BAB 33

1.2K 253 71
                                    


Lexan menemui Nyai Mina di rumah kacanya. Dia pergi sendirian saat jam makan siang. Melewati tanaman-tanaman perdu dan pohon-pohon rendah setinggi manusia yang sudah berbuah.

"Aku ingin bertanya soal kekuatan biru tua yang membuatku bisa membunuh Markus Bambong. Itu adalah kekuatan Imang, kan Nyai?" ujar Lexan langsung tanpa basa-basi, ketika Nyai Mina masih sibuk dengan eksperimennya.

Nyai Mina menoleh, belum sempat mencerna apa yang diucapkan Lexan.

"Apa Nak? Boleh kau ulang? Obat? Apa penyakitmu kambuh lagi?"

Lexan menggeleng. "Kekuatan Imangku. Aku tahu kalau kekuatan itu hanya bisa bangkit saat ada yang membangkitkannya, kan? Aku belum bertemu orang terpilih sebelumku. Sanja sendiri dibangkitkan sebelumnya oleh manusia bertopeng misterius itu. tetapi bagaimana denganku, Nyai?"

Nyai Mina membuka laci mejanya, memasang kacamatanya. "Oh Nak, aku juga bingung soal itu. Dari dulu aku ingin bertanya, tetapi takut membuatmu tak nyaman. Apa kau tak ingat sesuatu?"

"Ingat, saat saudara kembarku Leman yang harus ada di Archipelagos tewas tertimpa balok kayu saat kebakaran dan aku tak sadarkan diri, aku melihat samar ada seorang perempuan yang mengalirkan kekuatannya padaku."

"Apa kau punya keluarga perempuan?"

"Ibu sudah lama meninggal," jawab Lexan. "Aku tak pernah bertemu keluarga dari ayah dan ibuku sebelumnya. Selain ... kurasa tak mungkin Lexie sialan yang memberikan kekuatan padaku."

Nyai Mina tak bisa menjelaskan dengan rinci, hanya saja yang bisa ia lakukan hanya meyakinkan Lexan bahwa seseorang telah memberikannya kekuatan.

"Siapapun dia, dia pasti orang yang mencintaimu, Lexan. Sama seperti Sanja, pria bertopeng yang memberikan Sanja kekuatan Imang bisa saja berada di pihak kita. Ada begitu banyak pengkhianat di dunia. Bukan hanya dari pihak baik yang menginginkan perdamaian, tetapi juga dari pihak jahat yang menginginkan kerusakan. Bahkan kau tahu Nak, pengkhianat yang berada di sisi orang baik terkadang lebih cerdas. Mereka adalah pahlawan yang namanya sering tak tertulis di buku-buku sejarah, datang dan terlupakan namun berjasa besar."

Lexan mendengar amanah Nyai Mina cukup lama, sambil perempuan tua itu mengaduk kuali hingga berbusa, ada begitu banyak kuali-kuali di sisi kiri meja, bersusun-susun. Juga daun-daunan kering di dalam kotak kaca dan kendi tua raksasa. Eksperimen Nyai Mina sudah berlangsung selama empat tahun, tetapi tak ada yang tahu itu adalah eksperimen apa. Bahkan saudarinya pun tak tahu eksperimen apa itu. Tak ada juga muridnya yang sedang konseling yang bertanya karena mengira dia hanya sedang melakukan eksperimen untuk membuat tanaman baru. Di sela-sela eksperimen besarnya, Nyai Mina memang masih aktif membuat spesies baru yang merupakan perkawinan silang dari tanaman-tanaman yang sudah ada di dunia luar. Seperti pohon-pohon berbuah rendah di bagian depan rumah kacanya. Tanaman anggrek sulur menjalar dan juga tanaman perdu berwarna yang indah.

"Eksperimen apa yang sedang Anda lakukan, Nyai?"

Lexan adalah manusia berani yang tanpa basa-basi yang bertanya apa yang sebenarnya Nyai Mina lakukan.

Nyai Mina tersenyum. "Kau akan tahu, Nak. Memberitahukanmu sekarang bukan sesuatu yang bagus. Intinya ini akan berguna di masa depan, menutupi ketakutan demi ketakutan yang dilakukan oleh musuh. Oh kembali lah, delapan menit lagi pelajaran dimulai, kau ke sini beberapa menit setelah jam istirahat, itu berarti kau belum makan, kan?"

"Baik Nyai."

Begitu Lexan meninggalkan ruangan itu, Nyai Mina melanjutkan eksperimennya. Membuka kendi besar dan memasukkan berbagai dedaunan kering di dalam.

*

Hari ini adalah jadwal Tanra dan Ayu yang berlatih di Nalyusibadra. Mereka berdua saling berhadapan, menunduk dan kemudian menyerang. Mantra sihir ungu dan biru saling bertabrakan di langit-langit. Tanaman dan air saling tabrak-menabrak. Kekuatan mereka telah meningkat dibanding saat pertama kali mereka menginjakkan kaki di Nalyusibadra ini.

Ayu kewalahan, level mantra yang dikeluarkan Tanra makin lama makin meningkat.

Mereka beristirahat sejenak.

"Aku benci berlatih denganmu, Tan."

"Kenapa?" tanya Tanra. Dia hanya sedang sarkas sebelum tertawa ketika melihat tubuh Ayu basah kuyup.

"Selalu mandi setiap latihan," sebal Ayu, sambil mendudukkan tubuhnya tepat di sebelah Tanra yang menyodorkan botol bambu berisi minuman fermentasi salak dan pepaya. Ayu mengambilnya. "Berhentilah mengeluarkan mantra elemen saat berhadapan denganku. Lebih baik mantra aura."

"Tidak bisa. Apa begitu caramu menghadapi musuh nanti? Tolong jangan keluarkan air, kita tunda dulu ya, tuan puan."

Ayu menenggak habis minumannya. Dia benar-benar kelelahan saat menghadapi Tanra. Gerakan Tanra yang berputar dan menghindar dengan sangat lembut seperti aliran air membuat Ayu kewalahan. Kalau dari segi pengetahuan mantra, Tanra memang ahli. Tetapi dia sebenarnya tak bisa bertahan lama, sebab energinya cepat habis. Kalau saja Ayu bertahan sedikit lebih lama, mungkin dia bisa menemukan kelemahan Tanra. Tetapi Ayu pun begitu, penyihir Wae dan Enau hampir punya kapasitas energi yang setara soal pengendalian energi. Berbeda dengan golongan Agni dan Fangin yang punya energi besar. Tanra bahkan seri melawan Nala saat mereka latihan di Nalyusibadra karena Nala perempuan yang tak mau mengalah, padahal air jelas mudah mengalahkan api.

"Kau dengar pembicaraan di aula tadi, Edo akan kembali ke Archipelagos," gumam Tanra.

Ayu menoleh, memasang wajah sebal. "Kenapa kau bertanya padaku? Dia kembali atau tidak, itu bukan urusanku."

"Apa kau tak menyukainya lagi?"

Ayu mendengus, dia nampaknya tidak suka dengan pembicaraan ini. "Aku tak pernah bilang aku menyukainya. Aku hanya menganguminya saat di tingkatan satu. Apa kau lupa kalau dia memberikan serbuk cinta padaku, sehingga aku menyukainya? Cinta karena tepaksa tidak dihitung, kan? Lagi pun kita masih di bawah umur."

"Tahun ini kita sudah memasuki umur legal," ujar Tanra. "Kau pasti menyukai seseorang."

"Ya, aku menyukai seseorang di Archipelagos tetapi bukan Edo. Lagi pun, kita adalah remaja yang labil. Dan bagiku, umur yang legal dalam hubungan adalah setelah sah dalam pernikahan."

Tanra tak melanjutkan pembicaraannya lagi. Dia tahu masa lalu Ayu dan sepertinya ini sudah memasuki pembicaraan yang sensitif. "Kurasa sudah cukup istirahatnya," ujar Tanra, bangkit berdiri dan berjalan ke tengah Nalyusibadra. "Setelah Imang diaktifkan, sekarang waktunya latihan dengan Mosrang."

"Ide yang bagus," ucap Ayu dengan mata berbinar. Dia berdiri dan berjalan ke tengah cepat-cepat. Keduanya berhadapan, mundur lima langkah dan menyatukan kedua tangan. Aura sihir menjalar. Suara gemuruh terdengar di Nalyusibadra.

Air Lenin datang dengan gelombangnya dari belakang Tanra, warna hijau toskanya memanjakan mata. Sementara itu Ayu dengan tanaman Putri Malunya.

Dua anak itu berlatih serius selama berjam-jam di Nalyusibadra. 

ARCHIPELAGOS 3 (Wizarding School in Nusantara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang