chapter 8

2.3K 430 14
                                    

"Uwa~ [favorite food]nya terlihat enak." Kata [Name]. Makanannya sudah siap.

"Kau membuatnya lumayan banyak ya." Kata Osamu. Hanae hanya cengengesan.

"Ayo makan." Kata Ginjima.

"Ittadakimasu!"

_______________

Sudah 3 minggu lebih [Name] bersekolah di sekolah inarizaki. [Name] jiga menyukai berada disini. Belum ada masalah yang datang padanya. Sekolahnya masih damai kecuali orang-orang syirik yang suka menggosipinya.

Hari ini pagi-pagi sekali [Name] sudah berada di sekolah. Ia memasukan sepatunya di loker dan memakai sepatu khusus sekolah. Di jepang tiap sekolah memiliki sepatu khusus diluar dan sepatu khusus didalan sekolah.

[Name] berjalan menuju ke kelas. Tidak seperti bayangannya yang jika ia mendekati Atsumu ia akan dibully seperti tokoh utama yang mendekati pria populer yang biasanya [Name] baca di novel. Atau mungkin saja belum.

Baru saja [Name] memaruh tasnya di meja. Ada yang menariknya lewat kerah baju bagian belakang. Orang itu menariknya hingga [Name] terjatuh. Saat [Name] mengadahkan kepalanya ia melihat gadis lain yang bernama Yui.

Dia kakak kelas [Name]. Ia memiliki rambut pendek sebahu berwarna coklat dan bola mata yang berwarna coklat kehitaman. Yui juga berada di kelas 2-3.

"Ada apa?" Tanya [Name] masih dalam keadaan duduk.

"Tsk, kenapa kau mendekati Atsumu? Kau jual badan ke Atsumu, hah?" [Name] menghela nafasnya lelah. Atsumu lagi Atsumu lagi. [Name] beranjak berdiri.

"Entahlah." Jawab [Name] dengan malas. Ini bukan pertama kalinya dia dilabrak. Bahkansaat di indonesia dia juga pernah dilabrak, dituduh, dikhianati bahkan dibully.

"Jawab pertanyaanku dengan benar, sialan!!" Teriaknya. [Name] dengan santai langsung duduk di kursinya. Yui geram dengan [Name]. Ia langsung menarik lengan [Name] dan ia bawa ke halaman belakang. [Name] ingin melepaskan tapi sayangnya ia lemah.

Ia sudah memiliki fisik yang lemah sejak ia terbangun dari rumah sakit. Entah karena apa.

"Ingin keroyokokan rupanya." Kata [Name] dengan berwajah datar saat ia melihat Yui tidak sendiri.

"Ah~ tidak ada Runa ya." Kata [Name]. [Name] jadi berpikir mungkin ia sudah tobat.

"Bisa diam tidak!?" Teriak salah satu teman Yui yang tidak [Name] kenali. Ia mulai menendang perut [Name] hingga terjatuh. [Name] tertendang hingga ia jatuh hingga punggungnya bertabrakan dengan tembok begitu keras.

"Apa kalian keroyokan gini karena kalian lemah?"

Slap

[Name] ditampar oleh salah satu teman Yui lainnya. Sangat keras hingga pipinya berwarna merah.

"Harusnya kau mengaca. Kau yang lemah." Kata Yui. Dia mulai menendang badan [Name] dengan keras. [Name] sendiri hanya diam. Salah satu teman Yui yang berambut panjang menjambak rambut [Name].

"Harusnya kau sadar diri. Wajahmu tidak cantik. Jangan dekati mereka lagi." Katanya. Lalu ia melepas jambakan dari tangannya dengan kasar.

"Teman-teman jika begini saja itu pasti kurang untuknya, fufu." Kata Yui. Lalu mereka menendang badan [Name] secara bersamaan. Hingga bel sudah berbunyi mereka buru-buru ke kelas. Tentu saja mereka kabur.

[Name] terkekeh. Ia tersenyum pahit sambil mengadahkan kepalanya menatap awan-awan yang bergerak. [Name] masih tidak berani melawan l
Pembully-an.

"Ck, aku benar-benar lemah." Gumam [Name]. Saat ia ingin menangis [Name] memejamkan matanya untuk menahan tangis. Lalu ia membuka matanya.

[Name] berdiri. Badannya masih terasa ngilu karena kelakukan Yui dan teman-temannya. Bahkan [Name] sampai berjalan dengan pincang menuju UKS.

Lorong sekolah sudah sepi. Semuanya sudah berada di kelas. Terkecuali dirinya. Saat [Name] masuk tidak ada siapapun. Ia menghela nafas. [Name] berjalan menuju kasur lalu tiduran.

"Aku kan sakit. Biarin aku istirahat." Kata [Name] entah pada siapa.

"Baiklah." [Name] langsung membuka matanya. Ia terkejut. Bahkan [Name] langsung duduk. Walau ia sampai meringis sedikit karena kelakukan Yui dan yang lainnya.

"S-Suna!? A-ah, maksudku Rintarou." Kata [Name]. Ia tak menyangka jika ada Suna yang berada di kasur sebelah. Tirai untuk memisahkan tiap kasurnya sekarang sudah terbuka yang dibuka oleh Suna.

Bola mata [your eyes color] menatap Suna dengan begitu terkejut. "Se-sedang apa disini?" Kata [Name]. Bibirnya sampai bergetar. Selama ini [Name] tak pernah menunjukan jika ia terluka karena dibully. Dan ini pertama kalinya orang yang perhatian padanya melihat luka dari pembully.

'Aku harus ngomong apa!?' Teriak [Name] dalam hati.

"Membolos." Kata Suna dengan singkat dan wajah datar. Bola matanya menatap [Name] dari ujung kaki hingga atas kepala.

"Kenapa kau punya banyak luka?" Tanya Suna. Tidak mungkin [Name] mengajak orang berantem. Walau nilai [Name] tidak tinggi-tinggi, bahkan walau dulunya [Name] suka kesekolah telat saat di indonesia. Ia tak mungkin berkelahi dengan orang yang fisiknya lemah.

Bagaimana Suna tahu? Ingat. Dia itu ketua lambe turah.

"Aku terjatuh." Kata [Name]. [Name] tidak menatap mata Suna yang membuat Suna berpikir jika [Name] habis dibully secara fisik.

"Usotsuki. Katakan yang sejujurnya." Kata Suna sambil menatap [Name] dengan serius. Tapi [Name] hanya diam. Matanya tak berani menatap Suna.

"Akan kukatakan dengan yang lainnya kalau kau dibully"

"Eh, jangan!!" Teriak [Name]. Ia refleks menahan lengen Suna. Bahkan tanpa sengaja ia melompat dari kasur hingga membuat kaki yang bekas tendangan itu kesakitan.

Suna langsung menggendong [Name] dan menaruhnya dikasur. Saat Suna akan mengambilkan obat. [Name] menahan tangan Suna. [Name] mengira jika Suna akan memberitahukan pada yang lainnya.

"Rintarou! Jangan beritahu yang lain!!" Suna memang menikmati wajah ketakutan milik [Name]. Entah sejak kapan. Padahal ia bukan psikopat yang menyukai melihat wajah orang ketakutan.

"Aku tidak janji. Lepas. Aku akan mengobatimu." Dengan gelagapan [Name] melepaskan tangannya dari lengan Suna. Karena panik tadi ia tak sengaja menggenggam lengan Suna dengan erat. [Name] jadi malu sendiri. [Name] memang tak terbiasa dengan skinship.

'Ah... aku harus membiasakan dengan skinship.' Batin [Name] sambil memerhatikan Suna yang sedang mengambil obat. Saat Suna sudah mendapatkan obatnya. Ia menuju [Name].

"Ada luka dibagian mana saja?" Tanya Suna. Walau wajahnya datar. Sesungguhnya ia sedang khawatir.

"Ah, kedua lenganku ini." [Name] mengangkat lengannya hingga menunjukan luka-luka disitu. Bahkan ada yang sampai membiru. Suna dalam hati sudah mencaci maki siapapun yang membuat orang tersayangnya jadi begini.

"Lalu kakiku." Lanjut [Name] sambil menunjukan luka-luka.

"Umm... dan perut punggungku. Dan wajahku juga." Kata [Name] dengan suara rendah. Ini pertama kalinya ada yang begini, siapa yang tidak gugup? Apalagi oleh pria tampan. Tapi [Name] tahu. [Name] tidak boleh luluh hanya karena fisiknya dan sifat baiknya yang mungkin hanya sementara.

"Siapa yang membuatmu begini?" Tanya Suna. [Name] tidak menjawabnya. Suna menghela nafas. [Name] akan susah untuk memberitahu siapa pelakunya. Hingga Suna berpikir kemungkinan besar [Name] tidak akan memberitahu yang lain jika ia dibully dan tidak akan memberitahu pelakunya siapa.

"Tahan." Kata Suna sambil mengobati [Name]. [Name] mengangguk. Ia meringis saat obat yang diberi Suna bersentuhan dengan lukanya. Rasanya perih.

Inarizaki School [Inarizaki Team X Reader] (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang