chapter 11

2K 329 101
                                    

Matahari sudah terbit menggantikan bulan yang datang pada malam hari. Orang tua [Name] sedang dalam perjalanan. [Name] membuka matanya. Entah mengapa hari ini rasanya hatinya kosong.

Walau biasanya juga ia merasa kesepian dan kosong.

Tapi kali ini entah mengapa seperti benar-benar kosong.

"Sudah bangun?" Tanya Suna yang sedaritadi menunggu pujaan hatinya bangun. [Name] dengan wajah datarnya menatap Suna. Ia mengangguk.

"Um... Suna kan?" Tanya [Name]. Suna mengangguk. Ia mengambil kursi lalu mendekatkan pada ranjang [Name]. Ia duduk di kursi itu.

"Kau lapar? Tadi suster akan memberimu makanan tapi kau masih tidur. Jadi dibalikan kembali." Kata Suna. [Name] hanya diam. Suna juga begitu.

Sepi.

[Name] biasanya ceria, senyumannya sama sekali tidak hilang. Ia juga cerewet dan menggemaskan bagi Suna. [Name] tidak seperti dulu lagi setelah pingsan dan hilang ingatan.

Walau begitu Suna tetap menyukai gadis ini. Tidak peduli bagaimana bentuknya, sifatnya, kelakuannya. Suna akan tetap menyukainya.

"Kau tahu? Dulu kau sangat ceria." Kata Suna. Ia mengeluarkan ponselnya dari sakunya. Beranjak dari kursi dan duduk di kasur disamping [Name]. Suna menunjukan foto-foto [Name] di ponselnya. Macam-macam ekspresi terlihat. Rata-rata juga itu adalah senyuman milik [Name].

"Lihat ini. Ini saat Atsumu diberi dare mentraktir setim oleh Osamu." Kata Suna. Terlihat fotomu sedang makan dengan lahap. Terlihat juga Atsumu dan Osamu yang bertengkar. Sememtara aran terlihat tertekan.

Suna mengganti fotonya. Terlihat dirimu sedang merangkul si kembar dengan senyuman lebar milikmu.

"Kau benar-benar manis." Kata Suna.

"Lalu ini adalah foto saat Gin membawa kodok dan kau berteriak histeris." Kata Suna. Ia memperlihatkan fotonya. Disitu terlihay seperti sedang diluar area sekolah.

"Begitu... ya." Kata [Name]. Suna turum dari kursi. Ia berdiri dan memoto [Name] tanpa izin.

"Lalu ini fotomu saat ini." Kata Suna. Tatapan mereka saling bertemu namun tidak ada yang kunjung bersuara. Kamar menjadi sepi kembali.

Suna duduk dikursi. Ia mengepalkan tangannya. Rasanya sakit. Masih sakit rasanya.

"Aku... akan memanggil suster untuk membawamu makanan." Kata Suna. Ia berjalan pergi. Sekarang [Name] sendiri di kamarnya.

Ia menekuk kakinya dan memeluk kakinya. Kepalanya ia tenggelamkan pada kakinya. Entah mengapa rasanya ingin berteriak saja. [Name] tidak tahu apa-apa. Lama-lama serpihan-serpihan memori dalam otaknya menghilang.

Ini menyiksa dirinya.

Apa salahnya hingga ia harus memiliki penyakit ini?

Suara ketukan pintu terdengar hingga membuat [Name] tersadar dari lamunannya. [Name] meluruskan kakinya kembali. Bersandar di tembok dan menatap pintu.

"Masuklah." Kata [Name]. Terlihat pria bersurai putih masuk.

"[Name], bagaimana kabarmu? Aku datang untuk menemanimu." Kata Shinsuke Kita. [Name] tersenyum pahit.

"Apa aku terlihat baik-baik saja, senpai?" Tanya [Name]. Tatapannya memandang Shinsuke dengan sakit. Yah, Shinsuke sendiri tahu jika [Name] sama sekali tidak baik-baik saja. Shinsuke mendekat pada [Name] dan mengelus kepala [Name].

"Tidak." Jawabnya. [Name] hanya terdiam.

"Kau pasti akan sembuh." Kata Shinsuke. [Name] memainkan tangannya sambil memandangnya. Hatinya ragu jika ia akan sembuh.

Inarizaki School [Inarizaki Team X Reader] (Tamat)Where stories live. Discover now