Intermission

360 26 5
                                    


POV REVAN

"Vano..." ucapku Lirih berusaha membuka mataku samar-samar aku bisa lihat cahaya lampu dari ruagan rumah sakit.

"Vano.." panggilku lagi, masih bisa aku rasakan kecemasanku saat saudaraku itu tengah di incar pembunuh.

"Revan.." terdengar suara seseorang merintih, aku melihat jam di dinding sudah menunjukan pukul 03:25 dini hari. Sekuat tenaga aku coba menoleh. Bisa aku lihat mama Laras disampingku, entah bagaimana caranya dia bisa menyelinap masuk menemuiku sekarang

"Mama..." bisikku. Mama laras geram dan langsung menggegam tanganku.

"Apa yang kamu lakukan Revan?!" hardiknya pelan.

"Kenapa? Kanapa mama berencana membunuh Vano " lirihku dengan sedikit parau. Aku masih lemah karna banyak kehabisan darah kemaren.

"Tolong jangan lakukan hal bodoh itu lagi Van! Mama lakukan semuanya untuk kamu dan kita, kamu lihatkan betapa papamu meng'emaskan anaknya Drista, papamu tidak mempercayakan perusaha'an besarnya yang di singapore padamu. Dan memberikan itu semua untuk Vano!" ujarnya, sedikit aku menghela nafas dan berkata lirih.

"Mama, seperti orang tidak waras." singatku.

"Hampir mati rasanya saat mama mengetahui kamu tertembak hiks." tangis mama pecah. Aku diam sembari nanar melihat langit-langit kamar.

"Aku lebih baik mati dari pada melihat Vano terluka Mah" tegasku, mama berdesih dan bicara dengan tak habis pikir.

"Kamu begitu menyayangi anaknya Drista, kamu sadar gak sih Van. Kamu hanya di anggap pecundang oleh mereka, kamu liat papamu, dia selalu dia lebih sayang Vano! Hingga yang sudah mati saja mereka masih cari!" gerutunya.

"Jadi mama yang membunuh Bryan?" tanyaku dengan mata berkaca-kaca. Mamaku terdiam sembari mengelus pipiku lembut.

"Mama lakukan ini semua demi kamu nak." ujarnya lirih. Aku berdesih dan menggerakkan leherku tak mau melihatnya.

"Pergilah, aku gak mau punya mama seperti ini. Aku sudah lama menganggap mama mati." ucapku dengan nada sesak, tak terasa air mataku merintik. Mama laras berdiri dengan sedikit menghela nafas. Dan beranjak pergi.  Namun langkahnya aku hentikan saat dia berdiri di pintu.

"Jangan ulangi lagi mah, jika terjadi apa-apa dengan Vano. Mama akan menyesali perbuatan mama selamanya." tegasku. Ibu kandungku itu berlalu tanpa kata sepatah katapun.

Pagi berkunjung, mama Drista tampak senang sekali melihatku sudah siuman. Dia datang bersama Vano pagi ini membesukku

"Syukurlah nak, kamu baik-baik saja kami semua mengkhawatirkanmu." ujarnya, aku sedikit mengibas senyum dan melirik Vano yang berdiri.

"Abang... Terima kasih ya? Vano tidak tau apa yang terjadi jika abang tak selamatkan Vano." ucapnya aku tersenyum dan sedikit menggangkat tanganku untuk menggapainya.

"Ya Vano, emang seharusnya abang melindungimu." ujarku, Vano mendekat dan menghenyak duduk di sampingku.

"Makasih ya bang, Polisi sudah menyelidiki kasus ini, kita tunggu saja." ujarnya, mama mendekat dan mengambilkan nampan sarapan pagiku.

SUAMIKU BOCAH!Where stories live. Discover now