10 | tanggap darurat

Comincia dall'inizio
                                    

Tapi muka serius Mail dan tidak adanya sahutan atas protesnya jelas bikin Oscar nggak bisa menolak. Cuma bisa pasang tampang jutek dan mendengus pelan. "Terus mau apa lagi? Tiket ke Jogja?"

"Kok tau gue mau ke Jogja?"

"Ke mana lagi?" Oscar mencibir. "FYI, camer udah tau kali tato lo segimana, percuma dihapus juga. Kalau mau tampil rapi dan sopan, pake lengan panjang menurut gue udah cukup. Pakai batik sekalian, biar menjunjung tinggi kearifan lokal."

"Cariin tiket buat besok siang kalau ada."

"Sorean ya, biar keburu lo berangkat abis talkshow. Gue cariin airport transfer sekalian. Balik lusa pagi, yes? Elo doang atau sama Ayang Beb?"

"Gue doang."

"Oke. Kalo gitu gue booking-in hotel sekalian, buat jaga-jaga kalo lo dilemparin clurit dan gak dikasih izin nginep." Puas mengolok-olok Mail, barulah Oscar kembali ke mode kacung. "By the way, mobil baru udah keluar plat nomornya, ntar gue antar ke apart. Udah kan, nggak ada perlu lagi? Ppt lo udah kelar, udah gue kirim ke email panitia. Sekarang gue mau cabut nyiapin merch yang mau lo bagi-bagiin besok."

"Thanks."

Mail kembali menekuri excelnya.

Oscar menghela napas sekali lagi, mendadak teringat Mail nggak mungkin ke Magelang dengan tangan kosong. Tapi dia putuskan untuk menentukan sendiri saja buah tangan yang dibawa Mail besok, soalnya, kalaupun dia nanya, Mail mana ngerti??

~

Lo serius, cuy? Ke Magelang besok banget?

Berulang kali Mail bertanya pada pantulan dirinya di cermin Two Seasons.

Kurang lebih sejam duduk di situ, menerima berbagai layanan yang disediakan salon langganannya, pertanyaan itu tetap tak terjawab.

Rencananya ini memang impulsif. Mail bahkan belum gladi bersih, mau ngomong apa saja besok.

Padahal ini bukan kali pertama Mail mendatangi orang tua pacar. Dia juga yang jadi supir Gusti saat temannya itu pertama kali mendatangi kediaman keluarga Iis. Intinya, bersosialisasi nggak pernah jadi hal sulit bagi Mail. Tapi menerawang peluangnya besok kok suram amat.

Ya udah sih, nggak usah terlalu stres. Kalau setelah menunjukkan itikad baik tetep nggak dianggep qualified, at least you've tried.

You've tried, gundulmu! Mail mencemooh pikirannya sendiri.

Besok sih udah jelas dilempar sendal. Tapi dia nggak akan nyerah gitu aja lah. She's worth the fight, kali.

~

"Babe?"

Mendapati keberadaan sepasang flat shoes yang belakangan nggak ada di rak sepatunya, Mail mengernyitkan dahi, karena nggak menemukan siapa-siapa di dalam unit.

Dia cek ponselnya. Nggak ada pesan atau missed call dari sang pacar, dan mereka juga nggak janjian mau ketemu—meski bisa-bisa saja Trinda mendadak muncul tanpa janji seperti siang tadi.

"Babe?" Mail mengulangi panggilannya sembari berjalan masuk, mengecek ke dalam kamar dan bahkan ke service area. Tapi tetap nggak ada siapa-siapa.

Well, mungkin Trinda cuma mampir, terus balik lagi menggunakan sepatu yang lain.

Mail keluar lagi untuk mengambil minum, dan pada saat itulah pintu unitnya terbuka. Trinda muncul dengan pakaian yang tadi siang, plus sandal jepit.

"Mas?" Cewek itu meringis. "Please, jangan ngomel. Aku cuma mampir bentar. Janji. Pengen masak steak doang. Biasanya juga jam segini aku belum balik kerja, jadi nggak usah khawatir."

Dated; Engaged [COMPLETED]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora