Part 4

2.4K 297 51
                                    


Minho







"Minho!!" Lea tergopoh-gopoh mendekati Minho yang tengah bersiap untuk masuk ke dalam labirin. Sepertinya dia hendak memetakan seluruh labirin lagi, meski Lea tahu jika sebenarnya pemuda itu telah menyelesaikannya jauh-jauh hari. Dia kembali ke labirin hanya demi permintaan Alby agar para Gladers tetap memiliki harapan untuk bisa keluar dari labirin.

Hari masih pagi, omong-omong. Matahari bahkan masih malu-malu untuk keluar. Namun melihat betapa rajinnya Minho bersiap-siap melakukan tugasnya sebagai Runner, membuat Lea mengacungkan jempolnya.

"Sejak kapan kalian menjadi dekat?" Tanya Ben dengan senyuman menggoda. Mereka tengah menunggu anggota Runner yang lain saat Lea berteriak memanggil Minho.

Minho mengabaikan pertanyaan Ben. Dia menatap Lea yang kini tengah sibuk mengatur napasnya.

"Bisa bicara sebentar?" Lea melirik Ben yang berada di sisi Minho. "Berdua."

"Ohoho, ada apa ini?" Ben tertawa menggoda. Dia baru berhenti saat Minho memukul perutnya.

"Katakan saja sekarang." Ujar Minho singkat.

"Uuh, kurasa aku nggak bisa..." Lea kembali melirik Ben.

Sadar jika dirinya hanya menjadi nyamuk, Ben menaikkan bahu dan pergi agak menjauh dari keduanya. Meski dengan berat hati, dia berusaha menahan diri untuk tidak menguping.

"Bicaralah." Kata Minho begitu Ben berdiri agak jauh.

Lea menelan ludah gugup. Padahal dia telah melatih ucapannya semalaman. Tapi berhadapan dengan sosok penuh determinasi seperti Minho membuatnya gugup setengah mati. Kalimat yang dia susun menjadi berantakan dan hilang dari kepalanya.

"Uum, cuacanya cerah, ya." Lea tertawa kaku akan kalimat basa-basinya. "Bukankah ini terlalu pagi untuk masuk ke labirin? Tapi, itu juga bagus buat olahraga, sih."

Minho mengernyit, merasa aneh dengan gadis di depannya. "Sebenarnya apa yang ingin kau katakan?"

Lea menggigit bibirnya. Dia agak takut dan tidak yakin tapi dia harus mencobanya. Kalau bukan Minho, siapa lagi yang bisa dia temui?

"K-Kau tahu kan, kalau Runner dipilih dari Gladers yang kuat? Mereka yang larinya cepat dan punya fisik yang bagus. Mereka juga bisa bertarung dengan baik..."

"Ke point-nya saja!"

"Aku mau kau melatihku bertarung."

Lea memejamkan matanya rapat-rapat. Malu sekaligus takut pada respon Minho. Namun dia sama sekali tidak mendengar pemuda itu mengeluarkan suara apapun. Lea mengintip dari celah matanya yang terbuka sedikit. Dan dia bisa melihat ekspresi aneh tercetak di wajah Minho.

"What?"

"Aku tahu ini aneh. Tapi aku ingin kau mengajariku bertarung." Lea memasang wajah memelas. "Mau, ya?"

Wajah Minho seketika berubah datar. "Nggak."

"T-Tapi-"

"Aku sibuk. Selamat tinggal."

"Tapi ini sangat penting bagiku!" Lea masih mencoba bernegosiasi. Dia menarik lengan berotot Minho saat pemuda itu mencoba untuk pergi. Minho melotot kaget, yang mana itu membuat Lea juga ikut kaget dan melepas genggamannya pada lengan Minho.

"Kau harus membantuku, Minho. Jika tidak... jika tidak, aku tidak bisa melindungi..." suara Lea melemah di akhir kalimatnya.

"Listen." Minho menghela napas dan menatap Lea tajam. "Aku nggak peduli itu penting atau tidak. Tapi di Glade, semua memiliki bagian masing-masing. Kita nggak sedang bermain rumah-rumahan. Jika kau bisa mengkhawatirkan hal tidak berguna seperti itu, kau harusnya lebih khawatir tentang memenuhi tugasmu di Glade. Sekarang, pergilah. Aku banyak kerjaan."

BOND |Book 1: Serendipity| (Maze Runner Fanfiction) [END]Where stories live. Discover now