kekhawatiran seorang ayah

1.5K 206 16
                                    

Jay membersihkan wajahnya dengan micellar water yang dikasih Sunoo, sambil menggerutu tiada henti. Heeseung yang duduk di sebelahnya hanya tertawa sedari tadi, memperparah suasana hati Jay.

Ya iyalah siapa juga yang mau tampil memalukan di hadapan orang yang disukai? Apalagi Jay dalam kondisi wajah didandani macam badut, bikin malu.

Sedangkan tiga biang masalah sekarang malah asyik nonton film sambil makan pizza yang dibawa Heeseung. Tidak peduli dengan nasib Jay yang kehilangan kharisma di mata Heeseung.

"Ah sudahlah, berhenti menggerutu, kau malah semakin lucu, sakit perutku tertawa terus," kata Heeseung sembari menepuk-nepuk pundak Jay.

Jay hanya mendengus.

Karena pastinya Jay bakal lama berhenti menggerutu, Heeseung pun berinisiatif mengambil sepotong pizza lalu dia arahkan ke hadapan Jay.

"Buka mulutmu."

Jay berhenti dengan kegiatannya. Menoleh pada Heeseung dengan pandangan penuh tanya. Lantas membuka mulutnya.

Sepotong pizza itu kini menyisakan bekas gigitan yang cukup besar. Heeseung pun melipatnya menjadi 1/2 bagian, dan memakan sisanya.

Jay sempat berhenti mengunyah karena terperangah. Tapi setelah itu dia hanya mendengus sambil tertawa geli.

Diusaknya rambut Heeseung sebelum dia beranjak untuk membuang kapas yang sudah berubah menjadi warna-warni.

Heeseung datang bukan untuk menjemput Sunoo. Dia hanya sedang ada jam istirahat selama 4 jam sebelum kembali lagi ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan rutin pada pasien rawat inap.

Terlalu tanggung untuk pulang ke rumah. Jadinya dia mampir ke tempat Jay. Beristirahat sejenak sambil melihat anak-anak bermain.

"Ini semua kamu beli dimana Sunoo?" tanya dokter tersebut sambil mengamati satu persatu produk make up yang dimiliki putranya.

Dia sama sekali tidak tau kalau Sunoo membeli semua ini.

"Di mall dekat sekolah Sunoo, Yah. Sunoo beli semuanya pake uang tabungan Sunoo."

Heeseung menaruh kembali two way cake di tempatnya semula, lantas dirinya yang tengah rebahan di karpet itu diam memperhatikan Sunoo yang sedang membereskan semua make up itu ke dalam tas kecil.

"Kenapa tidak bilang ayah saja kalau mau beli ini, Sunoo. Ayah bakal belikan buat kamu."

"Ayah sibuk terus, kalau nunggu ayah pasti bakal lama," jawab Sunoo dengan agak manyun. Heeseung melihatnya, dan jadi merasa bersalah.

"Ada lagi yang mau dibeli gak? Biar ayah belikan," katanya, berusaha menghibur putranya.

"Beneran ayah mau beliin?" tanya Sunoo dengan mata rubahnya yang berbinar-binar.

Heeseung mengangguk. "Bilang apa saja yang kamu mau, Sayang. Nanti ayah belikan."

Sunoo terlihat berpikir-pikir sebentar sambil mengamati semua koleksi make upnya. "Hmm .. apa ya? Ah! Liptint! Ayah, beliin Sunoo liptint dong~ hmm Sunoo sebenernya juga butuh skincare, soalnya harga skincare mahal-mahal, jadi Sunoo engga bisa beli waktu itu gara-gara uang Sunoo kurang. Boleh nggak Yah kalau Sunoo minta skincare juga?"

Heeseung tak melepaskan pandangannya sedetikpun dari wajah putranya. Anak itu kelihatan senang sekali membahas produk-produk kecantikan. Padahal Heeseung sedikit berharap putranya menginginkan sesuatu yang sesuai dengan gendernya, seperti nintendo atau sepatu olahraga. Namun tampaknya, anaknya ini sudah menemukan kesukaannya sendiri.

Heeseung merasa lega, akan tetapi di satu sisi dia juga khawatir.

Tidak normal bagi laki-laki untuk menyukai make up. Heeseung sebenarnya tak masalah. Menyukai make up belum tentu merubah orientasi seksual seorang laki-laki. Hanya saja di masyarakat, ada sebuah pandangan bernama stigma yang membatasi anak laki-laki untuk tidak bahkan jangan menyukai hal-hal yang berkaitan dengan perempuan.

a normal day of Jay ParkDonde viven las historias. Descúbrelo ahora