Chapter 19

9.7K 1.7K 167
                                    

Satya baru bangun tengah malam. Tidak ingat kapan dia pindah ke kamar dan tidur di atas kasur sehingga bersyukur dia tidak pegal-pegal. Nyawanya belum terkumpul penuh ketika menuruni anak tangga. Mendengar samar-samar suara televisi di ruang tengah. Baru menyadari jika istrinya di sana.

Tanpa berkata apa-apa, Satya bergabung di sofa. Menaikkan kedua kaki lalu merebah di paha Kana begitu saja.

Kana sudah lihat ketika lelaki ini muncul di tangga dengan wajah berantakan tapi tetap ganteng. Tapi tidak mengira akan lanjut tidur di pahanya begini.

"Aku laper." Lirih sekali, dengan suara khas bangun tidur.

"Makan. Ngapain malah lanjut tidur di sini?"

"Reza mana?"

"Mau minta disuapi sama dia?"

"Nggak. Takut dia ilang aja."

"Udah tidur dari tadi. Di kamar tamu."

"Kok kamu nggak tidur?"

"Kamarku kamu pake."

"Emangnya kamu nggak kangen sama aku?"

Kana menghela napas berat. Menahan kesal. Dia jadi tidak fokus menonton film. Lelaki ini meracau tidak jelas di pangkuannya. Mau dia tepis, tapi perasaan tidak tegaan menghalangi.

"Mama masak banyak tadi. Semuanya udah makan kecuali kamu."

"Ya udah, tolong pesenin lewat ojol aja."

"Sebelum pada makan, Mama udah nyisihin buat kamu."

"Oke."

Tapi setelahnya tidak ada reaksi lanjutan. Jangan-jangan tidur lagi?

Perasaan tidak tegaan jilid dua. "Bangun dari pahaku. Aku mau angetin lau—"

Belum selesai kalimat itu, Satya sudah bangun dengan gerakan yang berlebihan. Kana mencibir lewat mata. Satya hanya tersenyum lebar saat istrinya mematikan televisi, kemudian berdiri dan lewat di depannya. Satya mengikuti sambil tetap nyengir.

Dia sabar menunggu di meja makan. Nyawanya sudah terkumpul dan dia sibuk menatap punggung istrinya.

Dia dulu pernah ingin punya istri dari kalangan biasa dan bukannya satu circle seperti Kana. Membayangkan bagaimana dirinya disambut di depan pintu. Dibuatkan makanan kapan pun. Dan juga anak-anak yang lucu. Maka dia berjanji akan bekerja lebih keras supaya bisa pensiun dini. Atau setidaknya memangkas jadwal demi bermain dengan anak-anak.

Namun, seiring berjalannya waktu, impian seseorang bisa saja bergeser.

Apakah dia menyesali perasaan hampa setiap pulang dan mendapati rumah yang senyap karena tidak ada yang menyambut? Apakah dia kecewa ketika impiannya ternyata bergeser jauh?

Kana berbalik dan melangkah ke meja makan, membawa lauk yang sudah selesai dipanaskan.

Satya tersenyum memperhatikan wajah Kana yang setengah menahan kesal.

Dia tidak kecewa.

Kana meletakkan dua piring lauk, lalu kembali lagi mengambilkan sepiring nasi dan segelas teh hangat. Sebelum akhirnya duduk di kursi yang berhadapan dengan Satya. Menemani makan malam yang sungguh terlambat.

Satya tersenyum lagi sebelum meraih sendok.

Dia bahagia memiliki Kana.

***


"Kok belok kiri, Pak?" Kana heran ketika sopir Mama, Pak Budi, tidak lewat jalan yang seharusnya.

"Mas Reja katanya mau beli Serabi Notosuman dulu, Mbak."

restart: we're in trouble ✓Where stories live. Discover now