Bagian 06 : Takdir Hari Hujan.

Mulai dari awal
                                    

Sebenarnya Donelia lebih tau di awal tentang mode dan segala jenis bentuk merek. Makanya Rachel terpaksa jujur kalau dia sebenarnya meminjam semua barang - barang itu. Donelia sendiri sangat identik dengan semua barang - barang mewah seperti itu yang harga belinya nggak seperti membeli kacang.

"Gue nggak tau sekarang, rasanya kalau satu sahabat lo yang tau segalanya tentang lo termasuk dunianya berhenti buat ngasih support buat lo, apa yang lo rasain Li? Gue sakit hati. Gue berasa semesta menjauh sama gue." Lirih Rachel. Di balkon belakang dekat taman beserta pepohonan yang rimbun di dalam rumah Donelia. Lia mengelus punggung Rachel perlahan.

Angin mengembus dan merindangkan pohon pohon yang cukup tinggi pada taman yang bidangnya cukup luas. Rachel menoleh ke segala arah, guna menahan kilas air matanya.

"Dia tau baik buruk gue. Gue tau yang gue lakuin gak baik.. tapi.. seenggaknya dia harus ngerti jadi gue, apa yang gue lakuin gak semuanya atas kehendak gue."

Lia menahan pergelangan Rachel yang bergerak menjelaskan bahasa tubuhnya yang penuh dengan emosi. Menyuruhnya lebih tenang dan meredam.

"Nggak semua orang setuju sama apa yang jadi keputusan kita." Tatapan Lia menyorot pada Rachel. "Baik buruknya, cuma lo yang tau Chel, mereka cuma kasihan aja. Jangan hakimin mereka, karena gue yakin .. temen lo itu punya niat baik juga."

"Gue nggak membenarkan semua perkataan dia, tapi, jangan kasih makan ego kita dengan meminta pengakuan orang lain Chel, sesekali mendengarkan orang lain itu perlu kok. Dunia lo emang cuma lo yang tau. Tapi kalo dunia lo jungkir balik juga, mereka emang bisa bikin jadi membaik? Kan enggak. Nanti bisa bisa kita mikir.. oh iya dia bukan temen gue, nggak membantu, padahal mereka udah ngasih saran yang terbaik Chel."

"Dan hal itu juga yang gue rasain Chel,"

"Gue bisa bilang begini, karena gue terlalu egois." Genggaman Lia mengerat. Dia tidak mau menyakiti Rachel. Berbicara pelan seperti ini setidaknya membuat Rachel tergugah dan berpikir, agar dia tidak bisa terlalu egois pada dirinya sendiri.

Banyak hal yang Rachel pertimbangkan. Apalagi dalam sisi kesehatan. Berhubungan seksual dengan seseorang yang tidak dia ketahui asal usulnya adalah hal yang sangat berisiko. Rachel bisa saja terkena penyakit kelamin atau semacamnya. Ucapan Donelia sedikit memekakan pikirannya.

"Gue harus berhenti ketemu dia?"

Lia menengok sedikit pada lamunan Rachel yang berbicara sendiri. "Dia siapa?" Tebak Lia.

Rachel yang kian tersadar langsung membuang jauh jauh pikirannya saat ini. Lia tidak boleh tau. Saat Lia tenggelam dalam perputaran kehidupan Rachel dan masa lalunya, mungkin dia menolak untuk bersentuhan lagi dengan dirinya.

"Jangan ngerokok lagi, stop. Lo cewek." Cegah Lia. Lia tau kebiasaan buruk Rachel saat sedang stres dan tertekan. Akhirnya Lia membuang jauh jauh rokok beserta koreknya dari genggaman Rachel. Rachel menurut. Saat Lia berjongkok di depan Rachel dia menetapkan netranya disana seakan memohon.

"Kalau dunia lagi nggak baik sama lo, ada gue Chel.. Ada gue, ada Agatha"

"Lo masih punya orang yang sayang sama lo, begitupun gue sama Agatha. Kita berdua sayang sama lo."

Rachel ikut mensejajarkan kedudukan Lia dibawah dan membendung rasa tangis, khawatir, takut, gelisah tentang besok dan hari - hari yang akan datang selanjutnya.

Rachel sering kali diberi peringatan oleh sahabatnya. Kebiasaan merokoknya belum hilang, dia masih terkendali emosi dan belum bisa membuang kebiasaan buruknya. Rachel sering merasa beruntung masih memiliki orang - orang terdekat di sekitarnya. Dia nggak bisa banyak berinteraksi dengan khalayak ramai. Dia lebih menutup diri dan mengunci mulut serta telinganya rapat rapat. Seakan memang dunianya ada untuk dirinya, tapi nggak buat orang lain.

SIR | JaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang