5| The Mission

51 32 36
                                    

Bisa saja orang-orang menyebutnya gila saat ini. Bagaimana bisa ada manusia se-semangat ini, se-exited sekarang ketika mengikuti acara materi tentang kesehatan di jam sepuluh malam? Padahal kalau dilihat-lihat waktu materi pertama tadi anak itu sudah menutup matanya lalu menundukan kepalanya dalam-dalam.

Mata yang sudah sayu itu tiba-tiba saja terbuka dengan sempurna ketika seorang cowok bertubuh tinggi memasuki area podium aula. Riana menyesali pilihannya untuk duduk di bagian belakang, walaupun bukan terbelakang tapi sekarang matanya harus ekstrak fokus untuk menatap Reyhan didepan sana. Kacamata minus yang digunakan ternyata tidak banyak membantu.

Saat matanya berada pada satu garis lurus dengan mata seseorang didepan sana, jantungnya tiba-tiba saja berdetak lebih cepat, kemudian sesuatu yang hangat menjalari sisi yang ada dalam dirinya.

Cuma sepersekian detik itupun belum tentu orangnya menyadari, tapi efeknya bisa sehebat ini.

"Saya harap, Teman-teman bisa mematuhi waktu kegiatan yang dijadwalkan. Setelah pembagian kelompok ini, waktunya tidur."

Kalau ditanya hal apa saja yang membuat Riana jatuh berulang kali pada laki-laki itu, mungkin dia akan menjawab tidak tahu.

Riana menyukai segala sesuatu tentang Reyhan. Apapun yang ada dalam diri laki-laki itu Riana menyukainya. Lihat saja, rahang tegasnya yang sempurna, suara deepnya yang menenangkan. Gaya bicaranya yang memikat seluruh mata untuk memperhatikannya.

Sosok itu terlalu sempurna, bahkan untuk membayangkan bagaimana jika suara deep voice itu menyapanya saja tidak berani.

"Ri, lo masih waras kan?" suara serak khas ngantuk Aiza membuyarkan lamunannya.

Aiza teman dekatnya di organisasi PMR ini. Sama-sama berada di jurusan IPS namun dikelas yang berbeda.

"ya masih lah. Liat nih mata gue masih melek."

"takutnya lo kemasukan penunggu lembah sini. Perasaan tadi pules amat tidurnya."

Hanya deretan gigi yang ditunjukan untuk menjawab yang dikatakan Aiza. Mana mungkin Riana berani berkata jujur soal perasaanya pada orang lain.

"gue seneng banget sekelompok sama lo, Za." jawab Riana akhirnya memeluk lengan Aiza.

Sedangkan yang dipeluk hanya menganggukkan kepalanya mengerti.

Semua peserta sudah berada di barak masing-masing sesuai kelompok. Jam menunjukan pukul jam 12 malam.

Disaat yang lain beristirahat sejenak untuk meredakkan lelahnya, diruang lain segelintir orang-orang masih terjaga memantapkan rencana yang sudah disusun rapi. Dari ketua PMR, anggotanya, sampai ketua dari angkatan sebelumnya.

Ketika jarum jam pendek menujuk tepat diangka satu sedangkan jarum panjangnya tepat di angka dua belas, disitulah para panitia bertugas masing-masing sesuai yang ditugaskan.

"BANGUN!" suara lantang yang dibarengi gebrakan sontak saja menarik paksa nyawa manusia-manusia yang masih dialam mimpi untuk mentap kembali diraga pemiliknya.

"Za, bangun"

Riana yang sudah mewanti-wanti kejadian seperti ini akan terjadi, matanya memandang jam yang melingkar dipergelangan tangan, gila! cuma diberikan waktu tidur satu jam setengah? Kejadian di SMPnya tidak boleh terulang lagi. Kejadian itu menanamkan prinsip dalam otaknya untuk tidak tidur diacara kegiatan seperti ini.

"KUMPUL DILAPANGAN UTAMA, SEKARANG! DITUNGGU SAMPAI HITUNGAN KE-10,"suara lantang itu kembali menggema memecah keheningan malam.

"Za bangun. Plis ngebonya ditunda dulu, kalo udah nyampe rumah lo bisa ngebo sampe mampus."

Riana Ziyya (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang