
"Udah jadian, ya?"

"RAYYYYY!!!" Teriak Anna.

"APAAA??"

"SANAAAAAA." Anna mendorong bahu Ray lagi.

"Gue maunya di sini."

"Jangan ngeledek!"

"Dih, siapa yang ngeledek? Gue nanyaaaaa."

"Tadiii."

"Nggak."

"Ih!" Anna mengalihkan pandangannya, kembali fokus menyiapkan bumbu pastanya.

"Udah jadian, ya?" Tanya Ray, lagi. Tentu saja itu sengaja.

"MINGGIR NGGAK!" Anna bersiap untuk memukul Ray dengan spatula.

"Iya iya!" Seru Ray sambil tertawa.
"Fero dimana?"

"Di atas."

"Yaudah gue ke atas dulu, masakin gue juga ya!"

"Nggak mau!" Jawab Anna.

"Gue bilangin pacar lo nih!" Anna berdecak dan bersiap untuk memukul Ray lagi. Yang menggoda langsung lari meninggalkan Anna di dapur.

Sungguh! Anna saat ini sangat malu. Untung saja Fero tadi tidak ikut melihat juga.

Tapi sepertinya kalau Fero yang melihat, akan lebih baik menurut Anna. Karena dia tak sejail Ray. Fero lebih bersikap dewasa di banding Gabriel dan Ray. Tentu saja, umur Fero juga lebih tua daripada mereka.

•••oOo•••


"Jangan keluar rumah." Suara Gabriel saat bersiap untuk menyelesaikan misi malam ini.

"Kenapa?" Tanya Anna.

"Turutin aja apa kata pacar lo," Sahut Ray, menggoda. Anna segera memberikan tatapan tajamnya.

"Kalian pacaran?" Tanya Fero.

"NGGAK!" Jawab Gabriel dan Anna kompak.

"Eih, bohong. Gue aj-" Gabriel segera membungkam mulut Ray saat itu juga.

"Udah, pokonya jangan. Bahaya!" Kata Gabriel kepada Anna.

"Ayo!" Seru Gabriel yang masih membungkam mulut Ray sambil berjalan keluar.

"Kita pergi dulu, ya." Suara Fero, lalu mengikuti Gabriel dari belakang. Anna mengangguk.

Tepat ketika mereka sudah keluar dari markas, ponsel Anna berdering. Tertera nama kakak tirinya, Helena. Anna menerima panggilan tersebut, lalu merekamnya.

Seperti apa yang Ray ucapkan. Selalu rekam ketika ada yang menelpon.

Anna masih diam, menunggu lawan bicaranya memulai pembicaraan.

"Anna?"

"Ya?"

"Kamu dimana?"

Anna diam sejenak. Berpikir, harus menjawab apa.

"Di hotel."

"Kenapa nggak pulang?"

Anna mengernyitkan keningnya. Padahal, dirinya sudah beberapa hari tak pulang. Kenapa kakaknya baru menanyakan hal itu?

Dangerous DragonWhere stories live. Discover now