"Mir, tolong ketikkan nama anggota baru Klub Sastra– eh sekalian daftar judul yang diresensi minggu lalu untuk mengisi laporan agenda kita."

"Siap Kak. Besok sore done gak apa-apa kan?"

"Wah baguslah. Lebih cepat lebih baik... Thank you so much Mir."

"Urwel, sudah kewajibanku sebagai sekretaris."

"Hehehe maaf mendadak. Saya sudahi dulu ya, Mir. Selamat malam."

"Selamat malam– tunggu sebentar.." Mira teringat sesuatu.

"... Iya?"

"Enggak jadi deh. Besok saja saya tanyakan langsung ke Kak Jef sekalian print outnya." Tersenyum kikuk

"Eh kenapa nggak sekarang?"

"Gak enak Kak soalnya penting. Bye Kak." Mira menutup sambungan sepihak. Jantung serasa terpacu oleh adrenalin.

Bergelimpungan di atas kasur. Mira tidak bisa tidur. Bingung menyiapkan kata-kata apa untuk keesokan hari. Pertama kali akan menjalin hubungan dengan seorang laki-laki. Sampai terbayang kelak ia menikah dengan Kak Jef. Menggeleng kepala. Mengusir angan yang terlalu tinggi.

'Diterima saja belum, kok gue terlalu berimajinasi sih,'

'Ya Allah hambamu ini sudah jatuh pada pesona makhluk ciptaanmu bernama Jefferey Irsyad, kumohon apabila dia jodohku dekatkanlah... Jika bukan biarkan aku berhenti berharap terlalu tinggi padanya. Aamiin.

'Kok tetep gak bisa tidur sih?!'

Mira memutuskan bangun. Jari mengabsen deretan buku yang tertata. Menarik satu buku yang dirasa cukup menarik. Karya penulis favoritnya, Alvi Syahrin 'Jika Kita Tak Pernah Jatuh Cinta'. Ia baca lembar tertandai sticky note. Ada satu kalimat menohok.

'Jangan barubah hanya karena laki-laki'

Seolah mengatakan kepada Mira untuk tidak khawatir akan jawaban yang keluar dari mulut Kak Jef. Meneguhkan hati menerima penolakan, dan tidak menjadikan alasan ditolak untuk berlarut-larut dalam kesedihan, bahkan sampai kehilangan jati diri. Biarpun penerimaan sebagai kabar bahagia, ia pun tak ingin alasan itu membuatnya lalai akan batas, cinta memang buta, tetapi perlu adanya pengendalian diri. Jangan sampai melewati batas. Ingat! Manusai tempat salah. Terkadang larut dimabuk cinta buat diri gila.

Don't lose yourself just for a man you barely know. So you won't regret it if he shows you his real face. The only one who can make you happy is youself. Change for your better version, not others.

-

Serhan menenggelamkan wajah di lengan. Beberapa kali menguap. Kepalanya ditutupi hoodie. Tidur sejenak sembari menunggu matkul berikutnya. Mahasiswa super sibuk seperti dirinya membutuhkan istirahat juga. Sore nanti ada jadwal futsal. Penyesalan menyelimuti, ternyata mengikuti terlalu banyak aktivitas di luar kampus melelahkan, sampai-sampai orangtuanya tidak tega menyuruh. Nilai positifnya ia terhindar dari omelan sang ibu.

Suara derap langkah kaki memenuhi ruangan. Derit kursi terdengar.

"Cerita sekarang Mir!" Paksa Natha

"Ish kepo deh kalian." Mira berujar

"Jangan pelit Mir, gue tikung mampus lo." Candanya

"Kalau nggak mau biar gue aja." Citra menawarkan diri

"Langsung Cit."

"NO!" Rengek Mira

"Hehe sabar Fir. Lo kayaknya ketinggalan banget deh, iyakan guys?" Dijawab agukan oleh mereka.

Sindi mengacungkan tangan, "Gue ada pertanyaan. Apa yang lo suka dari Kak Jef?"

Wajah Mira merona. Mereka belum menyadari keberadaan Serhan tepat beberapa kursi di belakangnya. Tangan Serhan mengepal erat. Masih di posisi semula. Tubuhnya terpaku.

"Kak Jef pinter terus santun, selain itu dia juga suka buku, actually bisa diajak diskusi karena sehobi..." Cerita Mira dengan mata berbinar, "... Dari dulu gue mengidamkan sosok yang bisa diajak menghabiskan waktu di perpustakaan. Mirip cowok wattpad yang pernah gue baca." Telinga Serha panas.

"Terus hari ini lo jadi nembak dia?" Tanya Citra dijawab agukan oleh Mira.

Tak kuat lagi Serhan bangkit, menimbulkan kursi yang ia duduki jatuh ke belakang. Para gadis tersebut terkejut. Mata Sindi melotot mengetahui sosok laki-laki yang melewati mereka merupakan Abrisam Serhan Fahmi. Natha, Firda, Citra mengigit bibir agar tak bersuara. Sedangkan Mira bengong menatap pungguh lebar Serhan hingga menghilang dari balik pintu.

Sia-siakah usahanya selama ini?

Cukupkah sampai di sini?

Kedua netra coklat Serhan kosong memandang langit biru. Langit pun tak memihak padanya, lihatlah warnanya cerah di saat hatinya tidak.

TBC

Dear My Friend (On-Going)Where stories live. Discover now