The Doctor's Charm

94.7K 5K 164
                                    

Latisya mengangguk pelan sebagai balasan untuk sapaan dari beberapa suster dan perawat yang menyapanya. Langkah kaki jenjangnya yang tergesa menuju ke ruang operasi di mana pasiennya sedang menunggu. Latisya memang cukup terlambat hari ini. Bukan karena ia keenakan tidur, tapi ada tugas yang harus dia selesaikan sejak semalam dan harus ia berikan juga pada atasannya siang ini.

Paginya, Latisya benar-benar mengantuk dan tidak bisa menahan diri lagi sehingga ia mencuri waktu sebentar untuk beristirahat sebelum jadwal operasinya hari ini. Sayangnya, kepalanya yang mendadak pusing juga sebagai alasan ia jadi terlambat.

"Maaf, saya terlambat," Latisya, atau yang sering disapa akrab oleh rekan kerjanya dengan Asya, segera dibantu oleh rekannya untuk bersiap.

"Untung dokter Rama belum datang, kalau dia tahu lo begini, habis," bisik salah satu rekan Asya yang tak lain juga sahabatnya.

"Sorry, ayo dimulai," Asya dan timnya segera melakukan operasi. Pasiennya kali ini adalah korban keserakahan mengonsumsi mi instan yang mengakibatkan usus buntu. Asya bahkan sudah lupa, seberapa sering ia mengingatkan pasiennya yang bandel ini untuk menghentikan makanan lezat satu itu. Sayangnya, tidak dihiraukan.

Operasi pengangkatan usus buntu dilakukan oleh Asya dan timnya secara terbuka melalui sayatan selebar 5 sampai 10 cm di perut bagian kanan bawah, maupun dengan teknik laparoskopi, menggunakan alat khusus menyerupai selang berkamera yang dimasukkan melalui 1 sampai 3 sayatan kecil, sebesar lubang kunci pada perut.

Asya dikenal sebagai dokter yang ahli pada bidang bedah. Asya juga dokter termuda di rumah sakit ini yang sudah mendapatkan berbagai penghargaan bergengsi karena kecerdasannya. Asya jelas bentuk kesempurnaan di mata rekan-rekannya. Tapi, bagi Asya, tidak ada hal yang sempurna. Termasuk dirinya.

"Akhirnya," Asya mendesah lega karena operasi berjalan dengan lancar. "Makasih untuk semuanya," ucap Asya pada timnya. Semuanya mengangguk dan tersenyum sebelum menyelesaikan pekerjaan mereka. Sementara Asya lebih dulu meninggalkan ruang operasi.

Wajahnya pucat. Asya akui tubuhnya juga lelah. Syukurlah kalau ia bisa berkonsentrasi pada operasinya kali ini tanpa melakukan kesalahan. Asya tidak ingin tangannya mencelakai nyawa pasien karena tubuhnya tidak sehat.

"Dokter mau langsung pulang?" tanya suster yang bekerja membantu Asya saat wanita itu memasuki ruangannya.

Asya menggeleng, "saya mau tidur sebentar, nanti saya cek keadaan pasien yang operasi kemarin," jawabnya.

Suster itu mengangguk sebelum pergi dari ruangan Asya. Sedangkan Asya memilih segera berbaring di atas sofa dan matanya otomatis terpejam. Ringisan kecil dari bibirnya jelas menyuarakan kesakitan. Asya bukanlah tipe wanita yang mudah memperlihatkan kelemahannya di depan orang lain.

Asya sudah terlelap saat seseorang membuka pintu ruangannya. Matanya menatap Asya yang tampak lelap di atas sofa. Helaan napas panjang dia buang ketika menatap wajah pucat wanita itu.

"Dokter Rama," sapa seseorang.

Pria bernama Rama itu menoleh dan menutup pintu ruangan Asya kembali. "Sudah selesai?" tanyanya.

"Sudah, Dok. Sepertinya dokter Asya sedang tidak sehat. Wajahnya pucat saat keluar dari ruang operasi," lapornya.

Rama memijit pelipisnya, "biarkan dia istirahat. Berikan jadwalnya pada saya," titah Rama.

Lawan bicaranya mengangguk patuh dan segera memberikan jadwal Asya. Setelah itu, Rama pergi menuju ruangannya untuk melanjutkan pekerjaan.

"Siang, Dok," sapa seorang dokter wanita seusia Rama.

Rama mengangguk saja dan berlalu tanpa membalas sapaan lembut tersebut. Wanita itu tersenyum manis melihat punggung Rama dan langsung mengikutinya.

SHORT STORY 2017 - 2021 (END)Where stories live. Discover now