11 : Runtuh

398 54 38
                                    

----------

[Sourire]

Kepala Ryo dan Yuan bergerak ke kanan dan kiri bersamaan, mengikuti gerakan kok yang dipukul bergantian oleh pemain. Yang sedang mereka saksikan adalah permainan antara Nara dan Arash. Setelah bernegosiasi dengan Jun dan Jio, akhirnya Ryo diperbolehkan untuk datang ke gelanggang olahraga, ditemani oleh Yuan. 

"Yes! Good job, Ar!" seru Ryo saat Arash berhasil menyerang Nara dengan teknik smash dan membuat poin mereka hanya selisih satu angka. Arash yang poinnya lebih tinggi. Saat Arash berjalan mendekati Ryo dan Yuan, tiba-tiba Ryo berdiri sambil melepas jaket, menyisakan kaos putih polos lengan pendek di tubuhnya. Yuan mendelik dan dengan cepat menangkap lengan Ryo.  "Hei, mau apa kau, Tuan Muda?" tegur gadis itu dengan tegas.

"Satu set saja, dengan Nara. Boleh ya?" Ryo sambil memasang tampang memelas.

"Lihat ini?" ujar Yuan sambil menunjuk bagian lengan Ryo yang membiru. "Ini juga, lihat?" Ia menunjuk ke bagian lengan yang lain. Ryo tahu bahwa Yuan akan mengomel tentang gejala penyakit Ryo yang semakin terlihat dari hari ke hari.  "Mau lebamnya bertambah?" tanya Yuan, sarkas.

Ryo berdecak kesal dan kembali duduk karena tidak ingin membuat masalah dengan Yuan.hanya bisa memandangi  Nara dan Arash yang sedang menenggak minuman mereka di seberang.  Saat dirasa Yuan sudah lengah, cepat-cepat ia berlari ke sisi lapangan yang lain. Mendekati Nara dan mengambil raket yang tidak sedang dipakai. Nara pun meladeni saja permintaan Ryo untuk bermain.

Yuan berdiri sambil berteriak kesal. Namun ia tidak mampu melanjutkan omelan karena Ryo sudah mulai bermain dengan semangat. Ingin ditarik ke pinggir lapangan pun akan percuma. Bisa-bisa Yuan malu sendiri jika melakukan hal itu. Arash mendekati Yuan sambil terkekeh pelan. "Nanti kubantu untuk menariknya keluar lapangan setelah selesai satu set, Kak Yuan." Tutur Arash, membuat Yuan menoleh. Gadis itu mengangguk sambil tersenyum.

"Aku hanya cemas. Dia itu diperbolehkan keluar dari rumah sakit karena Paman Jun tidak ingin dia stres. Berada di rumah sakit membuatnya jenuh dan kondisinya bisa menurun. Sejak siang saat aku datang sepulang sekolah kemarin, sampai aku pulang di malam hari, dia mual dan muntah. Dokter bilang itu karena Ryo stres. Karena itu, Paman Jun mengizinkannya ke gelanggang." Jelas Yuan, ditanggapi dengan anggukan oleh Arash.

"Kak Ryo itu teguh sekali pendiriannya, ya."

Yuan mengernyit bingung. "Teguh pendirian?"

"Iya. Dia ingin bermain dan meski dilarang, dia tetap menemukan cara untuk bermain."

Yuan berdecak. "Itu bukan teguh pendirian. Itu namanya keras kepala dan nakal. Jangan tiru dia ya, Arash. Kau harus jadi orang yang patuh." Ujarnya sambil menepuk pelan punggung Arash, membuat si pemuda terkekeh lagi. Kemudian, matanya kembali memandangi Ryo yang sedang bermain dengan penuh semangat, menunjukkan teknik-teknik terbaiknya meski hanya latihan. "Aku berharap bisa memiliki kakak seperti dia."

"Memang kau tidak memiliki kakak atau adik?"

Arash menggeleng. "Aku hanya tinggal bersama ibu. Tanpa kakak dan adik, rumah terasa sepi."

Yuan mengangguk mengerti. "Minta izin saja pada Ryo untuk menjadi kakakmu. Siapa tahu dia bersedia." Canda Yuan. Keduanya tertawa di sela-sela obrolan tersebut.

Tak lama, mata Yuan membelalak dan ia segera berlari ke tengah lapangan. Ryo bertumpu dengan kedua lututnya dan memegangi kepala. "Kenapa, Ryo?" tanya Yuan panik.

"Berputar-putar. Aku mau muntah." Jawab Ryo sambil meringis. Matanya berpejam karena ia rasa dirinya akan melayang jika membuka mata. Kepalanya terasa benar-benar berputar. Yuan menoleh ke kanan dan kiri. Ia lihat Nara sudah sibuk mencari ponsel untuk menghubungi seseorang. Arash juga sama paniknya dengan Yuan dan membantu dengan bersiaga di belakang Ryo.

SourireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang