Angel semakin memberontak sambil menarik-narik kaos depan yang di gunakan bian.

"Aduh, neng. Tenang dulu atuh," Dia menggaruk kepalanya yang tak gatal, dia bingung harus apa.  
Aduuuhhh.. kumaha euy? Lieur aing. Batinnya.

Dia menoleh ketika mendengar suara pintu yang dibuka. Disana, dia melihat seorang dokter yang masuk berjalan menuju ke arahnya dengan di ikuti seorang pemuda di belakangnya.

"Dok, ini gimana?" Tanya bian yang masih menjadi sasaran amukan angel.

"Dia kenapa?" Tanya sang dokter.

Bian menggeleng. "Ga tau dok. Aduuh," dia mengerang saat tiba-tiba angel mencakar pipinya. "Tadi dia bangun terus minta pulang, Saya bilang nanti aja pas dia udah sembuh. Eh, tapi dianya malah ngamuk-ngamuk," Jelasnya.

Dokter itu mengangguk kemudian berjalan keluar dengan tergesa. Beberapa saat kemudian dokter itu kembali dengan membawa sebuah jarum suntik ditangannya.

Angel yang melihat itu semakin memberontak. "NGGAK! GUE GA MAU!! PERGII!!!"

"Tenang dulu ya, kamu ga akan saya apa-apain kok." Ucap dokter itu seraya tersenyum ke arah angel, lalu beralih menatap ke arah bian. Bian yang di tatap seperti itu langsung mengangguk, mengerti apa yang di maksud dari sang dokter. Kemudian bian mendekap tubuh angel dengan erat dan sang dokter langsung menyuntikan jarum suntik itu ke lengan angel.

Bian menunduk saat di rasa angel sudah berhenti memberontak. Ternyata dokter tadi menyuntikkan obat tidur ke tubuh angel. Dengan perlahan-lahan bian membaringkan tubuh angel ke ranjang.

"Dia kenapa dok?"

Tidak, tidak ini bukan bian yang bertanya, melainkan seorang pemuda yang tadi masuk bersama dokter.

Sang dokter menoleh kemudian tersenyum. "Dia tidak apa-apa. Tapi, sepertinya dia mempunyai sedikit trauma dengan rumah sakit."

"Trauma?" Tanya pemuda itu.

Dokter itu mengangguk. "Ya sudah kalo gitu saya pergi dulu, Jika ada apa-apa langsung saja pencet tombol yang ada di sana. Saya permisi," Ujar sang dokter. Kedua pemuda itu hanya mengangguk kemudian dokter itu melenggang pergi keluar.

Seketika suasana di ruangan itu menjadi hening, hanya ada mereka bertiga saja. Bian menoleh ke arah pria yang berada di sofa kemudian melangkah mendekatinya.

"Heh, kucrut." Dia menepuk pundak pria itu. "Lo kenapa?" Tanyanya seraya duduk di samping pria itu.

Pria itu menoleh kemudian menggeleng. "Gapapa."

"Yakin?"

Pria itu hanya mengangguk sebagai jawaban.

Bian yang melihat itu merasa sedikit curiga dengan pria di hadapannya ini. Pasalnya dari tadi pria itu kelihatan seperti sedikit khawatir kepada gadis itu. Mungkin? "Lo kenal sama dia?" Tanya bian lagi.

Pria itu menggeleng. "Nggak. gue aja baru ketemu dia tadi malem, Dan lo tau itu."

Bian masih menelisik curiga. "Tapi kok keliatannya lo kayak khawatir banget gitu sama dia?"

"Iyakah?" Tanya pria itu dengan sedikit terkejut. Bian hanya mengangguk. Apakah sejelas itu? Dia juga tidak tahu mengapa dirinya seperti merasa khawatir pada gadis itu, padahal bertemu gadis itu saja baru tadi malam.

"Gue– gue juga ga tau,"

Bian menoyor kepala pria itu. "Lah, si ogeb."

"Njir lo main toyor-toyor aja." Ucap pria itu dengan kesal.

Bian hanya terkekeh. "Sorry, Hehe.."

Pria itu hanya mendengus. "Gue juga ga tau kenapa gue bisa khawatir sama dia. Gue tuh kayak ngerasa gue punya suatu hubungan gitu sama dia, tapi gue juga ga tau hubungan apa. Gue juga ngerasa kayak ga asing aja sama dia, Apa cuma perasaan gue aja kali ya?" Tanya pria itu.

Bian hanya mengedikkan bahunya. "Maybe."

Saat pria itu hendak bangun dari posisinya bian langsung menahannya. "Mau kemana lo?"

"Cabut. Tolong urusin dia, masalah biaya udah gue tanganin." Ucapnya kemudian dia berdiri dan beranjak pergi dari sana.

Bian menghela nafas kasar sambil menggerutu. "Huft, kebiasaan emang tuh bocah main cabut-cabut aja, mana gue lagi yang di suruh ngurusin. untung yang di suruh urus orangnya geulis coba aja kalo nggak, mana mau gue di suruh ngurus. Untung juga lo temen gue, coba aja kalo bukan udah gue bejek-bejek kali dasar manusia lak–"

"Gue denger!" Teriak pria itu dari luar.

Dan teriakan itu sukses membuat bian kaget sampai dia mengusar-ngusar dadanya. "Anjir si curut kaget gue, bisa-bisanya dia denger. Ini gue yang ngomong volumenya kegedean apa emang tuh orang beneran cenayang?" Tanyanya pada diri sendiri. Ah, entahlah. Dia tidak mau ambil pusing. Masalah pria itu beneran cenayang atau bukan, hanya pria itu dan tuhanlah yang tau. Kenapa jadi bahas cenayang sih? Oke skip.

Bian menoleh ke arah ranjang dimana gadis itu berada.

"Eh, gue kan belom tau nama dia siapa? orang mana? tinggal dimana? bapaknya siapa? emmaknya siapa? adeknya siapa? kakaknya siapa? neneknya siapa? kakeknya siapa? emmak neneknya siapa? bapak neneknya siapa? sama emmak kakeknya siapa? terus bapak kakeknya siapa? dan–lah, ngapa gue jadi ngomong sendiri gini yak kayak orang gila, terus kenapa gue mikirin dia siapa? kan gue bukan siapa-siapanya dia. Tapi ngga deng semoga aja suatu saat nanti gue bisa jadi siapa-siapanya dia, Kalo bisa sih jadi imam buat dia dan anak gue sama dia nanti." Bian yang mengatakan itu hanya cekikikan sendiri, dia merasa seperti orang gila yang sedang berbicara sendiri.

Kemudia bian berdiri, beranjak dari sana menuju ke ranjang yang di tempati angel. Dia memandangi lekat wajah angel, seperkian menit lamanya saking terpesonanya pada gadis itu. "Kok bisa ya dia lagi sakit aja tetep keliatan cantik? Gue jadi penasaran saat ngeliat dia pas udah sehat nanti cantiknya kayak apa, Apa bakalan kayak cinderella? Atau kayak elsa? Atau anna? Bella? Frozen? Atau jodoh gue di masa depan?" Gumamnya sambil senyum-senyum sendiri.

"Ngapain lo senyam-senyum sendiri? Sarap lo?"

Dan ucapan itu sukses membuat bian kaget untuk yang kedua kalinya. Dia menoleh dan mendapati pria yang tadi. "Setan! Ngagetin aja lo curut. Ngapain lo kesini lagi?"

Pria itu hanya memutar bola matanya malas. "Ambil jaket," Ucap pria itu. "Ga usah senyum-senyum sendiri lo, udah gila nanti malah keliatan tambah gila." Lanjutnya lagi kemudian dia mengambil jaketnya yang berada di sofa lalu melenggang keluar.

"Emang bener-bener tuh bocah, udah kayak jelangkung aja. Datang ga di antar pulang ga di jemput. Ehh, salah. maksudnya datang ga di jemput pulang ga di jemput juga. Eh, sekalinya di jemput malah dipanggang hahaha.."

Mungkin benar apa yang dikatan oleh orang-orang. Bahwasanya yang bisa membuat kita bahagia itu adalah diri kita sendiri. Buktinya sekarang bian tengah tertawa senang hanya karena sebuah lelucon yang di buat oleh dirinya.



Eyyow brother🔥
Jumpa lagi dong kitaa°3°
Gj kan ceritanya? Emg wkwk
Maaf ya kalo ga nyambung hehe...

Vote dan komen se ikhlasnya aja mas mba;')

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 30, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Intact But FragileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang