L I M A

33.4K 3.1K 16
                                    

Renata adalah anak ke-2 dari 2 bersaudara. Kakak laki-lakinya berjarak usia 5 tahun darinya. Abimana Satya, namanya. Abi sudah menikah dengan Dewi Setyowati dan kini tinggal di Bandung, dekat dengan Ibu mereka. Ayah Abi dan Renata sudah meninggal sejak Renata masih kuliah. Saat-saat di mana Renata sangat terpukul sekali karena sang Ayah meninggal secara tiba-tiba setelah terkena serangan jantung mendadak sepulang kerja. Yang membuat Renata menjadi sosok yang linglung karena kehilangan yang sangat besar. Renata memang sangat dekat dengan sang ayah, sehingga Renata sangat terguncang saat Ia harus ditinggal secara tiba-tiba oleh sosok kesayangannya itu. 

Beruntungnya, Renata memiliki Ibu dan Kakak yang kemudian membantunya bangkit kembali. Berhasil meneruskan kuliahnya hingga selesai, setelah Renata sempat cuti 1 tahun karena perasaan kehilangan yang sangat mengganggu kesehatan mentalnya. Setelah lulus kuliah, Renata memilih untuk bekerja di Jakarta dan meninggalkan Bandung agar bisa sepenuhnya terlepas dari kenangan menyakitkan ditinggal sang Ayah. 

Walaupun tentu saja berat meninggalkan Ibu yang kini harus sendiri sepeninggalan Ayahnya, namun Ibunya mengerti mengenai keinginan anak bungsunya itu. Renata pun bisa tenang berjauhan dengan Ibunya karena masih ada kakaknya yang tinggal dekat dengan sang Ibu walaupun tidak serumah. Setiap 2 minggu sekali juga Renata pulang ke Bandung untuk mengunjungi Ibunya yang saat ini kegiatannya diisi dengan mengurus restoran yang dimiliki keluarga mereka semenjak Ayahnya masih ada. 

Renata sebenarnya sudah meminta Ibunya untuk tinggal bersamanya di Jakarta, namun sang Ibu menolak, "Restoran itu kenangan Ibu sama Ayah, Ta. Ibu gak akan tega ninggalinnya" yang membuat Renata tidak lagi bisa memaksa sang Ibu.

Renata juga sebenarnya tidak setuju melihat Ibunya masih saja sibuk mengurus restoran di usianya yang sudah cukup membuatnya gampang kelelahan sekarang. Bahkan Ibunya masih suka ikut repot memasak di dapur menyiapkan pesanan dari pelanggan. Namun, sang Kakak memberikan pengertian pada Renata, "Kamu kaya gak kenal sama Ibu aja sih, Ta. Senengnya masak dari dulu. Biarin aja gak apa-apa. Kita bantu kontrol kesehatan Ibu aja ya. Biarin Ibu ngelakuin apa yang emang disenengin" Ata adalah panggilan akrab Renata di rumah dari keluarga terdekatnya. 

Renata pernah berbicara pada Ibunya beberapa waktu lalu saat Ia pulang ke Bandung, "Pokoknya kalau capek, Ibu harus istirahat. Kalau sampe Ibu kecapekan terus sakit, Ata paksa Ibu pindah ke Jakarta tinggal sama Ata"

Sang Ibu hanya tertawa, "Iya, Neng. Lagian kan Ibu juga dibantuin sama Bi Yani. Cuma masak dikit aja" Bi Yani adalah salah satu asisten kepercayaan Ibu yang sudah membantunya di restoran sejak lama. 

"Masak dikit tapi dari pagi sampe siang, kalau belum mateng semua, belum mau ke luar dari dapur" sang Ibu hanya tertawa mendengar keluhan anak perempuannya. 

Nirmala. Nama Ibu Renata dan Abimana. Adalah wanita asli Bandung yang tidak mau lagi merepotkan kedua anaknya yang sudah dewasa dan memiliki kehidupan masing-masing. Ia selalu menolak apabila diajak untuk tinggal bersama dengan Abi atau Renata. Ia lebih memilih untuk tetap tinggal di rumah yang dulu ditempatinya bersama suaminya, yang juga rumah Abi dan Renata sebelum mereka berkeluarga dan memiliki tempat tinggal sendiri. 

Namun hal itu justru yang menjadi alasan Renata selalu menempatkan sang Ibu sebagai prioritas utamanya. Apapun yang dilakukan Renata saat ini adalah untuk memberikan kebahagiaan dan kesejahteraan untuk Ibunya, agar tidak perlu lagi repot di restoran. Tapi sang Ibu selalu menolak bantuan, terutama keuangan, yang secara rutin diberikan oleh Renata, "Neng, duitnya ditabung aja atuh buat keperluan kamu di sana. Ibu kan masih ada dari restoran. Banyak" ujar Nirmala saat itu, mengetahui sang putri masih saja rutin mengirimi uang ke tabungannya. 

"Ya sudah, buat tabungan Ibu aja, kalau memang gak kepake." balas Renata saat itu, "Bu, terima aja ya. Ini cara Renata untuk bertanggung jawab sama Ibu"

Nirmala mengelus surai hitam anaknya dengan lembut, penuh kasih sayang, "Kamu tuh gak perlu tanggung jawab apa-apa sama Ibu. Ngelihat kamu sukses dengan pekerjaan kamu, Ibu udah seneng, Neng"

Renata tersenyum, "Ata tahu, Bu. Tapi gak apa-apa ya, biar Renata tenang juga jauh dari Ibu. Jadi kalau butuh apa-apa, tinggal pake aja. Kalau kurang nanti bisa bilang Ata"

Sang Ibu akhirnya hanya bisa mengangguk. Mengetahui bahwa inilah bentuk kasih sayang sang anak kepadanya, merasa bertanggung jawab karena sang Ibu kini tinggal sendirian dan harus berjauhan dengan anak-anaknya. Walaupun kebanyakan uang itu hanya terpakai untuk membelikan makanan atau kebutuhan lainnya saat Renata pulang ke Bandung. Asalkan anaknya bisa bekerja dengan tenang saat jauh dari Ibunya. 

Alasan itulah yang menjadikan Renata tetap bekerja sampai saat ini. Dan alasan itu pula lah yang kemudian menjadi batu sandungan dalam hubungannya dengan Sultan. Sultan menginginkan istri yang bisa sepenuhnya menjadi ibu rumah tangga, Renata sudah pernah menolaknya. Kemudian Sultan menggunakan alasan bahwa pekerjaan Renata saat itu mengharuskannya pergi dinas ke luar kota bahkan di saat weekend. Sultan bilang, apabila terus begini, akan semakin sedikit waktu yang bisa diberikan Renata untuk keluarganya.

Renata mengalah, Ia kemudian resign dari kantor lamanya dan kemudian pindah di pekerjaannya yang sekarang, menjadi sekretaris Renjaka. Pekerjaan kantoran ini akan membuat Renata tidak perlu lagi pergi dinas di saat weekend. Tapi ternyata hal itu masih belum memuaskan Sultan, seperti yang terjadi saat ini. 

"Kamu mau kita akhiri aja semuanya?" pertanyaan Sultan yang mengejutkan Renata. 

Akhirnya keluar juga pertanyaan ini dari Sultan. Renata sudah sempat menduganya, tapi Renata menyingkirkan kemungkinan itu karena Sultan masih bisa menerima keputusannya dengan mendapatkan pekerjaan baru yang tidak terlalu banyak menuntut waktunya. Tapi ternyata dugaannya salah. Tindakannya pun masih dirasa kurang oleh Sultan. 

"Masih belum cukup ya, dengan cara aku pindah dari kantor lama ke kantor yang sekarang?" tanya Renata pelan.

Sultan menghela napasnya, "Ren, kamu tahu apa yang aku mau"

"Tapi kamu gak pernah mau tahu apa yang aku inginkan, Tan. Semua hanya tentang kamu kan. Kamu gak paham alasan aku apa untuk ngejalanin semua pekerjaan ini"

"Kalau ini tentang Ibu..." 

Sultan belum menyelesaikan ucapannya, Renata sudah keburu memotong perkataannya, "Jangan pernah bawa Ibu aku untuk dijadikan alasan masalah dalam hubungan kita, Tan. Gak ada hubungannya sama sekali."

Renata membereskan barang-barangnya yang ada di meja, lalu memasukannya ke dalam tas, sebelum beranjak, Renata kembali menatap Sultan, "Kalau kamu mau mengakhiri semuanya, akhir saja, Tan. Kalau memang posisi aku saat ini sudah benar-benar gak bisa kamu pertimbangkan lagi. Sekali lagi, ini keputusan kamu. Tolong jangan pernah merubah keputusan ini lagi, Tan. Sudah cukup aku mengalah terus berusaha menyesuaikan keinginan kamu."

Renata kemudian beranjak hendak meninggalkan restoran tersebut, namun tangan Sultan menahannya, "Aku antar kamu ke kantor"

Renata mendengus pelan, "Gak perlu"

Ia lalu berjalan meninggalkan Sultan di belakangnya yang tidak lagi menahannya. Renata menarik nafas panjang berusaha untuk menahan air mata nya yang sudah berkumpul di kelopak matanya. Satu kedipan saja, maka cairan itu akan langsung menetes dari matanya. Ketika menghembuskan nafasnya, Renata tidak bisa lagi menahan tetesan itu. Untung saja Ia sudah berada di luar restoran dan Sultan tidak perlu melihat kerapuhannya saat ini.

Never Been Easy [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang