BAB 46

1.3K 255 94
                                    

Pertarungan antara para buronan kabur dan orang terpilih kelima makin sengit dan tak terkendali. Para orang terpilih dikepung.

Ompu Batuang Ni Onan melihat semuanya, dengan mata pengamatnya yang berlindung di balik batu putih. Salah satu kekuatan Ompu Batuan Ni Onan adalah bisa menjangkau seluruh kawasan Dawletoo hanya dengan menutup sebelah matanya, membuat mata yang ditutup bisa melihat kawasan yang ingin Batuang lihat.

Batuang menyadari kesalahan terbesarnya. Sekarang dia benar-benar percaya bahwa Berong Ketujuh akan kembali. Semuanya bukan karena Turangi.

Pria itu memilih diam, bukannya tak mau membantu, hanya saja dia perlu untuk menyuruh mundur pasukan bala bantuan yang masih dalam perjalanan. Sebab ini bukan pertempuran biasa antar pasukan kerajaan lagi, tetapi pertempuran besar. Bukannya membantu, bala bantuan hanya akan menjadi korban dan menjadi beban. Batuang melakukan hal yang lebih penting baginya sekarang sebagai seorang pemimpin, yaitu melindungi rakyatnya, mengamankan mereka.

"Hanya begini kekuatan kalian?" tanya Bumbo. "Bahkan lebih lemah dari boca piyik yang ingin kalian lindungi."

Segeran menggores punggung tangan dengan senjatanya, hingga darah keluar dari sana. Pria itu mengusapnya lalu menggores darahnya ke pipi seraya tersenyum miring. "Selamat masuk ke dalam jebakan kami Pak tua ..."

Elisa menyatukan kedua tangannya, dia tak sadarkan diri, kedua lututnya bersandar di tanah sementar di belakangnya ada Mimian yang memegang punggungnya sambil menggerutu. "Oh dasar Elisa sialan, jangan banyak-banyak."

Sementara itu Irimbe mengeluarkan tanah vulkanis ungunya, sejujurnya dia membutuhkan Pandu untuk menyebarkan tanah beracun itu lebih cepat. Di belakangnya ada Lumbang yang melindungi dari belakang.

Bumbo dan para buronan kabur saling melemparkan pandangan.

Alakus yang tertawa dengan desisan berubah menjadi siluman ular dan dari kulitnya muncul lubang kecil yang mengeluarkan ular-ular kecil sebanyak ratusan yang melata mendekat ke arah lima orang terpilih.

Semua ular itu terdiam begitu melihat tanduk kerbau bercahaya. Sinyal pertemanan adalah kekuatan. Kekuatan Lumbang yang bisa menghipnotis semua binatang untuk mencintai Tedong Bonganya.

Bumbo menyerang dengan api abadi, Myu dengan serbuk bunga lonceng ungu, Kirem dengan tanah besinya serta Mirina dengan gelombang airnya.

Semua kekuatan bertabrakan tak karuan. Sampai Elisa yang tak sadarkan diri beberapa saat membuka mata. Bola matanya putih.

Elisa mengeluarkan kekuatan besar yang membuat semua buronan bungkam. Mata mereka terbelalak.

*

Manusia bertudung putih yang membantu para anak terpilih bukan manusia sembarangan. Dia bahkan memiliki kekuatan Imang, tak ada yang menyadarinya sampai Ayu melihat punggung tangan manusia itu terdapat garis putih berbentuk segi lima. Dia bahkan mampu mengimbangi kecepatan Lexan yang secepat kilat. Mereka berdua bergerak maju. Ayu dengan tanaman menjalarnya menjerat tubuh mereka, menyembuhkan kalau-kalau ada luka. Nala terbang dengan Burung Garudanya, menyerang dari belakang. Drio melindungi Nala dengan tanah Golemnya. Lalu Tanra dengan kekuatan Imangnya menyerang dengan gelombang air tinggi dari atas. Satu fakta penting bahwa kekuatan Imang juga bisa memperkuat kekuatan sihir biasa tanpa mantra.

"Siapa kau sebenarnya?" Nala bertanya saat berada tepat di atas Tuan Putih.

Tuan Putih menoleh. Topeng putihnya hanya berwajah datar dan tak akan pernah berubah. Dia menenggak ludah saat melihat Nala, menyadari bahwa Nala bukan manusia biasa di masa depan.

"Aku—Sang Tuan Putih."

Setelah berucap, Sang Tuan Putih langsung memukul tanah. Membuatnya menghilang dan muncul di belakang Nala. Hampir saja Nala lengah, syukurnya ada Lexan yang menangkis serangan Sang Tuan Putih.

Lexan duduk di belakang Nala, mereka menunggangi Garuda Putih dan terbang menghindar.

Kedua tangan pria itu melewati tubuh Nala untuk memegang kepala burung Garuda, lalu berujar. "Aku tak tahu mengendalikan makhluk ini," ucap Lexan, suaranya terdengar jelas karena mulutnya berhadapan dengan telinga Nala langsung.

Nala menenggak ludah.

"Fokuslah Nal!" seru Lexan.

Nala mengangguk, menyuruh Burung garudanya untuk berlindung di balik Tanah Golem milik Drio. Di sana sudah ada Drio, Tanra, Ayu dan manusia bertudung putih.

"Kita harus mengatur rencana," ucap Tanra. "Manusia ini—"

"Namanya Sang Tuan Putih," Nala menyela.

"Baiklah, Tuan Putih dan kau—siapa namamu?" Tanra melemparkan pandangan pada pria bertudung putih itu.

"Sebut saja aku A."

"Oh pilihlah nama yang agak panjang," Drio menggerutu dengan suara tertahan karena masih berusaha mengontrol Golem Hitamnya.

"Baiklah A," ucap Tanra. "Jadi aku akan menjelaskan rencana yang baru saja terpikir olehku beberapa menit lalu. Jangan ada yang menyela sebelum aku selesai berbicara."

"Bisakah kalian lebih cepat," gerutu Drio. "Sang Tuan Putih mengeluarkan mantra yang lebih hebat. Anda saja Sanja ada di sini, Keong Masnya bisa membantuku memulihkan energi."

"Aku akan membantumu," ucap Nala, menyuruh Burung garudanya menyerang Sang Tuan Putih.

*

Sanja menghampiri Bastian yang kini berhadapan dengan Enola yang terbang mengudara, sementara dia mengikat Pandu dengan udaranya yang lain. Perempuan berkulit sawo matang itu tertawa kecil.

"Oh kalian berdua lagi," ucapnya. "Syukurlah kita bertemu, pertarungan kita di Turangi kemarin belum berakhir. Kalian kabur."

Bastian menoleh pada Sanja.

"Mana yang lain?" tanya Bastian.

"Masih menghadapi Sang Tuan Putih."

"Terus kenapa kau di sini, San? Bahaya."

"Kau membantuku bertemu dengan orang terpilih Tanko sebelumnya Bas, berusaha mengulur waktu untukku, sekarang biarkan aku membantumu sekarang."

Bastian sejujurnya tak ingin Sanja berada di sini sekarang. Apalagi Enola bukan lawan yang mudah. Namun Sanja benar, dia harus bertemu orang terpilih sesegera mungkin.

Bastian memegang tangan Sanja erat.

"Kalau begitu, mohon bantuannya San ..."

Mata Bastian membidik ke arah Pandu. Sanja dengan kekuatan Imangnya memunculkan banyak aura Binatang hingga membuat Enola kewalahan. Sementara ia dan Bastian makin dekat dengan menunggangi aura harimau Jawa liar.

Bastian meraih tangan Pandu dan menarik tubuhnya sementara Sanja tinggal untuk menghalau Enola.

Bastian berlindung dibalik puluhan aura binatang, dia bersama dengan Pandu sekarang yang terkulai lemah.

"He-hebat anak muda," ucap Pandu parau setelah hampir saja kehilangan kesadaran diri.

Tak lama, muncul keong kecil di lengan Bastian yang mengalirkan energi untuk pulih kembali dan Bastian juga bisa melihat ada keong mas yang menghampiri Pandu, membuat tubuh Pandu yang sebelumnya penuh luka langsung menghilang dan bibirnya yang pucat kini memerah kembali.

Pandu menghela napas lega.

Bastian melihat punggung Sanja yang berjuang keras melawan Enola di atas sana, sambil tersenyum tipis.

Terima kasih San.

"Kenapa lama sekali anak muda?" tanya Pandu. "Ohoho ... akhirnya aku masih hidup. Pegang tanganku dan jangan kau lepaskan."

Bastian berpindah ke dimensi lain bersama Pandu, sementara tubuh asli mereka dijaga oleh ratusan aura Binatang liar. 

ARCHIPELAGOS 3 (Wizarding School in Nusantara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang