Bab 16 (part 1)

Comincia dall'inizio
                                    

Pada dasarnya kita sebagai manusia hidup di dunia pasti ditimpa oleh berbagai macam cobaan. Kita boleh menangisi keadaan, tapi jangan sampai terpuruk apalagi berpikir ingin bunuh diri. Tuhan tidak menerima hamba-Nya yang lemah, masalah datangnya dari Tuhan maka mintalah kepada-Nya petunjuk serta jalan keluar dari setiap permasalahan kita.

Nuhai berdiri dari kursinya seraya mengangkat lukisan tersebut beserta dengan easelnya juga. Ia membawa lukisan tersebut untuk diletakan di sudut ruangan, setelah itu Nuhai mengambil selembar kain putih lalu ia tutupi lukisan tersebut. Alasan Nuhai melakukannya karena ... ia tidak mau lagi melihat lukisan itu. Nuhai juga tidak dapat membuang hasil karya tangannya sendiri, maka dari itu ia biarkan saja lukisan tersebut tetap ada tapi tak akan terlihat oleh matanya.

Nuhai melangkah dan berdiri di depan jendela. Ia menatap langit cerah yang tidak menunjukkan tanda-tanda hujan akan turun. Setelah diperhatikan, bukankah langit sama seperti manusia? Awalnya cerah, senang, bahagia, tersenyum ... eh, entah kenapa tiba-tiba berubah jadi gelap, mendung, suram, dan berakhir tumpahnya seluruh air mata. Memandang langit yang bersinar terang, belum tentu nanti tidak akan turun hujan, bisa saja badai akan menerjang. Begitulah kehidupan, jangan terlalu terlena dengan keadaan, bisa saja Tuhan menjungkir balikan semuanya dan kita hanya bisa melongo diam.

Wanita beranak kembar itu menghela napas panjang. Setelah mengalami kepingan ingatan yang perlahan-lahan mulai muncul belakangan ini membuat perasannya campur aduk. Di satu sisi ia memang ingin mengingat segalanya, tapi di sisi lain ia menduga masa lalunya kurang bagus sehingga ragu ingin mengingatnya kembali. Sebab, banyak orang yang memilih melupakan masa lalu kelam mereka dan menjalani hidup dengan perasaan yang biasa-biasa saja.

Memulai semuanya dari awal, bisakah?

Tok! Tok! Tok!

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Nuhai. Lantas, ia segera berjalan dan membukanya.

"Nyonya," sapa seseorang yang ternyata adalah pelayan sambil menunduk hormat. "Maaf mengganggu, anu ... Nyonya Besar sudah pulang," lapornya pada sang majikan.

"Oooh ... oke, makasih. Kau bisa lanjut bekerja," ucap Nuhai.

Si pelayan pamit undur diri dan Nuhai juga menutup pintu langsung keluar dari painting room-nya bergerak menuju tangga, kemudian menuruninya ingin ke ruang depan.

"Bundaaa!!!" Teriakan dari dua bocah sekaligus menyambut Nuhai ketika dirinya sampai di lantai dasar. Saidan dan Saidar berlari menuju bunda mereka dan lantas memeluk kakinya.

Nuhai tersenyum melihat kelakuan dua anaknya. Terharu sekali melihat betapa sayangnya anak-anak terhadap dirinya.

"Nak Kiro mau minum apa?" Terdengar suara mendayu-dayu milik ibu mertuanya, Nuhai memandang Gita ternyata sedang bersama seseorang.

"Gak usah, Tante. Saya mau langsung pergi habis ini, gak enak berlama-lama di sini," tolak Kiro secara halus.

"Mah," panggil Nuhai.

Gita menolehkan kepala menatap menantu kesayangannya. "Ah, iya Nuhai, ini Kiro, apa kamu bisa mengingatnya?"

Nuhai mengerutkan dahi memandang pria yang berdiri di sebelah Gita. Kalau tak salah ingat bukankah pria itu pernah ia jumpai saat di Puncak tempo hari yang lalu? Lalu kenapa pria itu mendadak aja ada di sini? Siapa sebenarnya si Kiro itu?

"Enggak Mah, Nuhai gak ingat dia siapa," jawabnya jujur.

"Sayang sekali, padahal Kiro ini teman dekatmu dulu, lho."

"Teman dekatku?" Nuhai menampilkan wajah kurang terima soalnya tampang muka Kiro layaknya orang yang hanya mendekat di saat ada butuhnya saja.

"Nuhai apa kabar?" Kiro angkat bicara seraya melemparkan senyuman manisnya.

"Baik," jawab Nuhai seadanya.

"Pantas saja waktu kamu tidak mengenaliku, ternyata kamu sedang amnesia. Tante Gita sudah menceritakan semuanya padaku."

Nuhai mulai merasa tidak nyaman dengan sikap sok akrabnya Kiro. Ia meragukan apa benar dulu dirinya dekat dengan pria macam ini? Karena Nuhai itu enggak mudah berteman dekat dengan orang yang berjenis kelamin laki-laki.

Karena Nuhai tak menanggapi ucapan Kiro barusan, Gita menengahi dengan tertawa kecil. "Maklumin, ya, Nak Kiro. Nuhai masih belum mengingat apa-apa."

Kiro tersenyum dan hanya mengangguk singkat. Sedih perasannya mendapati perlakuan Nuhai yang jelas sekali tidak menyukai dirinya. Padahal dulu Nuhai sangat senang jika menghabiskan waktu berduaan dengannya.

"Assalamualaikum." Itu suara milik Sayhan. Ternyata pria itu pulang lebih cepat hari ini.

Semua mata sontak tertuju ke arah pintu rumah berada. Sayhan yang awalnya begitu senang bersemangat bisa pulang lebih awal. Namun, senyum cerah di wajahnya langsung sirna saat bola matanya bertemu dengan sepasang mata milik Kiro.










Next Bab 16 (part 2)

Mendadak Lupa IngatanDove le storie prendono vita. Scoprilo ora