°7| Empty Page

34 3 0
                                        

H A N R Y A N G |
Halaman yang Hilang
—————————
Empty Page
•07
[𝕤𝕖𝕝𝕒𝕞𝕒𝕥 𝕞𝕖𝕞𝕓𝕒𝕔𝕒]

🐲

30 menit sebelum Lee Sa pingsan

Wonjoon merasa tubuhnya ditarik paksa dari kegelapan. Napasnya berat, dadanya seperti ditekan batu panas. Nyeri itu menyalak tiba-tiba, menusuk kesadarannya. Ia mencoba membuka mata, tapi cahaya redup dari lampu minyak langsung menyengat pandangannya.

"Aaakh—!" erangnya tertahan.

Seseorang membungkuk di atasnya—seorang lelaki muda dengan mata tajam dan tangan cekatan. Ia menekan segumpal bubuk mesiu ke luka terbuka di dadanya. Asap tipis mengepul, bau mesiu menyengat.

"Kau bangun lebih cepat dari yang kukira," gumam lelaki itu tanpa menoleh. Ia mengenakan pakaian gelap yang rapi dan bersih, jubah panjang khas pejabat rendahan. Tapi jahitannya terlalu bagus untuk rakyat biasa.

"—Berhenti...!"

"Diam. Atau rasa sakitnya yang akan membunuhmu, bukan lukanya." Suaranya kini terdengar dingin.

"Kau gila?!" geram Wonjoon, tubuhnya menegang, mencoba menahan sensasi terbakar di antara tulang rusuknya. Ia menepis tangan itu, tapi lelaki itu jauh lebih kuat meski tampak kurus.

"Ini satu-satunya cara membakar sisa racun di darahmu. Panasnya akan menutup lukanya. Kau ingin hidup, bukan?"

"Y-..ye"  setelah itu Wonjoon terdiam.

Matanya menyapu ke sekeliling. Mereka berada di sebuah teras rumah besar, elegan tapi tenang. Kayu jati berukir dan tirai tipis berayun tertiup angin malam. Suara air mengalir samar di kejauhan—mungkin dari kolam kecil di halaman dalam atau memang letak rumah ini dekat dengan sungai.

Aroma herbal menguar dari jendela yang terbuka. Hal ini membuat Wonjoon sadar kalau dia saat Ini bukan di Seoul. Ini bukan ICU rumah sakit dengan kabel, bunyi bip, atau lampu putih menyilaukan.

Ini...

"...Joseon?" gumamnya, tak percaya.

"Ye, kau ada di Joseon. Kenapa? Berharap bangun di Tiongkok, naeuri?" Lelaki itu tertawa sambil berdiri dan berjalan menuju tumpukan herbal kering.

Wonjoon mengedarkan pandangannya. Di dalam rumah, seorang perempuan muda menggendong bayi mungil yang baru lahir. Bayi itu sempat menangis, lalu diam dalam pelukan ibunya. Wajah sang ibu terlihat cemas, menatap ke arah mereka dengan sorot takut. Tangannya menggenggam erat kain lampin, seolah dunia di luar bisa merampas anaknya kapan saja.

"Siapa mereka?" tanya Wonjoon cepat, naluri waspadanya langsung menyala.

"Pasangan muda. Anak angkatku. Suaminya muridku dulu,-..." ia melirik Wonjoon sekilas lalu melanjutkan, "-..dia seorang tabib istana. Tapi karena kekurangan pasokan obat, ia harus berkelana. Meninggalkan istrinya di sini."

Wonjoon menelan ludah. Tenggorokannya kering. "Kenapa aku di sini? Kenapa kau menolongku?"

Lelaki itu menatap dalam. "Karena seseorang yang sekarat di istana sana bilang bahwa tugasmu belum selesai. Dan... karena bayi yang kau selamatkan malam itu belum sempat mengucapkan terima kasih."

HanryangDonde viven las historias. Descúbrelo ahora