T U J U H

32.2K 2.9K 17
                                    

Renata mengusap air mata yang sedikit sedikit jatuh membasahi pipinya. Disampingnya, seorang wanita berkacamata hanya bisa mengelus punggung Renata tanpa berkata apapun. Menyaksikan Renata yang tampak sangat sedih hari ini membuatnya tidak bisa melakukan apapun selain menemaninya untuk memberitahu Renata secara tidak langsung bahwa Ia ada di sampingnya untuk mendengarkan semua keluh kesah Renata.

"Gue sampe resign, cari kerjaan lain yang waktunya lebih fleksibel dan gue ga perlu dines-dines terus. Tapi ternyata semua masih kurang, Min" Renata masih sesenggukan sambil menghapus air matanya dengan tisu kemudian melemparnya ke bawah kasur.

Mina, gadis yang mendampingi dan mendengarkan cerita Renata sejak tadi, melihat ke arah tumpukan tisu yang sudah basah oleh air mata Renata di lantai kamarnya.

"Rasanya cuma gue yang berjuang buat hubungan ini, tapi Sultan nggak" Renata menutup muka dengan kedua telapak tangannya. Tangisnya semakin kencang.

Saat ini, mereka sedang berada di kamar kost Renata, duduk di atas kasur Renata yang masih tampak berantakan di hari weekend ini. Mina adalah tetangga kamar di kost-kostan yang ditempati Renata selama Ia tinggal di Jakarta. Menjadi salah satu teman dekatnya karena mereka sama-sama perantau yang mencari nafkah di Ibukota dan harus jauh dari keluarga, hal inilah yang kemudian mendekatkan mereka. 

Mereka sering menghabiskan weekend bersama atau sekedar mengobrol selepas kerja kalau kebetulan mereka sama-sama ada di kost dan tidak memiliki kegiatan lain. Tidak jarang mereka sering berbagi cerita tentang kehidupan mereka masing-masing, seperti yang dilakukan saat ini. Mina memang tahu mengenai hubungan Renata dan Sultan. Mina juga mengenal Sultan yang sering mengantar jemput Renata di kostnya. 

Dan ketika mendengar cerita Renata yang pada akhirnya harus usai dengan Sultan, melihat Renata yang begitu sedih mengalami semua ini, Mina juga ikut muram. Sudah beberapa hari ini dilihatnya Renata tidak seperti biasanya. Selepas kerja Ia akan langsung masuk kamar, padahal biasanya mereka akan menonton tv bersama sambil bercerita. Akhirnya saat weekend ini digunakan Mina untuk bertanya keadaan Renata, dan ternyata sahabatnya itu sedang patah hati. 

"Tiga tahun rasanya gak ada artinya, Min. Gue kira Sultan yang paling ngerti tentang alasan kenapa gue memilih untuk kerja selama ini. Ninggalin Ibu sendirian di Bandung. Tapi ternyata nggak. Malah dia nuntut gue untuk ninggalin semuanya"

"Hush.. Nggak begitu, Ren. Mungkin maksud Sultan biar lo gak perlu capek-capek kerja begini. Dia tahu nggak, Bos lo rese?" tanya Mina yang sedikit banyak sudah tahu mengenai sikap Renjaka kepada Renata dari cerita wanita itu.

Renata hanya mengangguk sebagai jawaban. Mina melanjutkan, "Nah, mungkin karena itu kali, makanya dia nyuruh lo resign. Biar gak stress ngadepin bos macem gitu"

"Min, kalau setiap ada masalah dikit gue harus resign, yang ada gue gak bakalan bisa kerja di mana-mana. Mana ada sih kantor yang isinya cuma enak-enak doang? Gaji gede, bos baik hati, kerjaan santai. Kalo jadi anak CEO, mungkin baru bisa"

Mina tertawa mendengar jawaban Renata yang masih bisa bercanda padahal isakan tangisnya masih terdengar, "Emang elo nya aja sih, yang gak bisa diem. Gak bisa banget kalo gak kerja"

"Lo aja paham kan, Min, sama sifat gue yang kaya begitu. Tapi Sultan nggak" 

Mina menghela nafas pelan, "Udah gak bisa diperbaiki lagi?" tanya Mina mengenai hubungan Renata dengan Sultan.

"Gue gak yakin, masalah ini gak akan muncul lagi, walaupun kita udah berusaha untuk memperbaiki. Hal ini terus yang jadi alasan kita berantem, Min"

"Lo lega, nggak, dengan keputusan lo ini?"

Renata menatap jendela kamarnya yang mengarah ke luar rumah kost mereka, "Tiga tahun gak sebentar, Min. Gue udah terlalu terbiasa ada Sultan. Bahkan berantem-berantemnya kita pun kadang gue nikmati sebagai bagian dinamika hubungan kita, biar kita makin dewasa. Tapi rasanya lama-lama capek juga kalau alasannya itu lagi itu lagi. Ditambah rasanya semua effort gue untuk memperbaiki hal-hal yang mengganjal di hubungan kita ini gak dihargai sama Sultan. Sultan jadi kaya orang yang gak ngerti sama pikiran dan keinginan gue. Tiga tahun jadi kaya sia-sia semuanya"

Never Been Easy [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang