10. Hal Yang Biasa

19 7 10
                                    

Seburuk apapun keadaannya.. kita harus terbiasa untuk merasa baik-baik saja.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Saat mobil sudah berada tepat di depan gerbang sekolah, aku masih terdiam di dalam mobil. Ada sesuatu yang membuat ku penasaran.

"paman.. apakah papa sama mama tahu Dira masuk Rumah Sakit lagi, padahal baru aja keluar?"

"mereka tahu.. sudah paman kasih tahu."

"terus mereka bilang apa?"

"mereka menyuruh kami untuk lebih menjagamu lagi."

"hanya itu?" paman terdiam, wajahnya terlihat bingung dengan pertanyaanku. Jelas saja, sebenarnya jawaban seperti apa yang ku harapkan.

"maaf paman, Dira akan lebih hati-hati lagi."

"tidak perlu minta maaf."

Bukankah dengan menyuruh lebih memperhatikanku menandakan kalau orang tua ku hawatir. Yaa.. mereka pasti hawatir kan?

"kalau begitu Dira pergi yah paman."

Setelah paman menganggukan kepalanya aku bergegas keluar dari mobil. Berjalan lurus memasuki lingkungan sekolah, dengan tetap mempertahankan senyumanku seolah aku baik-baik saja. Padahal di dalam pikiranku terdapat banyak pertanyaan yang tidak dapat ku temukan jawabannya. Atau lebih baik aku tidak tahu jawabannya dari pada memperburuk keadaan.

Langkahku terhenti di depan kelas. Menarik nafasku dan menghembuskannya perlahan, berusaha untuk bersikap seperti biasanya. Perlahan aku memasuki kelas, seperti biasanya mereka sibuk dengan urusannya masing-masing.

"Ve..!" Jasmine menepuk-nepuk bangkuku menyuruhku bergegas duduk di sampinnya. Aku pun segera menuju bangkuku. Saat menuju bangkuku sekilas, sepertinya ada yang melihatku dari tadi. Saat aku meghadapkan wajahku ke arahnya, dia langsung menundukan kepalanya kembali menghadap buku yang ada di atas mejanya. Bahkan sarapan paginya pun adalah buku, siapa lagi kalau bukan Deva. Aku pun duduk di bangkuku. Santi juga ada di depanku, sepertinya mereka berdua sedang mengerjakan tugas kelompok kami.

"Ve, kamu sama Deva yang ngerjain ini sebagian di Rumah Sakit yah?" dengan senyuman yang ku pertahankan, aku menganggukan kepalaku dengan antusias.

"kalau gitu biar kami yang lanjutin yah." Aku menganggukan kepalaku lagi sebagai jawaban untuk Santi.

Bahkan disaat mereka tahu aku masuk Rumah Sakit, mereka terlihat biasa saja. Sama seperti sebelum-sebelumnya, menganggap itu adalah hal yang biasa.

..@@@..

Break Time!

Aku dan teman-temanku sudah selesai makan siang di kantin, tapi karena bel masuk belum terdengar, kami memutuskan untuk tetap berada di kantin.

"Ve.. kamu tiba-tiba menghilang kemarin, ternyata masuk Rumah Sakit, kami kira kamu sama Deva bolos bareng." Santi membuka pembicaraan. Aku sedikit kaget dengan kalimatnya.

"Deva bolos?" tanyaku karena tidak percaya.

"iya.. mungkin sekaran dia sedang berhadapan dengan bu Ana." Adit pasti lebih tahu, karena dia duduk sebangku dengan Deva.

Berurusan dengan bu Ana bagaikan mimpi buruk. Postur tubuhnya tidak begitu tinggi juga tidak gemuk, prawakannya tidak begitu menyeramkan, berkaca mata dan bentuk wajahnya lonjong. Tapi bu Ana adalah guru yang sangat tegas, dan selalu membawa penggaris panjangnya yang terbuat dari kayu.

Salah satu guru yang sangat ditakuti di sekolah. Setiap pagi, bu Ana selalu menemani satpam menjaga gerbang sekolah, siapa pun yang terlambat akan mendapatkan hadiah pukulan dari bu Ana. Sangat cocok menjadi guru BK, dan sekarang Deva berurusan dengan bu Ana karena aku.

***

Aku harus kembali ke kelas, jangan sampai aku pingsan lagi karena lupa minum obat. Aku pun pamit dengan teman-temanku dan bergegas menuju kelas. Dalam perjalanan, aku benar-benar memikirkan nasib Deva. Kira-kira hukuman seperti apa yang bu Ana berikan ke Deva.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Biasanya kalau bolos dikasih hukuman apa sih??

Author beneran gak tau.. soalnya author gak pernah boloss (maunya) mueehhehe 🤭🤭
~~~

Jgn lupa vote n comment mantemann 💕

I'm Not a PrincessWhere stories live. Discover now